Politik Uang ibarat Kentut, Aisyiyah Sosialisasi Pemilu Berkeadaban

Gerakan Perempuan Mengaji (GPM) Edisi Desember 2023. Dari kiri Dr Asmar SPsi MSi (qariah), Dr Tri Hastuti Nur R MSi (narasumber), Yuniar Wardani SKM MPH PhD (MC), Evi Sofia Inayati SPsi (Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan PP Aisyiyah)Politik Uang ibarat Kentut, Aisyiyah Sosialisasi Pemilu Berkeadaban (Istimewa/PWMU.CO)

PWMU.CO – Politik uang ibarat kentut mengemuka dalam Sosialisasi Pemilu Berkeadaban yang digelar dalam acara Gerakan Perempuan Mengaji (GPM) edisi Desember 2023. Kegiatan dilaksanakan secara hybrid: luring di Kantor Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Yogyakarta dan daring melalui Zoom yang disiarkan secara langsung melalui channel YouTube PP Aisyiyah, Sabtu (30/12/2023).

GPM merupakan gerakan mengaji Aisyiyah yang dilaksanakan dari tingkat pusat hingga ranting. Tingkat PP dilaksanakan setiap Sabtu pekan ke-4 yang diikuti oleh kader Aisyiyah se-Indonesia. 

Dr Tri Hastuti Nur R MSi, narasumber tunggal dalam GPM kali ini mengawali pemaparannya dengan menggugah kesadaran peserta bahwa sejak 28 November 2023 hingga 10 Pebruari 2024 kita memasuki masa-masa rawan karena dalam kampanye.

“Dalam masa ini, bermunculan poster, baliho, atau foto orang-orang yang tidak kita kenal yang ternyata adalah calon wakil kita di parlemen. Maka penting sekali bagi kita untuk mencermati dan mengenal beliau-beliau ini,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, dia menekankan sebagai pemilih cerdas janganlah sampai pemilu ini memecah-belah organisasi. Dia juga mewanti-wanti agar betul-betul mengenal para calon yang akan dipilih serta menegaskan bahwa bagi unsur pimpinan yang mengikuti kontestasi tersebut untuk mengajukan cuti.

Perempuan yang pernah menjadi observer international pemilu di Nepal ini memaparkan empat hal yang menjadi pokok penting dalam bahasan pemilu berkeadaban.

“Setidaknya ada empat hal yang perlu kita diskusikan ketika membahas pemilu berkeadaban. Pertama, menolak politik uang. Kedua, menangkal hoaks pemilu. Ketiga, pemilu yang inklusif. Keempat memilih pimpinan yang baik,” jelas Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.

Baca sambungan di halaman 2: Politik Yang Abart Kentut

Materi Pemilu Berkeadaban

Politik Yang ibarat Kentut

Tri Hastuti Nur mengibaratkan politik uang seperti kentut, “Seperti kentut, ada baunya tapi sulit dibuktikan pelakunya. Dan Bawaslu sebagai lembaga resmi yang ditunjuk negara untuk mengawasi politik uang perlu kita kawal atau cek,” ungkapnya.

Menurutnya, politik uang sebagai hal yang bisa dipastikan ada dalam setiap pemilu, seringkali tidak dapat dilaporkan karena kurangnya bukti meskipun kejadiannya nyata.

“Politik uang seringkali dianggap hal lumrah atau dianggap benar. Nah, inilah titik focus dakwah kita untuk mencerdaskan masyarakat bahwa hal yang dianggap lumrah ini tidak diijinkan prakteknya.” Jelasnya.

Dia mengutip UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni pasal 278, 280, 284, 515, dan 523 yang mengatur larangan politik uang oleh tim kampanye, peserta pemilu, dan penyelenggara pemilu selama masa kampanye.

Dia juga mengutip al-Baqarah 188 yang artinya, “Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

Tri berpesan dalam menghadapi politik uang maka jika belum  mampu nahi munkar (mencegah kemungkaran) maka pilihannya adalah beramar makruf.

“Dakwah kita sebagai warga Persyarikatan adalah beramar makruf. Berbuat baik untuk tidak menerima dan terlibat dalam politik uang jika nahi mungkar belum memungkinakan dalam hal ini,” terangnya.

Baca sambungan di halaman 3: Strategi Mencegah Politik Uang

Ketua MTK PP Aisyiyah Evi Sofia Inayati S.Psimenyampaikan sambutannya dalam GPM Sabtu (30/12/23) Politik Uang ibarat Kentut, Aisyiyah Sosialisasi Pemilu Berkeadaban (Istimewa/PWMU.CO)

Strategi Mencegah Politik Uang

Dalam kesempatan tersebut, Tri Hastuti Nur membagikan strategi pencegahan politik uang dalam pemilu 2024 melalui beberapa cara. Pertama, pendidikan politik bagi remaja dan pemilih pemula. 

