Berhaji tanpa ke Tanah Suci, Kerjakan 8 Amalan Ringan Ini

Berhaji tanpa ke Tanah Suci, Khutbah Idul Adha di PRM Mencorek. Jamaah shalat Idul Adha di Dusun Mencorek khidmat mendengarkan khatib (Muhamad Rifandi/PWMU.CO)
Jamaah shalat Idul Adha di Dusun Mencorek khidmat mendengarkan khatib (Muhamad Rifandi/PWMU.CO) Berhaji tanpa ke Tanah Suci, Kerjakan 8 Amalan Ringan Ini

Berhaji tanpa ke Tanah Suci, Kerjakan 8 Amalan Ringan Ini. Liputan Nely Izzatul, Kontributor PWMU.CO Lamongan

PWMU.CO – Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Mencorek, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur menggelar shalat Idul Adha di Lapangan Gempol Raya Dusun Mencorek.

Shalat Id yang dilaksanakan Rabu (28/6/2023) ini menghadirkan Dosen Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung, Jauhar Ridloni Marzuq Lc MA sebagai imam dan khatib.

Dalam khutbahnya, Jauhar mengatakan, saat ini kita berada di bulan Dzulhijjah. Satu di antara bulan-bulan yang Allah muliakan, dan satu di antara bulan-bulan haram.

“Di bulan dzulhijjah ini, ada dua ibadah yang mulia, yang tidak ada di bulan-bulan lainnya, yakni ibadah kurban dan ibadah haji. Sebagai ibadah, keduanya sama-sama penting. Namun tentu ibadah haji lebih penting dan istimewa di hati kaum muslimin,” tuturnya.

Jauhar mengatakan, selain memiiliki banyak fadhilah, seperti menghapus dosa-dosa, dijanjikan pahala surga, dan diberikan syafaat kepada 400 anggota keluarganya, ibadah haji juga memiliki nilai mulia di mata kebanyakan kaum muslimin. Orang yang sudah berhaji, kemudian bergelar pak haji atau bu hajah, akan ditokohkan di tengah-tengah masyarakat.

“Siapapun yang memiliki keimanan pasti ingin melaksanakan haji. Siapa di antara kita yang tidak ingin melihat Ka’bah? Kiblat yang menjadi tujuan shalat kita setiap hari? Siapa yang tidak ingin berkunjung ke makam Nabi? Tentu semua pasti ingin melaksanakannya,” tandas alumnus Universitas Al-Azhar kairo Mesir ini.

Menurutnya, meskipun setiap Muslim berkeinginan untuk berhaji, namun tidak semua orang bisa melaksanakan rukun Islam yang kelima ini. Karena haji merupakan ibadah yang khusus, waktunya juga khusus. Selain itu ada banyak faktor, salah satunya antrean keberangkatan.

“Bahkan menurut data Kementerian Agama, penduduk Jatim harus mengantri 34 sampai 40 tahun. Maka kemungkinan untuk bisa berhaji semakin kecil. Tapi Allah ala kulli syaiin Qadir. Allah Maha Berkehendak. Ada yang secara hukum manusia tidak bisa berangkat, tapi Allah menghendaki,” jelasnya.

Dia menuturkan, jika saat ini ada lebih dari 1.8 miliar umat Islam di dunia, dan kuota untuk melaksanakan haji hanya sekitar 2 juta setiap tahunnya, maka bisa dipastikan banyak umat Islam yang tidak dapat melaksanakan ibadah haji selama hidupnya.

“Meski demikian, kita tidak boleh berkecil hati. Islam bukan hanya agama bagi orang kaya, tapi juga agama untuk orang miskin. Di sinilah, Allah telah menyediakan amalan-amalan ringan yang bisa dilakukan oleh siapapun, yang pahalanya sebanding dengan pahala ibadah haji,” ucapnya.

Baca sambungan di halaman 2: Delapan Amalan Ringan

Jamaah shalat Idul Adha di Dusun Mencorek khidmat mendengarkan khatib (Muhamad Rifandi/PWMU.CO) Berhaji tanpa ke Tanah Suci, Kerjakan 8 Amalan Ringan Ini

Delapan Amalan Ringan

Dia pun manyampaikan delapan amalan ringan yang bisa dilakukan umat Islam, dan amalan tersebut memiliki nilai seperti ibadah haji.

