Menggali Inti Adab dalam Islam: Mengatasi Krisis Etika di Tengah Masyarakat

Pentingnya menjaga adab. (Alfain Jalaluddin Ramadlan/PWMU.CO)

Artikel oleh Alfain Jalaluddin Ramadlan (Pengajar di Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan, Wakil Sekretaris LSBO PDM Lamongan, Ketua RPK PC IMM Lamongan, dan Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah Umla).


PWMU.CO – Dalam kamus al-Munjid dan al-Kautsar, adab dikaitkan dengan akhlak yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.

Dalam bahasa Yunani, adab disamakan dengan kata ethicos atau ethos, yang artinya kebiasaan, perasaan batin, dan kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Kata ethicos kemudian berubah menjadi etika.

Menurut al-Attas, akar kata adab didasarkan pada sebuah hadis Rasulullah Saw yang menggunakan istilah adab untuk menjelaskan tentang didikan Allah Swt yang merupakan sebaik-baik didikan yang telah diterima oleh Rasulullah Saw.

Hadis tersebut berbunyi: “Addabani Rabbi fa Ahsana Ta’dibi” yang berarti “Aku telah dididik oleh Tuhanku maka pendidikanku itu adalah yang terbaik.”

Dari sini dapat disimpulkan bahwa adab adalah inti dari ajaran Islam dan tujuan diutusnya Nabi Muhammad Saw. Telah diketahui bahwa Nabi Muhammad diutus ke muka bumi ini untuk mendidik manusia agar menjadi manusia yang mulia, sebagaimana hadisnya:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَقِ

Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Al-Baihaqi).

Selain itu, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR Tirmidzi, Riyadlu Al-Shalihin:278). Menurut al-Attas, akhlak adalah bagian dari adab.

Krisis Adab

Dalam ajaran Islam, adab merupakan aspek yang sangat penting dan menjadi bagian integral dari kehidupan seorang Muslim. Adab dalam Islam mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari interaksi sosial, ibadah, hingga perilaku sehari-hari.

Menjaga adab sesuai dengan tuntunan Islam tidak hanya memperkaya kualitas pribadi seorang Muslim, tetapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat luas.

Namun, dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui banyak orang yang belum menerapkan pentingnya adab dan etika. Krisis adab menjadi salah satu tema pendidikan yang sering dibahas serius di negeri ini.

Banyak anak yang cerdas tetapi adabnya masih kurang. Tutur katanya kepada orang tua seperti menyapa teman sebaya, adabnya kepada guru membuat kita mengelus dada, dan adabnya kepada Allah Swt, Rasulullah Saw, tetangga, serta sesama manusia, bahkan dirinya sendiri, sering kali masih jauh dari harapan.

Ada juga orang dewasa yang memiliki banyak gelar tetapi adabnya terhadap kerabat dan tetangga jauh dari tuntunan ulama. Wataknya keras, susah tersenyum, dan selalu ingin menang sendiri. Hanya dirinya yang dianggap benar, sementara orang lain dianggap salah.

Betapa pentingnya adab sehingga para ulama menaruh perhatian besar pada hal ini. Imam Malik mengatakan, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Hal senada dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, “Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fikih karena dalam kisah mereka diajarkan adab dan akhlak luhur.”

Bahkan, Makhlad bin al-Husain berkata kepada Ibnul Mubarak, “Kami lebih butuh mempelajari adab daripada menguasai banyak hadis.” Tak heran jika karya-karya ulama zaman dulu tak pernah lupa membicarakan adab.

Oleh karena itu, penulis mengajak para pembaca, terutama anak-anak muda, untuk menjaga adab kepada teman, guru, orang yang lebih tua, dan lainnya.

Karena dalam Islam, adab dianggap sebagai cerminan dari keimanan seseorang dan kesungguhan dalam mengikuti ajaran Rasulullah. Selain itu dengan beradab, hidup kita akan lebih terarah serta disenangi dan disegani oleh orang lain.

Dengan menerapkan adab dalam setiap aspek kehidupan, kita dapat menciptakan lingkungan yang harmonis dan saling menghargai. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk terus belajar dan mengamalkan adab sesuai dengan tuntunan Islam, demi mencapai kehidupan yang lebih baik dan bermakna.

Terakhir, penulis mengutip perkataan Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah: “Adab seseorang itu adalah tanda kebahagiaan dan keberuntungannya. Sedangkan minimnya adab merupakan alamat kenestapaan dan kerugiannya. Tidak ada kebaikan di dunia dan akhirat yang diharapkan untuk diperoleh seperti memperoleh adab. Begitu juga, tak ada yang sudi mendapatkan keburukan di dunia dan akhirat sebagaimana minimnya adab.”

Exit mobile version