Anies Baswedan Kutip Kata-Kata Bijak dari Tiga Bahasa Daerah

Anies Baswedan (Foto gatra.com)

PWMU.CO – Calon Presiden (Capres) nomor urut 1 Anies Baswedan menggunakan tiga bahasa daerah saat menyampaikan visi misinya di Debat Capres Kelima, Ahad (4/2/2024). Ialah bahasa Jawa, Sunda, dan Maluku. 

Di tengah pemaparannya, Anies bertanya retorik, “Apa yang akan kita capai? Satu, kita akan memastikan hidup sehat dan bila sakit ada pertolongan cepat. Tumbuh cerdas dengan biaya terjangkau.”

“Keluarga sejahtera karena upahnya layak. Dan bila membutuhkan diberikan bansos sesuai kebutuhannya, bansos plus. Bukan memberikan bansos untuk kepentingan yang memberi, tapi untuk kepentingan yang diberi. Dan warga negara yang bangga dengan negaranya karena dijaga budayanya dan etikanya dijaga tinggi,” lanjutnya.

“Kita menginginkan persatuan karena ditopang dengan rasa keadilan. Persatuan itu tidak mungkin terjadi dalam ketimpangan. Persatuan membutuhkan rasa keadilan,” imbuhnya di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, itu. 

Karena itu, Anies-Muhaimin mengusung misi mewujudkan bangsa yang sehat, cerdas, sejahtera, berbudaya, dan bersatu. “Kita menyaksikan begitu banyak orang punya prinsip ‘sopo wani rekoso bakal nggayuh mulio‘,” ujarnya dalam bahasa Jawa. 

Pasangan Cawapres Muhaimin Iskandar ini lalu mengartikan, “Siapapun yang bersungguh-sungguh dalam usahanya pasti meraih kemuliaan.” 

Namun Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta periode 2017-2022 itu menggarisbawahi, “Tapi bila kesempatannya ada. Bila kesempatannya tidak ada, menghasilkan frustasi.” 

Selanjutnya, Anies menyampaikan prinsip dalam bahasa Sunda. “Kami ketika menjalankan amanat, maka kami akan memegang prinsip, ‘ngadeg sacekna nila saplasna’,” ujarnya fasih. 

Artinya pun ia sebutkan, “Konsistensi ucapan dan perbuatan menjunjung kejujuran dan kearifan.”

“Ini komitmen kami fokus pada pembangunan manusia Indonesia menghadirkan kesetaraan, keadilan. Dengan seperti itu kita ada persatuan. Perubahan saatnya kita kerjakan!” ujar pria kelahiran Kuningan, 7 Mei 1969 itu.  

Terakhir, ia memakai sapaan dalam bahasa Ambon. “Katong (kita) bergerak untuk perubahan, untuk seluruh rakyat Indonesia di mana pun berada,” tutup lulusan Universitas Maryland itu. (*)

Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version