Motivator Pashmina dan Kader Kesehatan Nasyiah Kuliah Fikih Kesehatan Perempuan dan Anak

Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PWM Jawa Timur Prof Dr Uril Bahruddin MA memberikan kuliah tentang fikih. (Sayyidah Nuriyah/PWMU.CO)

PWMU.CO – Motivator Pashmina dan kader kesehatan kuliah Fikih Kesehatan Perempuan dan Anak, Sabtu (11/5/2024) pagi di Gedung BPSDM Jawa Timur, Jalan Kawi Nomor 41 Kota Malang. 

‘Kuliah’ ini disampaikan Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Prof Dr Uril Bahruddin MA. Prof Uril mendapat amanah menyampaikan materi pertama itu di Pelatihan Motivator Pashmina dan Kader Kesehatan yang diadakan PW Nasyiatul Aisyiyah (NA) Jawa Timur.

Guru Besar Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim atau Universitas Islam Negeri Malang itu menjelaskan secara lengkap tentang fikih. Ia mengungkapkan, mungkin peserta akan merasakan kuliah fikih. Karena ia akan memaparkan secara mendalam tentang fikih.

“Fikih itu pemahaman yang mendalam. Tidak sekadar pemahaman. Fikih kesehatan perempuan dan anak berarti memahami hukum terkait kesehatan perempuan dan anak,” ungkapnya.

Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Batu yang membidangi Majelis Tarjih ini kemudian memaparkan maslahat atau maqashid al-khamsah. “Lima hal mendasar yang menjadi acuan seluruh kegiatan kita. Lima kemaslahatan ini dalam agama Islam menjadi kunci,” ungkapnya.

Pria yang menempuh pendidikan SD di Ngemboh, Ujungpangkah, Gresik, Jawa Timur, ini pun memaparkan satu per satu. Pertama, ad-din (agama). Menjaga agama. “Alhamdulillah persyarikatan dengan yang dimilikinya menjadi perhatian kita. Yang bertentangan agama, kita tolak,” ujarnya.

Kedua, an-nafs (jiwa manusia). “Muslim maupun non Muslim dijaga jiwanya dalam Islam. Yang mengancam jiwa hukumannya berat. Itu bukti kita concern menjaga keberlangsungan jiwa,” ungkap Prof Uril.

Ketiga, al-aql (akal). “Harus dijaga dengan baik. Akal tidak boleh diganggu sama sekali. Maka Islam campur tangan. Segala hal bertentangan dengan akal sehat itu dilarang,” terangnya.

Keempat, an-nashr (keturunan). “Ini bagian terpenting. Ada syariat pernikahan, kesehatan perempuan dan anak untuk menghormati menjaga keberlangsungan an-nashr. Makanya di dalam Islam ada perkawinan, menyusui anak dalam kurun waktu tertentu, merawat anak dalam masa tertentu,” jelasnya.

Kenapa perkawinan dengan saudara dekat tidak boleh? Prof Uril mengungkap, “Karena menurut kesehatan, misal pernikahan antarsaudara kandung akan menghasilkan keturunan yang tidak baik. Meski halal, pernikahan sepupu itu tidak dianjurkan karena masih terlalu dekat.”

Ia juga menekankan, pernikahan sejenis dilarang agama karena tidak bermanfaat untuk nashr. “Justru berimbas pada kerusakan akal. Karena mengganggu keberlangsungan nashr dan akal,” imbuhnya.

Fikih Klasik

Kelima, al-mal (harta). “Harta di dalam Islam sangat penting, harus dijaga. Segala hal terkait harta, hukumnya berat dalam Islam,” ungkapnya.

Maka, lanjut Prof Uril, ada pertanyaan khusus sebelum kaki hamba bergeser dari tempatnya di hari kiamat terkait harta.  “Darimana kamu mendapatkan uang itu dan untuk apa (bagaimana) uang itu kalian belanjakan?” ungkapnya.

Di fikih, katanya, apapun tujuannya mesti mengacu ke lima hal itu. “Yang paling dominan terkait nashr, menjaga keberlangsungan keturunan. Memang ada kaitannya dengan akal. Kalau tidak disiapkan dengan baik mungkin anak tumbuh dengan akal kurang sempurna. Terkait nafs juga,” ujarnya.

Dalam ilmu kedokteran, kata Prof Uril, sampai berapapun prosentase kemungkinan hidup itu harus dijaga. “Ilmu kesehatan sesungguhnya ilmu Islami. Karena keberadaannya untuk menjaga kemaslahatan lima yang disepakati para ulama,” imbuhnya.

Pria yang SMP hingga Ponpes belajar di Karangasem Paciran Lamongan itu pun menguraikan tema-tema fikih klasik. Pertama, bersuci (thaharah). Bab ini kata dia juga membahas termasuk menyucikan hati. Ini diletakkan pertama berdasarkan urgensinya untuk diterapkan.

Kedua, ibadah. Ketiga, muamalah. Keempat, hukum keluarga (menikah). Kelima, pidana. Yakni menyelesaikan persoalan dengan hukum Islam.

