Pentingnya Memahami Hikmah dari Musibah

Muhammad Muammar saat menyampaikan kajian di PRA Lebanisuko (Kusmiani/PWMU.CO)

PWMU.CO – Makna dibalik ujian dan musibah menjadi pembahasan utama kajian Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) Lebanisuko, Wringinanom, Gresik, Jawa Timur, Sabtu (20/7/24).

Bersama sekretaris lembaga pengembangan pesantren PWM Jawa Timur Dr Muhammad Arfan Mu’ammar MPdI, selama satu jam mengupas hikmah dibalik musibah dan ujian yang kita hadapi.

Sebelum ia menjelaskan hikmah ujian dan musibah, ia mengawali dengan cerita seorang raja dan penasihat bijak.

Kisah Raja dan Penasihat Bijak

“Suatu ketika raja dan penasihat bijak pergi berburu, tak lama kemudian ia mendapati hewan buruannya. Saking semangatnya sang raja langsung menyembelih hewan tersebut, tak terasa jari telunjuk ikut terpotong,” cerita Arfan.

Lantas, raja dibawa pulang oleh penasihat bijak untuk diobati.

Sejak kejadian itu, raja sering mengeluh kepada penasihat bahwa dirinya tidak nyaman dengan kehilangan anggota tubuhnya itu meskipun hanya satu jari.

“Penasihat pun setiap hari tak lelah untuk menasehati raja.

Mendengar nasehat setiap hari, raja pun marah dan akhirnya memasukkan penasihat kedalam penjara selama tiga tahun,” lanjutnya.

Ketika raja sudah bisa move on (melupakan kejadian),keinginan untuk berburu kembali muncul.

Raja mengangakat penasihat baru untuk diajak berburu, kali ini raja ingin berburu yang jauh dari kerajaan.

“Ditengah perjalanan raja dan penasihat dihadang oleh orang primitif dan dibawah ke perkampungannya, niat mereka ingin membunuh salah satu untuk menyembahan dewa mereka,” sambungnya.

Kriterianya harus manusia yang sempurna tidak cacat, diperiksalah satu persatu dan ternyata yang sempurna penasihat baru.

“Akhirnya raja pulang sendiri tanpa penasihat,” katanya.

Sesampai di kerajaan diceritakanlah kejadian itu kepada penasihat bijak yang sudah dikeluarkan dari penjara.

Raja bersyukur tidak menjadi tumbal oleh orang primitif. Begitu juga penasihat, berkat ia dipenjara bersyukur tidak ikut serta berburu.

Makna Musibah

Arfan di ruang kajian Masjid Al Ihsan ini melanjutkan tausyiahnya dengan menjelaskan hikmah dari musibah.

Jamaah kajian PRA Lebanisuko Wringinanom Gresik Jawa Timur (Asti/PWMU.CO).

“Pemberian Allah itu silih berganti, kadang hidup enak, kadang tidak enak. Adakalanya cobaan datang dan kemuliaan pun menghampiri.

kesusahan tidak selamanya dan pasti akan berlalu karena keindahan hidup ada karena ujian.

Maka, bekerja keraslah supaya nikmat hidup akan lebih terasa, berakit-rakit dahulu berenang ke tepian” ujarnya.

Makna kedua, terkadang pemberian itu sama dengan pencegahan dan sebaliknya, sebagai contoh diberi musibah dalam rangka untuk menyelamatkan.

“Jika kita paham akan musibah, maka kita tidak mudah menyalahkan hidup.

Sebagai contoh seorang Caleg yang tidak terpelih, mungkin jika nanti terpilih bisa saja menjadi tidak amanah, Allah meyelamatkan,” urainya.

Tipe Orang yang diberi Nikmat

Dalam al-Quran Surah al-Fajr ayat 15-16, yaitu pertama orang yang diberi nikmat menganggap Tuhan sedang memuliakannya sedangkan, tipe kedua orang yang dibatasi nikmatnya menganggap Tuhan sedang menghinakannya.

Sebagai orang mukmin itu sangat menakjubkan. Melalui ujian atau musibah dia bersabar, dan mendapat nikmat bersyukur akan di nilai ibadah.

“Menjadi kaya tidak sombong, miskin tidak ngersulo,” tekannya.

Ia menguraikan jika ada orang yang berkata aku iman tapi masih diuji. Hindari hal itu, justru orang iman akan semakin besar ujiannya, contoh para nabi terdahulu yang dakwah dengan beragam cobaan.

“Jadikanlah ujian sebagi batu loncatan seperti anak SD yang lulus ujian akan naik kelas,” imbuhnya.

Ia mencontohkan seperti tukang parkir yang ikhlas tanpa batas ketika kendaraan yang dititipkan padanya di ambil oleh pemiliknya.

Tukang parkir itu memahami bahwa kendaraan itu bukan miliknya.

“Tidaklah yang menimpa musibah kepada seorang muslim itu untuk hikmah dan menghapus dosa serta bisa jadi yang kita benci itu baik bagi kita maupun sebaliknya,” jelasnya.

Pesan Arfan, ketika ujian kita terima dan kita masih terasa menyakitkan itu berarti kita belum memahami maksud dan tujuan musibah itu.

Jika kita paham, maka tidak akan mengeluh atau sambat justru sebaliknya, ia akan tabah dan ikhlas menghadapinya.

Penulis Kusmiani Editor Zahra Putri Pratiwig

Exit mobile version