Pertama, niat yang tulus benar-benar ingin melaksanakan haji.

“Di antara kasih sayang Allah kepada umat ini adalah niat baik sudah dicatat satu kebaikan meski belum terlaksana. Allah mencatat kebaikan dan keburukan. Tidak terlaksana kebaikan itu sudah tercatat 1 kebaikan. Kalaupun tidak terkabulkan sudah ada pahala,” jelasnya.

Jauhar pun menjelaskan, di dunia ini ada empat golongan manusia. Yakni Allah berikan ilmu dan harta, sehingga bisa berbadah maksimal. Namun sebaliknya, ada yang diberikan ilmu tanpa diberikan harta. Salah satu contohnya orang yang tidak bisa berhaji.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya dunia ini terdapat empat kelompok manusia: pertama, hamba yang diberikan harta dan ilmu. Kedua, orang yang Allah berikan ilmu namun tidak diberikan harta, dan dia tulus niatnya sambil berkata: “Seandainya saya memiliki harta seperti di fulan, maka saya akan beramal sebagaimana si fulan beramal. Dengan niatnya itu, maka dia mendapatkan pahala seperti orang yang melaksanakannya.” (HR Tirmidzi).

“Dari hadits ini, maka apabila ada seorang hamba yang tidak mampu berhaji karena keterbatasan hartanya, atau ada uzur lainnya, lalu dia berdoa: ‘“’Ya Allah seandainya aku memiliki harta seperti pak haji itu, maka aku akan melaksanakan ibadah haji.’”’ Jika orang tersebut tidak dapat melaksanakan haji seumur hidupnya, maka insyaallah dia telah mendapatkan pahala haji seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang telah berhaji,” paparnya.

Kedua, berdoa sepenuh hati. Permohonan dan doa yang tulus sepenuh hati untuk melakukan kebaikan, dapat mendatangkan pahala meskipun doa itu tidak terkabul atau terwujud. Barang siapa yang memohon kebaikan kepada Allah, apapun bentuk kebaikannya, maka dia akan diberikan pahala seperti yang dia minta meskipun dia belum mampu melaksanakannya, termasuk ibadah haji ini.

“Maka jangan lupa terus berdoa, agar Allah memberikan kesempatan kita untuk melaksanakan ibadah haji. Kalau doa itu terwujud, maka insya Allah kita mendapatkan dua kebaikan: terwujud doanya, dan mendapatkan pahala hajinya. Namun jikapun tidak terkabul, maka kita telah mendapatkan pahala sebagaimana yang Allah janjikan,” katanya.

Ketiga, menjaga shalat lima waktu berjamaah di masjid.

Dari Abu Umamah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk melaksanakan shalat wajib, maka pahalanya seperti pahala orang yang sedang berihram haji. Dan barang siapa yang keluar untuk melaksanakan tasbih dhuha (shalat dhuha). Dia rela susah payah untuk itu, maka pahalanya seperti pahala orang yang melaksanakan ibadah umrah. Dan shalat setelah shalat tanpa diikuti oleh permainan di antaranya, akan dicatatkan pelakunya di maqam illiyyin.” (HR Abu Daud).

“Kenapa orang yang keluar menuju masjid medapatkan pahala seperti orang yang berhaji? Para ulama menyebutkan bahwa itu dikarenakan mereka sama-sama menuju rumah Allah. Yang melaksanakan haji keluar menuju rumah Allah Masjidil Haram, sementara yang shalat berjamaah keluar dari rumah mereka menuju rumah Allah juga yaitu masjid-masjid terdekat,” jelasnya.

Keempat, shalat Subuh berjamaah dan diikuti dengan shalat Isyraq

Diriwayatkan oleh Anas bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa shalat subuh berjamaah, lalu dia tetap tinggal di tempat dia shalat hingga terbit matahari, lalu dia shalat dua rakaat, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah.” Anas melanjutkan, Rasulullah bersabda: “Yaitu pahala yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR Tirmidzi).

“Hadirin yang dirahmati Allah, dalam hadits ini Rasulullah SAW tidak hanya mengatakan mereka mendapatkan pahala haji dan umrah, tapi diikuti dengan kata sempurna. Artinya, betapa banyak orang yang melaksanakan ibadah haji namun tidak mendapatkan pahala apa-apa dan tertolak pahalanya. Tapi Rasulullah SAW mengatakan bahwa seseorang yang shalat shubuh lalu diikuti shalat isyraq maka mendapatkan pahala haji dan umrah yang sempurna. Bukan hanya sekali, tapi tiga kali kesempurnaan. Sempurna. Sempurna. Sempurna.