Kedua, pendidikan karakter dalam keluarga. Ketiga, mengampanyekan pencegahan politik uang melalui mubalighat Aisyiyah. Keempat, memaksimalkan peran desa Qaryah Thayyibah yang merupakan program unggulan Aisyiyah. Kelima, kampanye melalui berbagai akun media sosial dalam berbagai bentuk.

Tentang hoaks, dia berpesan untuk sangat hati-hati dalam menerima dan menyebar info yang bertebaran. “Kita harus berhati-hati terhadap buzzer yang berkeliaran di ruang digital. Kuncinya, waspada, jangan mudah terhasut dan tidak mudah membenci,” pesannya.

Dia juga mengingatkan agar kita tidak terlibat dalam menyebarkan kabar bohong dalam pemilu karena ketidakpahaman atau kecintaan terhadap salah satu calon. Dia berpesan ketika mendapat sebuah kiriman berita sebaiknya diverifikasi dahulu sumber beritanya, diperiksa kebenarannya melalui situs web resmi, mengecek di sumber berita lain, mewaspadai judul clickbait, dan meninjau dari sumber-sumber terpercaya.

“Kita bisa menggunakan alat verifikasi fakta seperti Snopes, FactCheck.org, dan GoogleFactCheck,” terangnya.

Dia lalu mengutip al-Hujurat 6 yang artinya, “Hai Orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Baca sambungan di halaman 4: Mengapa Pemilu Inklusif?

Tangkapan layar YouTube memperlihatkan beberapa peserta GPM yang hadir di ruang Zoom Sabtu (30/12/2023)

Mengapa Pemilu Inklusif?

Tri Hastuti menjelaskan, secara umum pemilu harus bisa diakses oleh semua warga negara dengan keragaman identitasnya. Sementara itu, makna inklusivitas baru ditujukan pada kelompok penyandang disabilitas namun belum memberi perhatian menyeluruh pada kelompok marginal dan kelompok rentan lainnya.

“Seperti masyarakat adat, masyarakat daerah terpencil, kelompok buta huruf, lansia, ibu hamil dan menyusui, serta pekerja migran di luar negeri. Sudahkah mereka difasilitasi untuk mudah mengaksesnya? Ini perlu dicek, apakah sudah disediakan pendamping kompeten. Pemilu berkeadaban haruslah dapat memberi akses untuk semua,” terang dia.

Bahasan terakhir adalah bagaimana memilih pemimpin yang baik dalam pemilu. Sebelum itu, dia menegaskan kepada para kader Aisyiyah untuk menggunakan hak pilih dan jangan golput. Pasalanya partisipasi dalam pemilu akan mendorong proses pemilu prosedural menjadi demokrasi substantif. Partisipasi kita dalam pemilu dapat menghindari dari pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang tidak baik.

Dia lalu menguraikan kriteria pemimpin yang baik? Petama, muqsid (adil dan bijaksana) Kedua, yang mempunyai sifat wajib rasul atau berjiwa kepemimpinan profetik. Ketiga, mempunyai pandangan visioner, merasa setara dengan rakyat, dan tidak ekslusif’.

Sebagai penutup, dia mengingatkan tugas kita tidak berhenti pada saat pencoblosan. Namun ada tugas penting yaitu melihat dan mengawal program-program yang dijalankan pascapemilu dan pilkada. “Kita harus menjadi kader yang cerdas,” ucapnya.

Menurutnya, perbedaan pilihan janganlah sampai memecah belah organisasi. Memilih harus disesuaikan pilihan nurani masing-masing individu dengan mencari informasi sebanyak-banyanya sebelum memilih. Dia kembali mengingatkan bagi unsur pimpinan yang menjadi caleg atau timses maka dianjurkan cuti dari posisi pimpinan.

Ketua Majelsi Tabligh dan Ketarjihan (MTK) PP Aisyiyah, Evi Sofia Inayati SPsi mengatakan Aisyiyah hendaknya mampu berperan aktif sesuai kapasitasnya untuk menyukseskan pemilu.

“Februari 2024 nanti negara Indonesia mempunyai perhelatan besar berupa pemilu. Sebagai umat Islam dana bagian dari warga negara Indonesia, hendaknya kita mampu berperan aktif sesuai kapasitas kita untuk menyukseskan pemilu itu,” ujarnya.

Dia pun menjelaskan alasan pemilihan tema Pemilu Kerkeadaban pada GPM kali ini. “Kenapa kita angkat dalam tema GPM? Harapannya, perhelatan pemilu dapat berjalan baik  dalam segala aspek dan hasilnya benar-benar berkualitas karena semua sudah teredukasi dengan baik,” terangnya.

Dia berharap, pemilu berkeadaban dapat mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. “Demokrasi kita tempatkan pada wilayah muamalah duniawiyah. Salah satu realisasi demokrasi adalah Pemilu. Pemilu merupakan alat untuk mencapai tujuan sebagai bangsa yang berkemajuan dan berkeadilan, yang goal besarnya adalah baldatunthayyibatun wa rabbun ghafur.” (*)

Penulis Nurul Hidayah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version