SD Muhita Gelar Talkshow, Ini Pesan untuk Gen Z

Jihadul Islam (kanan) memberikan tausiyah pada acara Talkshow We Are Gen Z, Bukan Zombie bersama Ustadz Suwandi (tengah) (Istimewa PWMU.CO)

PWMU.CO –  SD Muhita menggelar Talkshow dengan tema We Are Gen Z, Bukan Zombie di Taman Alun-Alun Tanggul Jember, Rabu (27/3/2024).

Talkshow dalam rangkaian acara Daurah Ramadhan yang dilaksanakan Selasa hingga Kamis (26-28/3/2024) yang diselenggarakan oleh SD Muhammadiyah 01 Tanggul (SD Muhita) Jember ini mengundang dua narasumber yaitu Suwandi Husaini SKomI MPd dan Jihadul Islam ST.

Dalam sambutannya, Kepala SD Muhita Nur Sabaha SThI MPdI menjelaskan di tahun sebelumnya acara Daurah Ramadhan dilaksanakan di dalam sekolah. Untuk tahun ini dilaksanakan di lingkungan sekitar kita yaitu di alun-alun Tanggul.

“Yang ditunggu-tunggu dari acara ini adalah berbuka puasa. Silakan nanti anak-anak bisa menikmati kuliner di sekitar alun-alun Tanggul setelah acara membantu para penjual agar dagangannya laris,” ucapnya.

Dia berharap acara ini dapat bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah maupun Nasyiatul Aisyiyah dalam mencari kader dari SD Muhita, maka siswa perlu mengikuti acara ini dengan tertib dan hikmat.

Hal yang sama juga disampaikan Camat Tanggul. Dalam sambutannya Hanifah SPt MSi bercerita tentang Nabi Muhammad saw ketika masih usia anak-anak.

“Dulu Nabi Muhammad ketika masih kecil sekitar usia 12 tahun beliau menggembala ternak di padang pasir. Suhunya lebih panas daripada di Tanggul, tumbuhannya juga tidak sebanyak di Tanggul. Ketika siang hari, Nabi Muhammad tidak ada yang memanggil beliau untuk pulang menggembala. Setiap hari yang dilalui rasanya seperti puasa,” tutur Hanifah.

Hanifah menyampaikan rasa syukur kepada Allah bahwa di Indonesia apalagi di zaman sekarang disuguhkan berbagai kemudahan-kemudahan yang luar biasa.

Hanifah bercerita dulu Nabi Muhammad sudah merasakan hidup tanpa ayah dan ibu. “Nabi Muhammad bertahun-tahun hidup tanpa ayah dan ibu,” ucapnya.

Hanifah melanjutkan dengan ceritanya semasa sekolah. Dulu di sekolahnya tidak ada acara seperti ini. Hanifah menghimbau kepada siswa untuk mendengarkan materi yang disampaikan oleh narasumber dengan penuh konsentrasi mumpung bulan Ramadhan. Karena bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk meningkatkan amal ibadah kita.

Setelah bulan Ramadhan, Hanifah berharap semangat siswa bisa meningkat apalagi akan memasuki jenjang SMP. “Belajar ditingkatkan, ngaji ditingkatkan, salatnya usahakan jangan ada yang bolong-bolong. Semoga setelah lulus SD nanti masuk SMP yang terbaik,” pesannya.

Hanifah berpesan informasi yang ada di media sosial seperti di TikTok, Instagram, dan sebagainya harus disaring. Tidak melulu langsung dishare, tidak terjebak hoax, tidak mudah berkomentar apalagi menghakimi dan mempermalukan orang lain.

Hanifah melanjutkan dengan cerita tentang akhlak agar tidak mempermalukan orang lain. Di sebuah negara timur biasanya kalau makan disediakan kobokan untuk tempat mencuci tangan. Biasanya diwadahi mangkok. Sedangkan, kalau di Amerika dan negara-negara benua Eropa tidak disediakan.

Suatu hari raja dari negara timur ini mengundang para pimpinan dari negara barat dalam rangka buka bersama. Menjelang maghrib, raja dan para pimpinan dari negara barat duduk melingkar, mereka disediakan makanan dan air kobokan untuk mencuci tangan.

“Ketika adzan magrib berkumandang, air kobokan itu langsung diminum oleh orang-orang negara barat tadi. Karena mereka merasa segar setelah meminum air kobokan itu,” ceritanya.

Sang raja dari negara timur adalah orang Islam yang baik. Beliau tidak ingin orang-orang yang diundangnya malu. Sang raja langsung meminum air kobokan juga agar tamu beliau tidak malu. Itu merupakan akhlak yang bagus. Maka Hanifah menekankan jangan sampai mempermalukan teman kita di media sosial.

Hanifah menjelaskan manusia memiliki sifat dasar ketika dipermalukan di tempat umum yaitu cenderung menolak dan sedih yang luar biasa. Karena media sosial adalah ruang publik, jangan sekali-kali mempermalukan teman kita di media sosial. Hanifah berpesan kepada siswa untuk mengikuti kegiatan ini dengan baik.

Bukan Generasi Zombie

Dalam materinya, Jihadul Islam menyampaikan salah satu ciri Gen Z itu nggak suka yang ngomong tok, karena kalau kebanyakan ngomong kita jadi zombie. “Kebetulan nama kita sama Pak Jihad,” selorohnya kepada moderator dan penonton.

Dia menjelaskan ciri selanjutnya adalah ketika melihat uang, kedua matanya langsung berbinar. Tema dalam acara ini menarik yaitu generasi sekarang tidak lepas dari HP.

