Hijrah untuk Revolusi Sosial

Mohammad Iqbal (Foto: PWMU.CO)

Mohammad Iqbal – Aktivis Tapak Suci Surabaya 

PWMU.CO – Revolusi merupakan satu peristiwa besar dalam perjalanan hidup suatu bangsa, di mana terjadi perubahan secara radikal dan menyeluruh terhadap segenap aspek kehidupan masyarakat. Revolusi menurut Samuel P. Huntington adalah suatu penjungkirbalikan nilai-nilai, mitos, lembaga-lembaga politik, struktur sosial, kepemimpinan, serta aktifitas mapun kebijakan pemerintah yang telah dominan di masyarakat (Hoffer: 1992).

Salah satu ciri utama revolusi, di samping beberapa aspek yang telah dikemukakan oleh Huntington (Eisenstadt: 1998) di atas, adalah adanya sebuah kelompok strategis. Kelompok strategis adalah kelompok yang berperanan sentral dalam perkembangan politik, situasi konflik, reformasi ataupun revolusi dalam masyarakat.

Dalam sebuah revolusi, kelompok strategis muncul lebih sebagai penggerak atau motivator dari gerakan masyarakat yang menghendaki perubahan. Pada berbagai kasus revolusi di dunia seperti revolusi Amerika (1660-1781), revolusi Perancis (1776-1794), revolusi Meksiko (1808-1934), revolusi Rusia (1861-1920), revolusi Jerman (1918-1934), serta revolusi Cina (1839-1949), pembentukan kelompok tertentu untuk menggerakkan gerakan perlawanan yang sesungguhnya tetap ada. 

Sebagian besar dari kelompok-kelompok strategis ini kemudian berubah menjadi sebuah kelompok bersenjata yang berdisiplin. Kelompok inilah yang dimaksudkan oleh Eric Hoffer sebagai “Laskar Rakyat”. Pola-pola dalam kelompok ini memiliki kesamaan dengan organisasi ketentaraan, antara lain pada mekanisme latihan keras, rasa persatuan kelompok dan paksaan. Ada kalanya mereka tampil menggantikan kesatuan tentara yang telah ada sebelumnya (dari rezim yang dijatuhkan), antara lain Tentara Pembebasan Rakyat di RRC. Atau menjelma menjadi korp khusus yang dominan dalam tentara yang telah ada, antara lain korp “Storm Troopers” (pasukan SS-Nazi, unit paramiliter milik Partai Nazi) di Jerman saat Hitler berkuasa.

Pola dan mekanisme revolusi sosial di atas, termanifestasikan dengan baik dalam peristiwa hijrah. Perubahan secara radikal dan menyeluruh, terjadi dalam masyarakat Arab Quraisy yang pada masa itu dikenal di dunia, sebagai masyarakat biadab yang suka membunuh, menjarah, menjual budak, serta munafik dan tidak tahu berterima kasih.

اَلْاَعْرَابُ اَشَدُّ كُفْرًا وَّنِفَاقًا وَّاَجْدَرُ اَلَّا يَعْلَمُوْا حُدُوْدَ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

“Orang-orang Arab Badui itu lebih kuat kekafiran dan kemunafikannya, dan sangat wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS At Taubah 97).

Namun di balik itu, terdapat juga beberapa sifat baik yang dimiliki masyarakat Arab, yakni sebagai masyarakat pemberani dan penggemar sastra. Dari masyarakat jahiliyah, mereka kemudian mengalami transformasi menjadi masyarakat dengan peradaban baru yang santun, unggul di bidang iptek dan seni, hanya dalam waktu yang tidak lama, yakni 32 tahun (revolusi sosial yang menghasilkan peradaban baru biasanya berlangsung dalam dua generasi atau dalam kurun waktu 100 tahun, lihat Macedonia pada masa Alexander dan Mongol pada masa Jengis Khan).