Kembangkan Fikih

Apakah mungkin fikih dikembangkan? Prof Uril menegaskan itu mungkin dilakukan. “Fikih bukan al-Quran, bukan Sunnah. Fikih itu pemahaman. Kalau Quran dan Sunnah tidak boleh ditambahi dan dikurangi,” ungkapnya.

Ia menceritakan, pernah ada ulama yang usul urutan Quran diubah. “Karena ternyata banyak cerita yang terulang. Bagaimana kalau diurutkan berdasarkan tema pembahasannya sehingga menjadi satu pembahasan yang utuh,” ujarnya.

Ulama yang usul ini, lanjutnya, ditentang keras. “Tidak mungkin Quran diubah sedikit pun, suci. Bukan hanya hukumnya yang suci, pilihan katanya suci betul,” ujarnya.

Kenapa fikih bisa dikembangkan? Prof Uril mengungkap, Islam itu komprehensif. “Seandainya kita temukan persoalan seolah belum ada di Quran maka perlu kita kembangkan fikih. Dalam kehidupan beragama ini ada hal yang disebut al-tsawabit, tetap, berubah hukumnya. Seperti kewajiban, jumlah rakaat, dan waktu pelaksanaan shalat lima waktu,” ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan menutup aurat termasuk tsawabit, yang paling prinsip. Tapi warna kerudung tidak. “Masalah warna itu pilihan. Kalau diwajibkan warna kerudung hitam, NA kerudungnya salah semua karena warna kerudungnya kuning. Di Islam tidak demikian. Meski kerudung hitam tapi kalau terlihat rambutnya ya sama saja tidak menutup aurat,” jelasnya.

Selain itu, fikih dikembangkan karena perkembangan aspek kehidupan semakin kompleks. Kata Prof Uril, fikih tidak hanya tema tapi juga metode.

Fikih Kesehatan Perempuan

Kenapa perlu ada fikih kesehatan? Prof Uril menyatakan, karena manusia punya jasad, akal dan hati. Maka perlu ada fikih kesehatan agar manusia normal sesuai yang Allah ciptakan di mana ketiga unsur itu harus sehat.

“Tidak hanya kesehatan badan tapi juga kesehatan mental. Badan kita biar sehat ada menunya, makan makanan sehat untuk menjaga kesehatan badan. Makanan dijaga. Menu olahraga perlu ada untuk memastikan kesehatan badan,” terangnya.

Kemudian, Prof Uril menegaskan, menjaga kesehatan hati juga ada menunya. Contoh, membaca Quran. “Misal membaca Quran 1 juz selama pelatihan sehari ini,” ujarnya.

Adapun menu akal contohnya kajian tentang fikih pagi hingga siang itu. “Di setiap kegiatan kita, tiga menu ini harus terpenuhi,” ujarnya

Adapun terkait fikih kesehatan perempuan, ia menguraikan beberapa hal. Pertama, kesehatan umum. “Ada pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Kalau menjaga lebih baik. Tidak hanya uang yang perlu dikeluarkan untuk berobat, keluarga juga terlibat jika sudah sakit,” terangnya.

Kedua, perawatan rutin. Ketiga, saat hamil dan melahirkan. Keempat, pengaturan keturunan.

Terkait bayi tabung, Prof Uril menyatakan jawabannya tidak bisa hitam putih. “Semua tergantung situasi dan kondisi masing-masing. Dalam menentukan hukum, banyak variabelnya. Misal, variabel keadaan darurat. Itu membuat sesuatu yang haram jadi halal,” jelasnya.

Lebih lanjut, katanya, Allah SWT mengatakan, “Kita tidak dianjurkan meninggalkan keturunan yang lemah. Berarti kita harus bisa memiliki keturunan yang kuat.”

Terkait keturunan, Prof Uril menyampaikan, ada juga yang mengatakan kalau membatasi tidak boleh tapi kalau mengatur boleh. “Pendapat yang membolehkan dengan alasan tertentu, itu masalah pendapat, semua ada dalilnya. Jangan menyalahkan orang. Selama ada dalilnya, selama itu pula kita harus memahami perbedaan di orang lain,” ungkapnya.

Kelima, fertilitas (kesuburan) dan infertilitas. “Jangan hanya perempuan yang disalahkan, laki-laki juga ada yang seperti itu,” ujarnya.

Keenam, penyakit khas perempuan. Alhasil, ia menyimpulkan, cara menentukan hukum terhadap persoalan itu berdasarkan kaidah fikih yang dihadapi.

Di sesi tanya jawab, muncul pertanyaan, “Apakah mengalami flek keguguran boleh shalat? Karena setelah melahirkan ada nifas. Kalau keguguran juga ada flek tapi tidak sebanyak nifas.”

Prof Uril pun menjawab, “Kalau keguguran, darah yang keluar tidak terlalu lama, tidak selama nifas yang bisa mencapai 40 hari. Ketika sudah bersih, wajib shalat.”

Kemudian, muncul pertanyaan terkait bayi tabung. Kata Prof Uril, pakemnya kalau darurat, dalam rangka bisa memunculkan keturunan, wajib hukumnya. Seperti halnya kalau dengan transplantasi hati bisa menjaga jiwa, silakan. (*)

Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version