PHIW Muhammadiyah Mengajak Kita Bersikap Kritis dan Terbuka

Anggota Majelis PAUD Dasmen PDA Gresik dalam Darul Arqam PDA Gresik di Prigen, Kabupaten Pasuruan, Sabtu-Ahad (13-14/1/2024). PHIW Muhammadiyah Mengajak Kita Bersikap Kritis dan Terbuka (Istimewa/PWMU.CO)

PHIW Muhammadiyah Mengajak Kita Bersikap Kritis dan Terbuka; Oleh Estu Rahayu SAg, Wakil Ketua Majelis PAUD Dasmen PDA Kabupaten Gresik dan Guru SMA Muhammadiyah 1 Gresik

PWMU.CO – Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap Muslim. Berapapun usianya, apapun profesinya, dan bagaimanapun kesibukannya. Menuntut ilmu juga tidak memandang waktu, sejak dari buaian hingga ke masuk liang lahat. Dengan  kata lain sejak manusia dilahirkan sampai menjelang kematian.

Jiwa dan semangat belajar ini perlu dipelihara. Tidak hanya ketika bersekolah atau sedang menghadapi ulangan. Namun saat tidak ada tugas, sedang tidak ada guru di kelas ,bahkan saat liburan. Ilmu yang pelajari tidak hanya ilmu yang diajarkan di sekolah dari SD, SMP, SMA, S1, S2, dan S3. Tetapi ilmu Allah itu luas. Setiap kejadian dan peristiwa yang terjadi, ada ilmu pengetahuan yang bisa dipelajari.

Maka, menuntut ilmu bisa sepanjang hayat. Orang yang sudah dewasa juga bisa belajar bersama, dari saling bertukar pengalaman dan pendapat. Mengapa seseorang bisa sukses memiliki perusahaan tetapi dermawan. Mengapa orang yang punya jabatan bisa hidup sederhana tinggal bersama anak buahnya. Mengapa anaknya tukang tambal ban bisa studi sampai ke luar negeri. 

Itu hanya sebagian bahan diskusi yang menarik dan berpikir kritis. Seperti dalam Panduan Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) poin dua ditulis setiap warga Muhammadiyah harus memiliki sifat-sifat ilmuwan, yaitu kritis, terbuka menerima kebenaran dari manapun datangnya dan senantiasa menggunakan daya nalar.

Ilmuwan Bersikap Kritis

Muhammadiyah mendorong warganya yang berprofesi sebagai ilmuwan untuk bersikap kritis. Berpikir kritis adalah cara berpikir yang mendalam, teliti, dan mempertimbangkan banyak sudut pandang dan argumen yang relevan. Artinya saling berhubungan, bersangkut-paut atau ada sebab akibat.

Sebagaimana dalam al-Isra 36, “Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan dimintai pertanggungjawaban.”

Ayat ini mengajak manusia untuk menuntut ilmu yang tidak asal menerima. Tetapi menerima ilmu pengetahuan dengan berpikir kritis. Mengkritisi kebenarannya, asal-usulnya, bagaimana prosesnya, dan apa manfaatnya bagi manusia. Dengan kata lain, berpikir yang melibatkan pendengaran, penglihatan dan hati nurani.

Contoh yang paling relevan adalah Teori Evolusi Darwin tentang asal-usul manusia. Bahwa manusia berevolusi dari spesies kera. Teori ini sempat diajarkan di sekolah, karena siswa cenderung mendengar, maka mereka menerima saja. Namun pertanyaan akan muncul saat melihat, mengamati, dan membandingkan struktur tubuh, bentuk tulang dan bagian-bagian kera dengan manusia.

Teori Evolusi Darwin akhirnya dibantah oleh Harun Yahya (nama aslinya Adnan Hoca) dengan teori yang disebut Kreasionisme Islam. Harun Yahya menjelaskan bahwa Darwinisme  adalah teori yang keliru dan menjauhkan manusia dari Tuhan dan sifat-sifat Ketuhanan. Harun Yahya punya alasannya.

Baca sambungan di halaman 2: Ilmuwan yang Terbuka

Estu Rahayu (kanan) dan Nadhirotul Laily (kedja dari kiri) dari Majelis PAUD Dasmen PDA Gresik mendapat kunjungan dari PCA untuk menimba ilmu tentang PHIW Muhammadiyah dalam Darul Arqam PDA Gresik di Prigen, Kabupaten Pasuruan, Sabtu-Ahad (13-14/1/2024). PHIW Muhammadiyah Mengajak Kita Bersikap Kritis dan Terbuka (Istimewa/PWMU.CO)

Ilmuwan yang Terbuka

PHIWM mengajak ilmuwan bersikap terbuka dan menerima kebenaran dari manapun datangnya. Terbuka artinya membuka diri terhadap perbedaan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan akan terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Terbuka juga bisa dipahami bahwa siapapun bisa menelaah dan mendalami ilmu pengetahuan tanpa dibatasi sesuatu.

Sehingga penemuan-penemuan terbaru lebih mendekatkan diri pada Allah yang Maha Berilmu. Seperti yang tertera dalam az-Zumar 18, “(Yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.”

Ayat ini senada dengan kisah Maurice Bucaille, ilmuwan asal Perancis yang meneliti mumi Fir’aun. Ahli bedah yang beragama Katolik ini terkejut adanya sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh mumi. Penemuan ini memberi petunjuk bahwa Firaun ini meninggal karena tenggelam di laut.

Maurice dibuat bingung mengapa mumi yang sudah lama tenggelam di laut ini kondisinya lebih baik dibanding mumi yang mati normal. Suatu hari, Dia menuju Arab Saudi untuk menghadiri konferensi medis yang diadakan oleh ahli anatomi muslim. Salah seorang peserta membaca Yunus 92.

“Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”

Seperti menemukan jawaban, Maurice berdiri di hadapan peserta dan dengan lantang berkata,” Saya telah masuk Islam dan beriman kepada al-Quran ini.” Sejak saat itu dia menjadi mualaf.

Daya nalar dan logika adalah sifat penting yang harus dimiliki seorang ilmuwan. Hal ini merupakan fitrah manusia yang Allah berikan, yaitu kemampuan membedakan antara yang benar dan yang salah serta mempertahankan kebenaran tersebut. Ujung dari keilmuannya adalah memuji kebesaran Allah SWT seperti yang tertera pada Yunus 10.

”Doa mereka di dalamnya, ialah subhanakallahumma (Maha Suci Engkau Ya Tuhan kami) dan salam penghormatan mereka adalah, ‘Salam.’ (salam sejahtera). Dan Penutup doa mereka adalah,’Alhamdulillahi Rabbilalamin.’ (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam).” (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version