Hukum Puasa bagi Orang Pikun

Hukum Puasa bagi Orang Pikun (Ilustrasi freepik.com premium)

Hukum Puasa bagi Orang Pikun; Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid al-Huda Berbek, Waru, Sidoarjo

PWMU.CO – Kajian ini berdasarkan hadits sebagai berikut: 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أُتِيَ عُمَرُ بِمَجْنُونَةٍ قَدْ زَنَتْ فَاسْتَشَارَ فِيهَا أُنَاسًا فَأَمَرَ بِهَا عُمَرُ أَنْ تُرْجَمَ مُرَّ بِهَا عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَقَالَ مَا شَأْنُ هَذِهِ قَالُوا مَجْنُونَةُ بَنِي فُلَانٍ زَنَتْ فَأَمَرَ بِهَا عُمَرُ أَنْ تُرْجَمَ قَالَ فَقَالَ ارْجِعُوا بِهَا ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْقَلَمَ قَدْ رُفِعَ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَعْقِلَ قَالَ بَلَى قَالَ فَمَا بَالُ هَذِهِ تُرْجَمُ قَالَ لَا شَيْءَ قَالَ فَأَرْسِلْهَا قَالَ فَأَرْسَلَهَا قَالَ فَجَعَلَ يُكَبِّرُ حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ نَحْوَهُ وَقَالَ أَيْضًا حَتَّى يَعْقِلَ وَقَالَ وَعَنْ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَفِيقَ قَالَ فَجَعَلَ عُمَرُ يُكَبِّرُ حَدَّثَنَا ابْنُ السَّرْحِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ عَنْ سلَيْمَانَ بْنِ مِهْرَانَ عَنْ أَبِي ظَبْيَانَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مُرَّ عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِمَعْنَى عُثْمَانَ قَالَ أَوَ مَا تَذْكُرُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ الْمَجْنُونِ الْمَغْلُوبِ عَلَى عَقْلِهِ حَتَّى يَفِيقَ وَعَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ قَالَ صَدَقْتَ  قَالَ فَخَلَّى عَنْهَا

Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Didatangkan kepada Umar seorang wanita gila yang berbuat zina, Umar lalu minta masukan pendapat kepada orang-orang. Kemudian ia memerintahkan agar wanita itu dirajam. Wanita itu lalu dibawa melewati Ali bin Abu Thalib—semoga Allah meridhainya–ia bertanya, “Ada apa dengan wanita ini?” Orang-orang menjawab, “Wanita gila dari bani fulan, ia telah berbuat zina. Dan Umar memerintahkan agar ia dirajam saja.”

Ibnu Abbas berkata, “Ali kemudian berkata, “Bawalah ia kembali.” Ali lantas mendatangi Umar dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau tahu bahwa pena pencatat amal itu diangkat dari tiga golongan manusia; orang gila hingga ia sembuh, orang tidur hingga ia terbangun dan anak kecil hingga ia balig?” Umar menjawab, “Tentu.” Ali bertanya lagi, “Lalu kenapa wanita ini dirajam?” Umar menjawab, “Tidak apa-apa.” Ali berkata, “Lepaskanlah ia.” Ibnu Abbas berkata, “Umar kemudian membebaskan wanita tersebut.

Lalu Umar pun bertakbir.” Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa berkata, telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Al A’masy seperti hadits tersebut. Ia menyebutkan, “Hingga berakal.” Dalam riwayat lain, “Orang gila hingga ia sadar.” Perawi berkata, “Umar kemudian bertakbir.” Telah menceritakan kepada kami Ibnu As Sarh berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb berkata, telah mengabarkan kepadaku Jarir bin Hazim dari Sulaiman bin Mihran dari Abu Zhabyan dari Ibnu Abbas ia berkata, “(wanita) itu lalu dibawa melewati Ali bin Abi Thalib –yakni sama dengan hadits Utsman—ia berkata, “Tidakkah engkau ingat (wahai Amirul Mukminin) bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda, “Pena pencatat dosa itu diangkat dari tiga golongan; orang gila hingga ia waras, orang tidur hingga ia terbangun dan anak kecil hingga bermimpi basah?” Umar menjawab, “Engkau benar.” Lalu Umar melepaskan wanita itu.” (HR. Abu Dawud)

Pikun

Setiap manusia jika berumur panjang akan memiliki kehidupan dengan usia yang menua. Dalam keadaan demikian ada kalanya kemudian terjadi penurunan kemampuan otaknya atau kemampuan berpikirnya. Sampai pada tataran tertentu bahkan sampai parah karena ia sendiri tidak lagi mampu mengontrol perbuatan dirinya sendiri. 

Hal ini di dalam masyarakat sering kali dianggap wajar karena sudah sesuai dengan usianya yang semakin lanjut. Oleh karena itu bagi orang tua yang sudah pikun semua aktivitasnya dimaklumi sehingga tidak perlu ada pendampingan yang serius. Padahal pikun bisa jadi merupakan penyakit yang ternya tidak semua orang yang lanjut usia mengalaminya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pikun/pi·kun/ a 1 kelainan tingkah laku (sering lupa dan sebagainya) yang biasa terjadi pada orang yang sudah berusia lanjut; linglung; pelupa. Sedangkan menurut istilah kedokteran orang yang mengalami penurunan kemampuan daya ingat, berpikir dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari itu disebut Demensia. penyebab Demensia itu ada beberapa di antaranya adalah penyakit Alzheimer, penyakit ini tergolong penyakit degeneratife yaitu penyakit kronis yang muncul akibat penurunan fungsi organ atau jaringan. 

