Sai: Susah Payah Dulu, Pasti Dapat Solusi

Sai
Jamaah umrah KBIHU Masyarakat Madani Bojonegoro bersantai di pelataran Masjid Nabawi di Madinah. (Solikhin Jamik/PWMU.CO)

Sai: Susah Payah Dulu, Pasti Dapat Solusi, laporan umrah oleh Sholikhin Jamik dari Madinah.

PWMU.CO – Jumat sore (24/1/2024) bakda jamaah Ashar di pelataran Masjid Nabawi Madinah terasa istimewa bagi jamaah umrah KBIHU Masyarakat Madani Bojonegoro.

Cuaca dingin hampir 10 derajat Celsius. Tapi matahari terang benderang tanpa mendung di langit.

Pengajian terakhir dari tiga kali pengajian membahas rukun umrah sai.

Jamaah memahami fikih sai sekaligus mengambil energi positif hakikat sai dalam kehidupan sehari-hari.

Saya sebagai pembicara menerangkan memulai syariat Sai dengan tahapan berikut.

Pertama, menuju Bukit Shafa

Jamaah menuju Bukit Shafa untuk melaksanakan sai umrah. Setelah mendekati Shafa disunnahkan membaca surah al-Baqarah ayat 158.

Ketika naik di Bukit Shafa dan menghadap ke arah Kakbah hingga melihatnya, jamaah disunnahkan membaca doa tiga kali kalimat takbir. Lalu membaca doa

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ

Tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah segala kerajaan dan segala pujian untuk-Nya. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Kedua, menuju ke Marwah

Jamaah turun dari Shafa lalu berjalan menuju Bukit Marwah. Disunnahkan berlari-lari kecil di antara dua tanda lampu hijau di mas’a atau tempat sai bagi laki-laki yang setelahnya dapat berjalan biasa saat menuju Marwah dan menaikinya.

Tiba di Marwah, jamaah dapat mengulangi lagi apa-apa yang dikerjakan saat di Shafa. Kemudian, jamaah turun dari Marwah dan naik lagi ke Shafa. Hal ini terus dilakukan sebanyak tujuh kali putaran dengan berakhir di Marwah.

Menghadapi Hidup dengan Sai

Salah satu rukun dalam melaksanakan ibadah umrah dan haji adalah sai. Ibadah sai dilakukan dengan berlari-lari kecil atau berjalan dengan bergegas di antara bukit Shafa ke Marwah berjarak 405 meter sebanyak tujuh kali.

Secara bahasa, sai memiliki arti berjuang atau berusaha. Namun kemudian, makna sai dikembangkan menjadi sebuah perjuangan hidup yang dilakukan untuk pribadi, keluarga, maupun masyarakat.

Sai dimaknai sebagai perjuangan hidup yang pantang menyerah dan tidak putus asa. Bahwa hidup harus dijalani dengan penuh kesabaran, ketaqwaan, serta ketawakalan kepada Allah swt.

Sai erat kaitannya dengan kisah Hajar dan putranya Nabi Ismail as. Hajar, istri Nabi Ibrahim, berusaha mencari air untuk Ismail yang kehausan.

Saat itu suaminya, Nabi Ibrahim, sudah pergi meninggalkannya dan Ismail berdua di padang gurun yang tandus.

Waktu suaminya pergitu itu Hajar bertanya, ”Hendak pergi ke manakah engkau Ibrahim?”

Nabi Ibrahim diam saja tak menjawab. ”Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua di tempat sunyi dan tandus seperti ini?” tanya Hajar.

Ibrahim tetap diam. Hajar berkata kembali. ”Adakah ini perintah dari Allah?”

Nabi Ibrahim hanya menjawab, ”Ya”.

Hati Hajar menjadi tenang. ”Jika memang demikian, pastilah Allah tidak akan pernah menyiasiakan nasib kita.”

Kini bekal air sudah habis. Hajar naik ke Bukit Shafa. Tidak menemukan siapapun untuk dimintai tolong. Ia bergegas turun. Ganti naik ke Bukit Marwah. Juga sepi tak ada orang. Bolak-balik naik dua bukit itu berulang kali dia lakukan sampai tujuh kali.

Dengan putus asa dengan hampiri anaknya. Ismail kecil menjejak-jejakkan kakinya ke tanah. Hajar terkejut. Dia melihat tanah di kaki Ismail basah. Lalu dia gali. Air keluar meluber. Dia ambil air itu untuk minum dia dan anaknya.

Itulah mata air zamzam. Tanah Mekkah yang tandus dan sepi akhirnya makmur dengan mata air ini. Tidak pernah surut sampai hari ini.

Hikmah Sai

Pertama, bersikap tawakal kepada Allah seperti Hajar. Ditinggal sendiri bersama anaknya di gurun tandus. Dia percaya suaminya mendapat tugas kenabian dari Allah. Karena itu Allah pasti menolognya.

Berbeda dengan pasrah, tawakal merupakan sikap menggantungkan segala apa yang terjadi sesuai dengan kehendak Allah.

Kedua, mendahulukan ikhtiar. Hajar berikhtiar mencari air. Tiada putus asa berjalan antara bukit Shafa dan Marwah sampai tujuh kali. Akhirnya menemukan air dekat bayinya berbaring.

Jadi ketika mengalami hambatan, ikhtiar lebih dulu dengan tawakal. akhirnya Allah menghadirkan solusi dari arah yang tak disangka-sangka.

Ketiga, ikhlas. Hajar ikhlas menerima ketetapan takdir Allah tanpa mengeluh ditinggalkan Nabi Ibrahim. Ikhlas merawat anaknya. Dengan keikhlasan akan mudah menerima ketetapan Allah.

Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version