Khotbah Nikah Terberat Haedar Nashir di Pernikahan Sulthon Amien

Haedar Nashir saat menyampaikan khutbah nikah. Khotbah Nikah Terberat Haedar Nashir. (Darul Setiawan/PWMU.CO)

PWMU.CO – Khotbah nikah terberat Haedar Nashir terjadi saat pernikahan Dr Moh Sulthon Amien dengan Dr Nur Chamimmah Lailis Indriani MSi.

Hal tersebut dikatakan Haedar, saat menyampaikan khutbah nikah pada pernikahan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim tersebut di Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya (SAIMS), Ahad (17/9/23) pagi.
.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir mengutarakan dua hal yang menjadi alasan beratnya khutbah nikah yang disampaikannya hari ini.

Pertama, kata dia, karena pernikahan hari ini banyak dihadiri para tokoh nasional. Mulai dari Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah 2005-2015 Prof Dr Din Syamsuddin, Ketua PP Muhammadiyah dan Menko PMK Prof Dr Muhadjir Effendy, serta mantan Mendikbud Prof Dr Ir Mohammad Nuh, dan para tamu undangan VVIP’ lainnya.

Kedua, kata Haedar, yang tidak kalah pentingnya yang menikah kali ini adalah senior kami. “Dan beliau lebih lanyah dari kami,” ujarnya sambil tersenyum dan melirik Sulthon Amien.

Meski berat, lanjutnya, karena ini tugas dan hari ini menjadi petugas addun nikah dari Sulthon, maka Haedar mengajak para hadirin untuk sama-sama menghayati makna pernikahan dalam perjalanan hidup kita. “Khusus bagi kita yang tengah menjalani pernikahan yang penuh dinamika dalam perjalanan hidup,” tuturnya.

Haedar menyampaikan, dari surat ar-Rum ayat 21 yang dibacakan saat awal khutbah nikah, nikah adalah peristiwa yang disebut Allah adalah bagian dari ayat-ayatNya.

“Bahkan begitu akbar, hatta dinisbatkan oleh Allah pada penciptaan manusia, langit, bumi, dan alam semesta pada ayat sebelumnya,” ungkapnya.

Ini artinya, sambungnya, kita yang melaksanakan i betul-betul menjaga kesucian dan kesakralan pernikahan dalam Islam.

Bahkan ketika didukung oleh diksi dan ayat lain, bahwa pernikahan dalam mistaqan ghalida, yang selalu dibahas dalam setiap khutbah nikah, yakni ikatan yang kokoh.

“Maka semakin kuatlah posisi pernikahan itu sebagai syariat agama Islam yang harus kita tunaikan dengan penuh pertanggungjawaban keruhanian yang tinggi,” pesannya. (*)

Penulis Darul Setiawan. Editor Mohamad Nurfatoni.

Exit mobile version