Ada yang berpendapat bahwa pikun itu azab, benarkah demikian?. Dalam istilah medis bukankah pikun merupakan bagian dari penyakit? Maka jika pikun dianggap sebagai azab, maka hal ini juga berlaku bagi penyakit-penyakit lainnya tentunya. Sebagai seorang mukmin kita wajib meyakini, bawa semua yang terjadi pada diri kita adalah atas dasar takdir Allah. Sedangkan jika berupa sesuatu yang tidak baik maka harus diyakini bahwa itu karena ada kesalahan yang kita harus selalu introspeksi diri dan mawas diri. Dalam keadaan demikian kita harus sabar dan akan diberikan pahala yang tak terhingga.

Dalam istilah medis pikun itu bisa dihindari, yakni bagaimana terkait pola hidup kita yang harus selalu sehat. Hal ini terkait dalam rangka menjaga kesehatan jasmani dan rohani. Dua hal yang menjadi unsur setiap manusia. Tentu jika pikun disebabkan oleh karena sebelumnya pernah kecelakaan atau terbentur kepalanya dan sejenisnya, maka hal itu menjadi bagian dari takdir yang harus diterima dengan lapang dada.

Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berdoa agar terhindar dari penyakit pikun. 

عَنْ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَالْهَرَمِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ. رواه البخارى

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu berkata, Nabi ﷺ selalu mengucapkan, “Allahumma inni a’uudzubika minal ‘ajzi wal kasali wal jubni wal bukhli wal harami wa a’uudzubilka min ‘adzaabil qabri wa a’uudzubika min fitnatil mahyaa wal mamaat (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, pengecut, kekikiran dan kepikunan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian.”. HR. Bukhari

Mengganti dengan Membayar Fidyah

Sebagaimana dalam hadits di atas, bagi orang yang telah kehilangan akal sehatnya atau gila maka dia terbebas dari beban taklif. Lima sarat sahnya bagi orang yang berpuasa Ramadhan yaitu: muslim, berakal, usia baligh, mampu atau kuat menjalakannya dan mengetahui waktu masuknya bulan suci Ramadhan.

Apakah orang yang sudah pikun dapat disamakan dengan orang gila? Jika sama maka ia terbebas dari beban taklif sebagaimana hadits di atas. Sehingga yang harus diketahui adalah seberapa tingkat kepikunannya itu. Orang gila jelas telah kehilangan akal sehatnya, sehingga tidak mungkin ia mendapatkan tanggung jawab dalam kehidupannya. Lalu bagaimana dengan orang yang sudah pikun?

Tentu berbeda antara keduanya. Orang yang pikun ia masih memiliki kesadaran walaupun kadang timbul tenggelam. Maka tanggung jawab ini ada pada keluarganya, khususnya anak-anaknya. Maka dalam melaksanakan ibadah harus selalu dibimbingnya, sebagai bagian dari cara berbakti setiap anak kepada kedua orang tuanya. Dalam keadaan demikian jika ia tidak berpuasa maka harus membayar fidyah, memberi makan kepada kaum miskin sebanyak ia meninggalkan puasanya. 

Terkait berkurangnya kemampuan akal dalam berpikir ini, ternyata memang banyak jenisnya termasuk pikun, amnesia dan lain sebagainya. Semoga ada pihak-pihak yang lebih berkompeten dalam hal ini memberikan penjelasan yang lebih tepat, sehingga hukum bagi mereka juga akan sesuai dengan syara’. 

Berbakti kepada orang tua ini harus terus dilakukan sebagai kewajiban setiap anak kedua orang tuanya. Sekalipun ia sudah sangat tua dan bahkan dalam keadaan pikun. Isyarat itu tertera dalam firman Allah surah al-Isra’ ayat 23.

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (al-Isra’: 23)

Isyarat Rasulullah semua penyakit ada obatnya kecuali satu penyakit yaitu pikun. 

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ شَرِيكٍ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابَهُ كَأَنَّمَا عَلَى رُءُوسِهِمْ الطَّيْرُ فَسَلَّمْتُ ثُمَّ قَعَدْتُ فَجَاءَ الْأَعْرَابُ مِنْ هَا هُنَا وَهَا هُنَا فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَتَدَاوَى فَقَالَ تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمُ. رواه ابو داود

Dari Usamah bin Syarik, ia berkata: Aku pernah mendatangi Nabi ﷺ dan para sahabatnya, dan seolah-olah di atas kepala mereka terdapat burung. Aku kemudian mengucapkan salam dan duduk, lalu ada seorang Arab Badui datang dari arah demikian dan demikian, mereka lalu berkata: “Wahai Rasulullah, apakah boleh kami berobat?” Beliau menjawab: “Berobatlah, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak menciptakan penyakit melainkan menciptakan juga obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu pikun.” (HR Abu Dawud)

Wallahu a’lam bishshawab. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version