Empat Tipe Keluarga dan Pengaruhnya bagi Anak

Empat tipe keluarga
Nofan Arifianto mengisi parenting di SD Mumtaz. (Arif Yuli/PWMU.CO)

PWMU.CO – Empat tipe keluarga dibahas di acara motivasi kelas 6 SD Muhammadiyah 1 dan 2 Taman Sepanjang Sidoarjo di Aula Mas Mansyur PCM Sepanjang, Sabtu (27/4/2024)

Dihadiri 392 orang terdiri siswa dan orangtua SD Mumtaz, sebutan populer sekolah ini. Tema acara Meraih Prestasi dengan Akhlak dan Ilmu.

Hadir sebagai motivator Nofan Arifianto MPd. ”Dambaan orangtua kepada anaknya seperti doa Nabi Ibrahim as kepada Allah seperti di surat as-saffat ayat 100. Rabbi habli minas saalihiin yang artinya ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku anak saleh,” kata Nofan.

Untuk menjadikan anak saleh dia menjelaskan tergantung kondisi keluarga. Ada empat tipe keluarga dalam sebuah rumah tangga.

Pertama, keluarga seperti rumah sakit. Rumah berisi orang yang sakit. Tandanya sering mengeluh, dan banyak masalah.

”Tidak ada kebahagiaan di dalamnya,” katanya Nofan Arifianto.

Kedua, keluarga seperti pasar. Tandanya ramai, kotor.

”Rumah tangganya gaduh tidak ada ketenangan di dalamnya,” ujarnya.

Ketiga, keluarga seperti kuburan. Tandanya sepi, sunyi, gelap, dan mencekam. ” Menakutkan bagi penghuninya,” tuturnya.

Keempat, keluarga seperti masjid. Di dalamnya dihuni orang-orang ahli ibadah, tempat shalat, mengaji.

”Orangtua menjadi role model yang baik bagi anaknya, keluarga yang membawa kedamaian dan ketenangan,” katanya.

Trainer Ummi ini menerangkan, kalau kita ingin mempunyai anak yang saleh atau salehah, anak yang dapat meraih prestasi dengan akhlak dan ilmu maka syaratnya sebagai orangtua harus bisa menjadi role model yang baik bagi putra-putrinya. 

”Role model adalah panutan, teladan, yang baik, patut dicontoh oleh anaknya. Pendidikan terbaik adalah keluarga,” tandasnya.

Alumnus Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo tahun 2005 ini menyampaikan jangan sampai seorang anak, di lingkungan keluarga yaitu ayah ibunya tidak dapat role model yang baik.

Anak lalu mencari role model di media sosial. Mendapatkan panutan atau contoh dari temannya yang salah dan tidak baik. Maka di situlah awal mula seorang anak mempunyai karakter dan perilaku yang negatif.

”Prestasi seorang tidak hanya diukur oleh keberhasilan bidang akademik atau non akademik saja. Contoh juara satu Olimpiade Matematika, hafidh Quran. Tetapi ada contoh yang tak kalah penting melaksanakan shalat lima waktu tanpa disuruh orangtua,” tuturnya.

Contoh lagi akhlak kepada orangtua sangat baik. ”Jadi nilai prestasi anak tidak hanya dilihat dari prestasi yang bersumber pada bakatnya saja,” tandasnya.

Penulis Arif Yuli Purwanto  Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version