Fakultas Psikologi UMM Rintis Laboratorium Psikologi Esport

Coach Performance Psychologist Alberta Listiyani Siegit MSc (kiri) dan Dekan Fakultas Psikologi UMM M. Salis Yuniardi SPsi MPsi PhD (tengah) saat workshop dan merintis Laboratorium Psikologi Esport. (Dita/PWMU.CO)

PWMU.CO – Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) merintis Laboratorium Psikologi Esport.

Dari data riset agen komunikasi di Asia Tenggara yang bekerjasama dengan Decision Lab, jumlah penduduk Indonesia yang terlibat dalam olahraga elektronik (Esport) pada 2021 mencapai 52 juta orang. Hal ini menarik perhatian Fakultas Psikologi UMM untuk menggelar workshop dan merintis lab itu, Senin (5/2/2024).

Dekan Fakultas Psikologi UMM M. Salis Yuniardi SPsi MPsi PhD menjelaskan latar belakang mengapa Psikologi mulai masuk ke dalam dunia Esport. Menurutnya, pro players sangat membutuhkan psikolog karena tingginya tekanan dari berbagai hal yang mereka alami.

“Di sisi lain, banyak asumsi mengenai Esport yang mana belum jelas kebenarannya. Sehingga, membuat psikologi harus masuk untuk mempelajari dan meneliti di dalamnya,” terangnya.

Salis menegaskan, sudah seharusnya para pengajar Psikologi memanfaatkan aspek pengajaran, penelitian, dan riset mulai masuk ke dunia Esport. Dari jutaan peminat Esport yang ada, ia sangat menyayangkan jika Psikologi tidak membagi fokus ke sana.

“Psikologi tidak melulu hanya tentang perusahaan dan gangguan mental saja, namun harus bisa melebarkan sayapnya. Salah satunya melalui Esport ini!” pungkasnya.

Perkembangan Esport

Saat workshop di Rayz Hotel UMM (5/2/2024), Coach Performance Psychologist Alberta Listiyani Siegit MSc mengatakan, perkembangan Esport perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Listi, sapaan akrabnya, juga menjelaskan seluk beluk dunia Esport seperti peraturan-peraturan yang ada.

Ia memaparkan terdapat tiga rules yang terdiri dari tiga bagian. Yaitu players (pemain), manager, dan coaches (pelatih). Pada bagian coaches terdapat tiga bagian lagi yaitu technical, physical dan performance.

“Masih banyak tim Esport di Indonesia yang belum mengetahui pentingnya coaches dengan background Psikologi. Padahal untuk meningkatkan performa dari tim harus ada coach yang membimbing dari segi mental dan fisiknya. Oleh karena itu, peluang seorang psikolog menjadi lebih besar untuk masuk ke ranah esport pada masa ini,” jelasnya.

Selain itu, ia memaparkan perbedaan mobile Esport players dengan PC Esport players. Seseorang yang berkarir di mobile Esport players bisa dibilang sangat singkat, karena mereka hanya bisa eksis mulai umur 16-23 tahun saja. Di samping itu, mobile Esport players juga sangat fleksibel.

Pemain dapat bermain menggunakan smartphone merek apapun, asalkan mendukung aplikasi. “Sayangnya, tak mudah menjadi seorang players dari mobile Esport. Syarat utamanya adalah harus berhenti sekolah. Banyak orang tua tidak setuju hal tersebut,” kata Listi.

Menurutnya, kebanyakan pemain berasal dari kalangan menengah ke bawah. Terutama mereka yang kesulitan dengan biaya sekolah dan kurang dukungan dari orang tua untuk melanjutkan sekolah. Hal itu menjadi peluang besar bagi mereka untuk mengejar karir di dunia mobile Esport ini.

“Berbeda dengan mobile Esport, PC Esport players memiliki jenjang karir yang lebih lama yaitu mulai 17-29 tahun. Kebanyakan mereka dari PC players juga menempuh pendidikan tinggi ataupun sudah bekerja,” terangnya.

“Peminat PC players kebanyakan berasal dari kalangan menengah, karena dari alat yang diperlukan juga tidak murah. Mulai dari PC high end sampai alat pendukung lainnya,” tambahnya. (*)

Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version