“Ciri-ciri zombie itu menunduk kalau tidak ada mangsa, kalau ada mangsa/tujuan ndangak,” tuturnya.

Dia menuturkan, generasi Z bukan generasi yang buruk asalkan dia punya tujuan. Seperti yang diceritakan ayahnya, bahwa orang kalau tidak punya tujuan seperti bathang uripan, dianggap bangkai tapi hidup, dianggap hidup tapi bangkai.

“Maka dari itu perlu menjadi generasi Z agar menjadi zombie yang baik,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan, tujuan sekolah mencari ilmu itu sudah baik. “Ilmu didapat dari guru, kalau gurunya gak masuk seneng,” candanya.

“Kita di sekolah ngapain? Mencari ilmu. Jika gurunya gak masuk, ya cari gurunya karena tujuan kita gak didapatkan,” jelasnya.  Dia menuturkan generasi Z dianjurkan memiliki cita-cita dan harus digapai dengan cara apapun, bukan dengan cara mencuri tapi dengan bersekolah dan kegiatan yang positif, salah satunya ikut Dauroh Ramadhan. “Jika tidak begitu maka menjadi penyakit di masyarakat,” tegasnya.

Dia mengatakan agar generasi Z tidak menjadi zombie, dia harus menentukan tujuan, baik tujuan jangka panjang maupun pendek. Ketika sekolah misalnya, besok harus tahu pelajarannya apa saja. Siapkan bukunya dan review materinya.

Dalam materi kedua, pemateri Suwandi menjelaskan ada beberapa macam sebutan generasi. “Kelahiran tahun 1946 – 1964 adalah generasi baby boomer. Yang kedua, kelahiran 1965 – 1980 disebut generasi X karena di zaman itu, komputer mulai ada. Berikutnya adalah generasi yang lahir antara tahun 1981 – 1994 atau 1996 disebut generasi milenial termasuk ibu-ibu dan termasuk saya juga,” katanya.

Suwandi melanjutkan kata para peneliti yang paling beruntung generasi milenial, karena mereka lahir di antara dua keadaan, dulu waktu kecil asyik bermain permainan tradisional, kemudian kami ternyata masih hidup yang dinikmati generasi Gen Z yang lahir tahun 1996 ke atas.

Gen Z, lanjutnya,  seperti kata Jihadul Islam tadi ciri-cirinya tidak perlu banyak omong. Anak-anak zaman dulu masih mau ditanyakan cita-citanya mau jadi apa, sedangkan anak-anak sekarang hanya perlu ditanyakan mau membuat apa.

Gen Z itu termasuk yang disebutkan oleh Profesor Rhenald Kasali di dalam bukunya Generasi Stroberi, bahwa generasi di atas th 2012-2013 disebut generasi alfa, itu generasi setelah Gen Z. Agar Gen Z tidak menjadi zombie yang menularkan penyakit pada generasi selanjutnya harus menghilangkan penyakit beberapa penyakit.

Di antara penyakitnya malas, linglung, dia hanya hidup di dunia maya tidak di dunia nyata. “Bahkan sampai lupa kalian sudah makan atau belum. Lupa sudah belajar atau belum. Lupa sudah shalat atau belum, karena keasyikan medsos. Bahkan ketika shalat lupa rakaat ke berapa karena takut telat gamenya,” ucap pimpinan Lembaga Dakwah Komunitas di PDM Jember tersebut.

Dia menuturkan, Gen Z generasi yang rapuh karena dunianya adalah dunia maya, tidak siap dengan dunia nyata. Kenapa disebut stroberi? Karena generasi rapuh padahal stroberi indah, bentuknya unik, tapi rapuh dan mudah lecet.

“Maka dari itu agar menjadi generasi tangguh harus menyiapkan mental untuk hidup di dunia nyata, katanya.

Hidup di dunia nyata mementingkan proses daripada hasil. Sedangkan kelemahan dari Gen Z ingin cepat dapat hasil, termasuk game dan makan mie instan. Gen Z sering dapat info hoax. Misalnya, mie instan paling banyak disukai adalah mie goreng padahal proses memasaknya dengan cara direbus.

“Tidak sama dengan yang ada di dunia nyata dengan yang ada di dunia maya. Bahkan teh gelas saja diisi di botol,” ucapnya.

Gen Z mudah rapuh karena mereka kehilangan idola. “Dia mudah percaya dengan omongan orang, diomongin rambutnya jelek padahal sudah rapi, sampai ada yang tidak mau potong rambut tapi karena percaya temannya ngomong, kalau dipotong jadi gak gaul,” tuturnya.

Suwandi menjelaskan banyak generasi sekarang rapuh karena banyak yang memilih jalan pintas untuk mengakhiri hidup ketika mereka dinilai buruk. Mereka perlu menyadari bahwa keberhasilan di dunia nyata dilalui melalui proses yg panjang, tidak seperti buah stroberi yg indah tapi rapuh, tapi seperti buah kelapa di mana santannya melalui proses yang panjang.

“Pohon kelapa muncul di atas ketinggian, meskipun dilempar ke bawah tidak lecet. Dipetok lagi, dijambak, dicongkel, diparut, diperas, lalu jadi sari pati yang bernama santan. Pada akhirnya santan dimanfaatkan jadi gulai yang disukai banyak orang,” jelasnya.

Dia berpesan kepada siswa agar jangan jadi stroberi yang indah namun mudah lecet “Jadilah generasi kelapa siap dilempar, siap dijambak, siap ditusuk, siap dikasih motivasi yang pahit agar menjadi pribadi yang sukses, karena kesuksesan tidak bisa diraih dengan leha-leha,” katanya. (*)

Penulis Muhammad Arief. Editor Ichwan Arif.

Exit mobile version