Gara-Gara Gibran

Gara-gara Gibran
Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Gara-Gara Gibran oleh Sugeng Purwanto, editor PWMU.CO

PWMU.CO – Gara-gara Gibran Komisi Pemilihan Umum (KPU) terbukti melanggar Kode Etik  dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu dalam sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Putusan DKPP dibacakan oleh Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sidang yang disiarkan kanal YouTube DKKP, Senin (5/2/2024). 

Putusan DKPP No. 135-136-137-141-PKE-DKPP/XII/2023 tanggal 5 Februari 2024 amar putusannya menyatakan Teradu Hasyim Asy’ari (Ketua KPU), Yulianto Sudrajat, Agus Mellaz, Betty Epsillon Idroos, Persadaan Harahap, Idham Holik dan Mochammad Afifuddin, semuanya (Anggota KPU), terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Sidang DKPP dibuka karena pengaduan Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).

Mereka mengadukan komisioner KPU menyalahi prosedur setelah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.

Prosedur itu tidak sesuai Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Peraturan KPU itu mencantumkan batasan usia Cawapres minimal 40 tahun. Peraturan itu belum diubah ketika keluar Putusan  Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat Capres/Cawapres: berusia sedikitnya 40 tahun atau pernah atau sedang menjadi kepala daerah.

Gara-gara Gibran, pamannya yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dinilai melanggar kode etik dan dipecat dari jabatannya karena mengeluarkan putusan MK itu.

Sekarang DKPP menjatuhkan sanksi adminsitratif berupa Peringatan Keras Terakhir kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Sedangkan komisoner KPU lainnya mendapat sanksi Peringatan Keras.

Lantas dengan terbitnya putusan DKPP itu bagaimana nasib Cawapres Gibran Rakabuming Raka?

Apakah mendiskualifikasi Cawapres Gibran Rakabuming Raka dan harus diganti? Dan menunda Pemilu untuk memberi kesempatan partai politik pengusung menentukan calon pengganti?

Sekarang tergantung kecerdasan komisioner KPU menanggapi putusan DKPP.  Dulu sikap grusa-grusu merespon putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tentang pelanggaran kode etik hakim konstitusi, KPU masih nekat menerima Gibran.

Padahal sejumlah pihak seperti Denny Indrayana sudah mengingatkan kalau putusan MKMK menyatakan pelanggaran, masih ada waktu mengganti Cawapres Gibrannamun tidak dilaksanakan.

Sekarang bola panas terus menggelinding di tangan KPU. Pemilu 2024 menjadi berkualitas kalau KPU cerdas. Cawapres Gibran jadi biang masalah. Kalau KPU tidak berani bersikap tegas mendiskualifikasi Gibran, muncul masalah lagi seandainya Prabowo-Gibran menang.

Negara dipimpin oleh orang produk pelanggaran kode etik. Bakal menyusul banyak gugatan. Negara jadi kacau. Atas ulah KPU. Gara-gara Gibran. Maka pilihlah yang aman. (*)

Exit mobile version