Baca sambungan di halaman 3: Amalan Kelima sampai Kedelapan

Jamaah shalat Idul Adha di lapangan Dusun Mencorek (Muhamad Rifandi/PWMU.CO)

Amalan Kelima sampai Kedelapan

Kelima, Hadir dalam kajian, pengajian dan majelis ilmu.

“Barang siap pergi ke masjid dengan keinginan hanya untuk mempelajari ilmu (kebaikan) atau mengajarkannya, maka dia mendapatkan pahala seperti orang yang hajinya sempurna.” (HR At-Tabrani).

“Hadits ini singkat namun luar biasa maknanya. Selama ini kita mengaku ingin berhaji yang susahnya luar biasa, namun ibadah yang ada di depan mata kita tidak tergerak melaksanakannya. Berapa banyak majelis ilmu yang dihadirkan di masjid-masjid kita, namun betapa sedikit yang menghadirinya? Padahal kita semua mengakui menginginkan haji? Bahkan tidak sedikit orang yang enggan dan menghindar ketika mendengar kata pengajian, kajian, atau majelis ilmu lainnya. Orang seperti ini tentu berdusta dengan keinginan hatinya.

Keenam, berdzikir setelah shalat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa suatu kali datang ke Rasulullah sahabat miskin, mereka berkata: Ya Rasulallah, kami kalah dengan sahabat kami yang kaya. Kami shalat mereka shalat, kami puasa mereka puasa. Giliran mereka haji kami tidak bisa, mereka umrah bisa kami tidak bisa. Mereka juga berjihad dan bersedekah dengan harta mereka.”

Rasulullah lalu bersabda: “Maukah engkau aku tunjukkan suatu perkara, yakni tusabbihun wa tuhammidun wa tukabbirin. Kamu baca tasbih, tahmid, takbir 33 kali setelah sholat. Fadhillah-nya bisa mengalahkan orang yang berangkat haji. Maka jangan lupakan ibadah yang ringan ini.

Ketujuh, membantu dan memenuhi hajat orang lain

Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Ali bin Hsain bahwa ia berkata: “Suatu kali Al-Hasan bin Ali melaksanakan tawaf di Ka’bah. Saat itu datang kepadanya seorang lelaki seraya berkata: “Wahai Hasan, marilah pergi bersamaku untuk membantu si fulan.” Al-Hasan pun langsung meninggalkan tawafnya dan pergi bersama orang itu untuk membantu orang yang disebutkan. Ketika dia pergi, seseorang berkata kepadanya, “Wahai Hasan, kenapa kamu meninggalkan tawaf dan pergi bersamanya untuk membantu orang?”

Al-Hasan pun berkata: “Bagaimana saya tidak pergi untuk membantu seorang yang membutuhkan bantuan, sementara Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang pergi untuk memenuhi hajat saudaranya Muslim (membantunya), lalu tertunaikan hajat itu, maka akan ditulis baginya pahala haji dan Umrah. Jika tidak terpenuhi hajatnya, maka akan ditulis baginy pahala umrah.” (HR Baihaqi).

Kedelapan, berbakti dan taat kepada suami bagi seorang perempuan.

Salah seorang sahabat perempuan, Asma binti Yazid datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Aku korbankan bapak dan ibuku demi dirimu, wahai Rasulullah. Aku adalah utusan para wanita kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh laki-laki dan perempuan. Kami para wanita selalu merasa dalam keterbatasan, sementara laki laki memiliki kelebihan. Kami hanya di rumah, tempat menyalurkan hasrat, dan mengandung anak-anak kalian. Sementara laki laki bisa shalat Jumat, berjihad, sedangkan kami juga hanya menunggu di rumah. Maka kami juga ingin mendapatkan pahala seperti amalan laki-laki. Bisakah kami mendapatkan pahala seperti kalian?

Lalu rasul berkata: wahai Asma maukah aku kasih tau. Bahwa perempuan taat kepada suami memperoleh keridhaan dan patuh kepada suaminya maka semua itu sama pahalanya menyamai semua kebaikan yang para lelaki kerjakan. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version