Peristiwa Bulan Suro dalam Kajian GPM PCA Wringinanom

Foto bersama pengurus PCA Wringinanom Gresik Jawa Timur, (Kusmiani/PWMU.CO).

PWMU.CO – Gerakan Perempuan Mengaji (GPM) Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Wringinanom Gresik, Jawa Timur, membahas Suroan pada Ahad (23/6/24).

Acara ini menghadirkan Sekretaris Majelis Tabligh dan Ketarjihan PCA Karangpilang, Dr Kiki Cahya Muslimah, MPd, kajian yang dihadiri oleh sembilan ranting ini bertempat di Masjid At-Taqwa Njuwet Sembung, Wringinanom, Gresik.

Guru SMK Muhammadiyah 2 Surabaya ini mengawali tausiahnya dengan mengucapkan puji syukur, shalawat Nabi, dan doa untuk Palestina.

Istri dari Nuh Musthofa MHES, yang juga guru SMA Muhammadiyah 4 Surabaya ini menjelaskan bahwa bulan Muharram oleh masyarakat Jawa disebut wulan Suro.

“Kepercayaan masyarakat Jawa dalam bulan ini ada Suro duroko yang terjadi pada bulan Januari sampai Februari 2007,” ujarnya dalam acara gerakan perempuan mengaji ini.

Lanjutnya, ketika itu banyak kejadian mengerikan di antaranya tenggelamnya kapal, kebakaran kapal, kecelakaan pesawat, kereta api yang anjlok dan terguling, tabrakan bus di Pantura sampai menyeruduk rumah warga, angin puting beliung sepanjang Pulau Jawa dan masih banyak lagi,” kata Kiki.

Kecelakaan jalur darat, laut, dan udara terbanyak pada bulan Suro itu, sambung anggota Tim Pokja Ismuba PWM Jatim, membuat masyarakat Jawa Kejawen semakin mensakralkan bulan ini.

Ketua bidang pengajian PKK Kedurus RT 01 RW 01 Kota Surabaya ini menguraikan bahwa kata Suro berasal dari bahasa Arab Asyaro yang berarti sepuluh.

“Banyak masyarakat pergi ke makam untuk membakar kemenyan. Di sana mereka meminta dilancarkan rezekinya, dilariskan dagangannya, dinaikkan karirnya,”

“Ada yang berendam di pemandian tertentu yang dianggap membuat awet muda dan panjang umur. Ada juga yang pergi ke salah satu gunung di Jawa Tengah dengan melakukan perbuatan dosa yang dianggap akan melancarkan jodohnya, Naudzubillah,” jelasnya.

“Dan tidak sedikit yang mencuci keris atau benda pusaka lainnya,” urainya.

Selanjutnya, anggota Forum MGMP Bahasa Arab Jawa Timur ini menyitir Quran surat At-Taubah ayat 36:

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.”

“Jangan berbuat zalim yang maknanya jangan berbuat jelek pada diri sendiri dan orang lain karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat,” paparnya.

Keutamaan Bulan Muharram

Peristiwa penting yang terjadi di bulan Muharram di antaranya adalah hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.

“Allah menyelamatkan Nabi Musa dari kejaran Raja Fir’aun dan peristiwa Pembuatan Kapal Nabi Nuh AS,” urainya.

“Gugurnya cucu Rasulullah, Husein bin Ali, dalam tragedi Karbala juga terjadi di bulan Muharram,” lanjutnya.

Kiki mengatakan, syariat puasa Asyura mengalami beberapa fase. Pertama, Rasulullah biasa berpuasa Asyura bersama orang Quraish pada bulan Muharram. Kedua, ketika hijrah ke Madinah, Rasul mendapati orang Yahudi juga berpuasa.

“Orang Yahudi berpuasa karena hari yang mulia di mana Nabi Musa selamat dari kejahatan Fir’aun. Rasul memerintahkan para sahabatnya juga berpuasa Asyura. “Kala itu derajat puasa tersebut seperti wajib sebelum datangnya perintah puasa Ramadan,” ujarnya.

Fase berikutnya, lanjutnya, dalam riwayat Ibnu Abbas ada sahabat yang bertanya pada Rasulullah, mengapa berpuasa Asyura? Rasul menjawab, “Insya Allah tahun depan kita juga berpuasa pada tanggal sembilan.”

“Qadarullah, Rasul pun sudah wafat dan sahabat belum bisa melaksanakan puasa hari kesembilan tersebut,” ujarnya.

Akhirnya ada perbedaan pendapat, sehingga berpuasa pada tanggal 9 (Tasu’a) dan 10 (Asyura). “Monggo ibu-ibu bisa dilaksanakan dan rutinkan,” pesan Kiki.

Berikutnya Kiki membahas keyakinan yang salah pada bulan Muharram atau yang melenceng dari jalur Islam. Di antaranya adalah masyarakat yang enggan menikahkan putra-putrinya karena beranggapan bulan ini sial.

“Hal ini dinamakan tathoyyur yang bagian dari syirik, dosanya tidak bisa diampuni sebelum taubatan nasuha,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa mencuci keris juga termasuk bagian dari syirik karena bergantung pada kekuatan selain Allah.

“Hati-hati ibu-ibu, banyak berseliweran di media sosial seperti di Facebook, TikTok, dan lainnya, yang membagikan hadits palsu yang menerangkan keutamaan bulan Muharram. Di antaranya, sedekah pada bulan Asyura dinilai sedekah yang utama, menyantuni anak yatim maka akan diangkat derajatnya oleh Allah satu helai rambut anak yatim bernilai satu derajat,” pesannya.

“Tidak harus menunggu bulan Suro untuk menyantuni anak yatim. Mengapa? Karena menyantuni anak yatim, Rasulullah menyampaikan bahwa jarak Rasul dengannya seperti jari telunjuk dan ibu jari.

“Jika kita mempercayai bahkan melakukan atau mengamalkan hadits-hadits tersebut, itu akan membawa bid’ah. Kita harus mengerti dan paham mana batasan antara bid’ah dan syariat. Semoga kita senantiasa berada di jalan Allah,” tutupnya.(*)

Penulis Kusmiani Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan

Exit mobile version