Milad Bung Karno: Saat Bung Karno Dapat Inspirasi dari Kiai Dahlan

Ni’matul Faizah – Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga

PWMU.CO – Soekarno sebagai seorang Tokoh pendiri Bangsa, Negarawan, sekaligus Pejuang Bangsa yang tidak seorangpun dapat meragukan lagi integritasnya. Tidak hanya memiliki pemikiran kebangsaan yang cemerlang tetapi  dia juga  merupakan seorang muslim yang memiliki  pemikiran Islam.

Pemikiran Soekarno mengenai Islam tidak dapat dipungkiri mendapatkan pengaruh cukup besar dari Kiai Dahlan, Soekarno mengakui bahwa pemahamannya mengenai Islam tidak dia dapatkan dari orang tuanya tetapi justru dari seorang pendiri organisasi Muhammadiyah yakni Kiai Dahlan. 

Pengetahuan nya tentang Islam yang masih samar tersebut semakin terang berkat bantuan dari Kiai Dahlan, Soekarno mulai mendapatkan pemahaman baru tentang gerakan Islam serta ajaran Islam. Dari ilmu yang telah dia dapatkan, keyakinannya untuk menjadikan Islam sebagai bagian dari kehidupannya mulai muncul pada saat dia lulus dari sekolah menengahnya di Surabaya. 

Keputusan besar tersebut tidak terlepas dari sejarah panjang perjalanannya menemukan pengetahuan tentang Islam. Sejak masih umur 15 tahun, Soekarno muda seringkali ikut kemanapun Kiai Dahlan mengisi kajian. Dalam pengajian-pengajian yang diikuti oleh Soekarno, dia selalu mendengarkan fatwa-fatwa mengenai Islam yang disampaikan oleh Kiai Dahlan. 

Dari perjalanan keikutsertaan Soekarno dalam setiap kajian Kiai Dahlan di Surabaya, Dia semakin kagum tatkala mengetahui pemikiran dari sang pendiri organisasi Muhammadiyah yang memberikan kebebasan dalam berijtihad. Soekarno merasa bahwa ajaran Islam banyak yang disalahartikan. Selama ini  dia merasakan bahwa para penganut Islam tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari mujahid tertentu, sehingga mereka tidak mengerti mengenai sumber yang digunakan.

Selain kagum terhadap pemikiran Kiai Dahlan mengenai Islam, dia juga merasa cinta kepada Muhammadiyah. Hal ini dia sampaikan secara langsung saat memberi sambutan pada acara Muktamar Muhammadiyah di Jakarta pada tahun 1962. Dia mengatakan bahwa “Semakin lama saya semakin cinta kepada Muhammadiyah. Ketika saya berusia 15 tahun. Saya bersimpati kepada Kiai Dahlan sampai-sampai saya selalu mengintil kepadanya,” 

Tidak hanya itu, antara Kiai Dahlan dan Soekarno memiliki cara pandang yang sama dalam melihat kaum miskin dan kaum yang termarjinalkan. Kedua tokoh besar ini memiliki tujuan yang sama yakni menolong dan mensejahterakan kaum miskin dan marjinal melalui konsep pemikirannya. Kiai Dahlan melalui teologi Al-Maun sedangkan Soekarno dengan ideologi marhaenisme nya.

Kiai Dahlan melalui teologi Al-Maun ingin menjadikan Surat Al-maun sebagai salah satu fokus utamanya.  Berdasar dari Surat Al-Maun, Kiai Dahlan ingin memberikan pesan kepada murid-muridnya di Kauman. Mereka saat itu diajarkan untuk memahami makna dari surat Al-Maun.

Inti yang ingin disampaikan yakni segala ibadah ritual yang kita lakukan tidak ada artinya jika tidak diikuti dengan amal sosial. Jadi, walaupun kita telah menjalankan kewajiban yakni shalat, tetapi bisa saja kita dikategorikan sebagai pendusta agama jika kita hanya memikirkan harta dunia dan tidak memberikan perhatian pada anak yatim serta tidak membantu orang miskin.

Sedangkan pada Teologi Marhaenisme Soekarno,  dilatar belakangi oleh kondisi pada masa kolonial dimana modal produksi seluruhnya dikuasai oleh kaum kolonial sedangkan rakyat hanya sebagai pekerja upahan.

Hal tersebut membuat Soekarno prihatin dan ingin menjadikan kehidupan rakyat lebih baik dan terbebas dari kemelaratan. Pada dasarnya ideologi Marhaen menghendaki untuk menghapuskan segala bentuk perbedaan serta pertentangan yang menjadi sebab dari kesengsaraan dan ketidakpastian bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan dari ideologi ini adalah menciptakan keadilan serta kesejahteraan bagi masyarakat berdasarkan Pancasila.

Pada dasarnya antara Kiai Dahlan dan Soekarno memiliki pemikiran yang sama terhadap pentingnya mensejahterakan kaum miskin serta kaum marjinal walaupun mereka memiliki bentuk perjuangan yang berbeda-beda.

*Tulisan ini diambil dari buku Jejak Kiai Dahlan di Jawa Timur yang akan diterbitkan PWM Jatim akhir Juli 2024

Editor Teguh Imami

Exit mobile version