Hijrah dan Spirit Optimisme

Prof Biyanto Sekretaris PWM Jatim (Pribadi/PWMU.CO)

Oleh Prof Biyanto

Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya

Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur

PWMU.CO – Momentum perayaan Tahun Baru Islam 1446 H/7 Juli 2024 M penting menjadi refleksi bagi umat Islam. Umat penting diajak untuk memahami makna dibalik peristiwa tahun baru Islam.

Secara historis penentuan tahun baru Islam terjadi tatkala Umar bin Khattab menjadi pemimpin (amirul mukminin). Saat itu wilayah kekuasaan Islam sudah sangat luas.

Para pemimpin di daerah kekuasaan Islam datang silih berganti untuk memberikan laporan pada Umar. Umar melihat ada yang membingungkan dari laporan para pejabat di daerah. Hal itu karena dalam laporan tidak disertai tanggal dan waktu yang jelas.

Umar pantas risau dengan administrasi pemerintahan yang masih kacau. Umar kemudian mengundang para sahabat utama untuk membicarakan penentuan kalender Islam.

Sebagian sahabat mengusulkan agar kalender Islam dimulai saat Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Usulan ini ditolak Umar karena ketika seseorang baru dilahirkan belum memiliki prestasi apapun. Bahkan, Muhammad belum diangkat Nabi dan Rasul.

Kelahiran Muhammad dari segi peristiwa dan waktu juga tergolong biasa-biasa saja. Kelahiran Muhammad tidak seheboh Isa al-Masih. Jadi, tidak ada makna yang menyejarah dalam peristiwa kelahiran Muhammad.

Sahabat lain mengusulkan agar kewafatan Nabi Muhammad dijadikan patokan penentuan kalender Islam. Usulan ini juga ditolak Umar karena kematian justru menandakan akhir perjalanan kehidupan.

Kematian sekaligus menjadi akhir dari capaian prestasi seseorang. Umar lantas mengajukan usulan agar kalender Islam dihitung sejak peristiwa hijrah Nabi dan para sahabat dari Makkah ke Yatsrib (Madinah). Usulan ini kemudian disepakati para sahabat.

Pilihan peristiwa hijrah Nabi Muhammad sebagai permulaan kalender Islam memberikan dua makna penting. Pertama, sebagai pengakuan terhadap prestasi Nabi dan sahabat.

Kedua, menumbuhkan optimisme dalam kehidupan. Dikatakan pengakuan terhadap prestasi karena pada saat hijrah, Nabi dan sahabat telah menunjukkan prestasi gemilang selama berdakwah di Makkah.

Hijrah Nabi juga dimaksudkan untuk menumbuhkan optimisme dalam diri sahabat setelah mengalami masa-masa sulit selama di Makkah. Keyakinan ini terbukti karena Islam berkembang pesat di Madinah.

Sejarah penentuan kalender Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi telah memberikan pelajaran bahwa yang terpenting dalam hidup sejatinya adalah prestasi (achievement).

Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya beramal, beramal, dan beramal. Dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa yang terpenting dari manusia itu adalah apa yang dikerjakan.

Allah SWT akan memberikan balasan sesuai dengan apa yang diusahakannya (QS. al-Najm: 39-41).

Ajaran ini terasa sangat sentral dan fundamental dalam Islam.

Doktrin Al-Qur’an tersebut sekaligus menegaskan bahwa keberadaan seseorang dinilai bukan berdasar prestise, status sosial, dan keturunan.

Eksistensi seseorang sangat ditentukan melalui prestasi kerjanya. Karena yang penting dari seseorang adalah prestasinya, maka setiap pribadi dituntut untuk melahirkan amal perbuatan yang bermanfaat bagi orang lain.

Melalui prestasi itulah seseorang akan dikenang meskipun telah meninggal dunia.

Hal itulah yang kita lakukan pada tokoh-tokoh besar di dunia ini. Mereka kita dikenang karena telah melakukan perubahan besar yang menentukan sejarah peradaban.

Perayaan tahun baru Islam akan lebih bermakna jika setiap pribadi mengelola hidup dengan berorientasi prestasi (achievement orientation).

Semangat hidup berorientasi prestasi sangat penting dimiliki para pemimpin negeri dan pejabat publik yang memperoleh amanat rakyat.

Publik tentu akan mengenang para pemimpin negeri yang telah bekerja keras dan mengabdi tanpa batas sehingga meninggalkan jejak hebat untuk negeri tercinta.

Perayaan tahun baru Islam juga sangat penting untuk menumbuhkan optimisme.

Penting ada keyakinan dan harapan bahwa seluruh persoalan pasti dapat diatasi melalui semangat kebersamaan elemen bangsa.

Tugas para pemimpin adalah merawat optimisme disertai keberanian melakukan langkah-langkah besar. Hal ini penting agar negeri tercinta tetap tangguh dan tumbuh.      

Editor Azrohal Hasan 

Exit mobile version