Siswa Siswi Tanpa Bersepatu, Tiap Hari Didongengi Bu Rukmikanti

Ibu Rukmikanti (Dadang Trisasongko/PWMU.CO)

PWMU.CO – Rukmikanti adalah salah satu pendiri dan sekaligus guru pertama Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Aisyiah Desa Pulosari Ngunut Tulungagung.  Sekolah yang didirikan tahun 1969 ini menempati ruang depan rumah salah satu pengurus Ranting Muhammadiyah Desa Pulosari.

Lokasinya berdampingan dengan masjid. Bahkan arena bermain di luar yang menyatu dengan halaman masjid. Siswa-siswinya adalah anak-anak dari warga sekitar yang kurang sejahtera. Ini sekolah TK pertama di desa itu. Tak ada kewajiban bagi orang tua siswa untuk membayar Iuran pendidikan, tetapi ada saja yang membayar, walau hanya 2,5 rupiah per bulan.

Ada 15 siswa yang masuk di angkatan pertama sekolah ini. Itu pun setelah Bu Guru dan pengurus Aisyiah mendatangi dari rumah ke rumah, mengajak mereka menyekolahkan anaknya. Saya adalah salah satu siswa itu. Tak ada satupun siswa memakai sepatu saat ke sekolah. Tidak ada seragam sekolah. Baju yang dipakai murid adalah baju yang sehari-hari mereka pakai. Bu Gurupun hanya memakai sandal kulit lusuhnya.

Semua siswa sangat sayang dengan Bu Guru ini. Kegiatan kami sehari hari lebih banyak bermain, bernyanyi dan mendengarkan beliau mendongeng.

“Ya, dongeng itu seperti acara puncak di setiap harinya. Selalu ada  dongeng sebelum kami pulang. Kami sering meminta Bu Guru mendongeng dengan cerita yang sama selama seminggu,” ucap Dadang.

Awalnya sarana penunjang sekolah, seperti kuris, bangku, papan tulis meminjam dari inventaris masjid. Seiring berjalannya waktu, mulai ada beberapa donatur yang menyumbang dana untuk membeli alat-alat peraga, membangunkan bak pasir di halaman, dan menyumbang kuda-kudaan dari kayu yang bisa dinaiki.

Bu Guru mengajar tanpa mendapat honor. Dia bukan orang yang berpunya, tatapi dia selalu percaya Allah yang akan mengurus rezekinya.

Bahkan dua bulan sekali beliau menyempatkan diri berkeliling desa, berjalan kaki ke rumah orang tua siswa untuk mengabarkan perkembangkan anak-anaknya. Sekalian mengumpulkan sumbangan suka rela dari para orang tua siswa dan para dermawan lainnya. Bu Guru tidak pernah naik sepeda karena memang tidak punya sepeda.

Setelah empat tahun, Taman Kanak-kanak Aisyiyah semakin berkembang. Jumlah siswanya semakin banyak, dan sarananya semakin lengkap. Kini, semua kalangan menyekolahkan anaknya ke TK Aisyiyah.

Bu guru itu bernama rukmikanti, punya tiga anak salah satunya saya, Ir Dadang Trisasongko. Semoga amal jariyahnya terus mengalir dan mengantarkan Almarhumah ke surgaNya, doa Dadang.

(Penulis Dadang Trisasongko adalah tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat dan pernah di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-LBH Surabaya)

Penulis Dadang Trisasongko Editor Azrohal Hasan

Exit mobile version