Bukan Parpol, Muhammadiyah Tetap Harus Berpolitik, Begini Strateginya Menurut Pak AR 

Begini cara Pak AR
Pak AR Fachruddin. Bukan Parpol, Muhammadiyah Tetap Harus Berpolitik, Begini Strateginya Menurut Pak AR  (ilustrasi RH/PWMU.CO)

Bukan Parpol, Muhammadiyah Tetap Harus Berpolitik, Begini Strateginya Menurut Pak AR (judul asli; Pemikiran Pak AR tentang Politik) dikutip dari buku Biografi Pak AR karya Sukriyanto AR—anak Pak AR, penerbit Suara Muhammadiyah, Mei 2017. Di buku tersebut ada Bab V tentang Pemikiran-Pemikiran Pak AR (KH Abdur Rozaq Fachruddin, Ketua [Umum] Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1968-1990). 

PWMU.CO – Menurut Pak AR, politik dalam kehidupan berislam penting. Karena yang membuat undang-undang dan peraturan-peraturan adalah orang-orang politik di DPR, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten. Kalau yang membuat undang-undang dan peraturan itu orang-orangnya baik, maka undang-undang dan peraturan-peraturannya juga akan baik.

Karena itu, harus banyak orang Islam yang baik (takut kepada Allah/takwa, pintar, jujur, amanah, adil) yang menjadi anggota DPR baik di tingkat nasional (pusat) maupun di tingkat provinsi dan kabupaten. 

Jika anggota-anggota DPR terdiri dari orang-orang baik, maka undang-undangnya insyaAllah akan baik pula. Selain itu, politik juga berkaitaan dengan pengelola atau pemimpin di pusat, provinsi maupun di daerah kabupaten/kota.

Kalau presiden, gubernur, bupati, wali kota, camat, dan kepala desanya baik, insyaAllah negara dan masyarakatnya juga akan baik. Karena itu, orang Islam termasuk Muhammadiyah, harus berjuang agar bisa menduduki jabatan-jabatan itu, supaya bisa mengatur dan memimpin bangsa dan warga masyarakat dengan baik.

Jadi, niatnya mencari jabatan bukan mencari kekayaan atau fasilitas, tetapi untuk memperjuangkan agama Allah, untuk menyejahterakan rakyat/masyarakat, untuk mengatur negara dan masyarakat agar negara ini baik, warganya baik, rakyatnya sejahtera, maju dan beriman serta taat beribadah kepada Allah atau sering dikatakan haldatun thayyibatun warabbun ghafur

Jadi jangan dijadikan politik sebagai tujuan, tetapi jadikan politik sebagai sarana dan bagian dari dakwah.

Baca sambungan di halaman 2: Muhammadiyah Bukan Parpol

Pak AR (Ilustrasi RH/PWMU.CO)

Muhammadiyah Bukan Parpol

Tentu timbul pertanyaan, Muhammadiyah tidak berpolitik praktis, Muhammadiyah tidak berpartai politik. Betul, Muhammadiyah sudah menetapkan diri sebagai organisasi kemasyarakatan, tetapi hal itu tidak berarti Muhammadiyah antipolitik, tidak.

Muhammadiyah tetap harus berpolitik, seperti KH Ahmad Dahlan sendiri, KH Fachruddin, Ki Bagus Hadikusumo, KH Abdul Kahar Mudzakir, KH Fakih Usman, dan lain-lain.

Caranya bagaimana? Pertama, orang Muhammadiyah khususnya ketuanya, harus bisa berkomunikasi dengan tokoh-tokoh politik siapapun, lebih-lebih yang pikiran/visinya sama atau sejalan dengan Muhammadiyah. Sampaikan berbagai saran dan masukan tentang bagaimana menata dan mengatur negeri dan masyarakat ini.

Dengan tidak berpartai politik, maka tokoh Muhammadiyah lebih-lebih ketuanya bebas berkomunikasi dengan pimpinan partai politik manapun. Tidak ada sekat yang membatasi. Yang penting, pimpinan Muhammadiyah mempersiapkan bahan-bahan (konsep undang-undang dan peraturan-peraturan) yang akan disampaikan atau dikomunikasikan dengan tokoh-tokoh politik dan lembaga-lembaga politik seperti DPR baik pusat maupun daerah. 

Kalau perlu untuk mempersiapkan konsep undang-undang atau peraturan-peraturan daerah itu, pimpinan Muhammadiyah terlebih dahulu meminta masukan dari ahlinya seperti dari ulama Tarjih, dari dosen-dosen ilmu politik, dosen-dosen ilmu hukum, khususnya dosen dari Universitas Muhammadiyah. Setelah konsep tersusun lalu disampaikan kepada tokoh-tokoh politik dan lembaga-lembaga politik. Soal berhasil atau tidak itu urusan lain.

Baca sambungan di halaman 3: Dukung Kader yang Berbakat Politik

Begini cara Pak AR
Pak AR Fachruddin

Dukung Kader yang Berbakat Politik

Yang kedua, siapkan kader-kader muda yang punya perhatian dan bakat dalam bidang politik. Didik mereka agar bisa menjadi politisi yang baik, menjadi negarawan, menjadi pejuang Islam, yang memiliki roh Islam yang kuat, akhlak yang baik, mentalnya kuat dan memiliki ideologi yang kuat. Akhlaknya dibina agar jujur, tanggung jawab, santun tetapi militan, penguasaan politiknya mendalam, ideologinya kuat, berani, bertanggung jawab, komunikatif dan lincah.

Mereka yang kualitasnya baik didorong. Kalau Muhammadiyah punya duit dibantu, dibiayai agar bisa menjadi anggota DPR dan bisa menjadi lurah, camat bupati/wali kota, gubernur, dan atau presiden.

Selain itu, mereka jangan dilepas bebas, tetapi harus selalu dikaruhke, diajak komunikasi, diminta selalu melaporkan kegiatannya, diajak musyawarah, diajak dialog, diberi masukan, kalau keliru diingatkan dengan baik dan didorong, diberi semangat agar berjuang dengan sungguh-sungguh demi agama, bangsa dan negara dengan baik. Insya Allah mereka akan menjadi pemimpin atau anggota dewan yang baik.

Jadi setelah diorbitkan jangan dibiarkan berjalan sendiri. Apalagi kalau keliru malah dimaki-maki, disalah-salahkan. Dalam memperjuangkan Islam para pemimpin Islam harus gigih dan tidak mudah putus asa, mutungan (patah semangat), gela (kecewa), ngambek (mogok), dan sebagainya. Pemimpin Muhammadiyah harus ulet, gigih, ulet, kalau dalam menyampaikan gagasannya belum berhasil, diulangi dua kali, tiga kali, empat kali, dan seterusnya,jangan berhenti. 

Contoh KH Ahmad Dahlan, kalau tidak berhasil mengajak seseorang, ajak anaknya, kalau anaknya tidak berhasil cucunya. Jadi dalam kamus Muhammadiyah tidak ada kata putus asa dan bosan. Harus istikamah dan berjuang terus menerus. Maka para politisi Muhammadiyah harus gigih ulet, kreatif mencari cara yang baik. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version