Sejak peristiwa turunnya wahyu pertama, Muhammad, melakukan tindak lanjut dengan membentuk sebuah kelompok strategis yang dipersiapkan untuk menjadi motor penggerak revolusi sosial. Muhammad pun membentuk kelompok rahasia beranggotakan beberapa orang yang menghendaki adanya perubahan sosial, di sebuah tempat yang disebut al-Arqom Dengan nama ini pula kelompok rahasia Muhammad nantinya dikenal. Mereka ini diberikan wawasan tentang ideologi dan cita-cita bersama tentang adanya masyarakat baru (new society) yang akan menjadi barometer peradaban dunia.

Pada akhirnya, ketika anggota kelompok pergerakan rahasia ini semakin bertambah, mereka memilih (sesuai perintah Tuhan, demikian selanjutnya) untuk menunjukkan eksistensinya kepada masyarakat luas di kota Makkah pada saat itu. Namun yang terjadi adalah reaksi sebagian masyarakat dan pemerintah yang melakukan intimidasi secara mental dan fisik hingga timbul korban jiwa. Akhirnya para pengikut kelompok al-Arqom meninggalkan negeri mereka menuju ke negeri baru (Yastrib), meninggalkan segala yang berkaitan dengan masa lalu yang dianggap sebagai kegelapan (jahiliyah, darkness).

Di negeri baru, mereka membentuk sebuah masyarakat yang sesuai dengan cita-cita ideologis yang mereka anut.

Pada masa selanjutnya, Kelompok al-Arqom yang kemudian berkembang semakin besar dan dikenal di negeri baru sebagai Muhajirin, tetap berperanan sentral dalam perkembangan politik, hingga akhirnya mereka berhasil menaklukkan Makkah dan membentuk sistem pemerintahan baru bernama khilafah pasca meninggalnya Muhammad. Setelah membentuk struktur sosial baru dengan Muhammad sebagai pimpinan, anggota kelompok ini mulai melatih dan mempersenjatai diri secara militer, menjadi apa yang oleh Eric Hoffer disebut sebagai laskar rakyat. 

Mereka mengorganisir diri dengan baik menggunakan mekanisme latihan keras, rasa persatuan kelompok dan paksaan. Begitu terorganisir laskar ini, hingga dalam pertempuran pertama, melawan kaum agresor-konservatif dari Makkah, pasukan mereka yang kecil yakni sebanyak 313 orang, berhasil menaklukkan pasukan musuh berkekuatan 1.000 orang bersenjata lengkap.

Latihan bela diri tangan kosong dan bersenjata, penanaman soliditas kelompok melalui sholat berjamaah, hanya saja, paksaan yang ada bukan dalam bentuk intimidasi, melainkan kewajiban untuk melaksanakan ideologi kelompok yang bernama syariat atau hukum. Karena sesungguhnya tidak ada paksaan dalam beragama, yang ada adalah konsekuensi logis berupa kewajiban apabila telah memilih untuk memeluk agama, yang harus dilaksanakan. 

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah 256).

Karena tidak ada paksaan terhadap orang lain untuk mengikuti mereka, pola gerakan revolusioner orang Islam berbeda dengan pola gerakan revolusioner ideologi lain yang membolehkan adanya intimidasi. 

Aspek utama yang mendasari mekanisme laskar rakyat bersenjata dalam kelompok ini adalah konsep perjuangan yang dikenal dengan jihad. Jihad mempunyai makna yang sangat luas. Jihad yang dimaksud di sini adalah kewajiban membela diri dan masyarakat dari perilaku sewenang-wenang.

وَقٰتِلُوْهُمْ حَتّٰى لَا تَكُوْنَ فِتْنَةٌ وَّيَكُوْنَ الدِّيْنُ لِلّٰهِ ۗ فَاِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ اِلَّا عَلَى الظّٰلِمِيْنَ

“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.” (QS Al Baqarah 193).

Jika fitnah atau dalam hal ini faktor penyebab konflik dalam masyarakat yang menurut Soerjono Soekanto di antaranya adalah adanya perubahan sosial, telah dapat dihilangkan, maka hentikanlah permusuhan. Diizinkan bertempur melawan orang yang menyerang, akan tetapi jangan sampai berlebihan (jangan menyerang civilian), apabila musuh telah menyerah, Allah Maha Pengampun, maka ampunilah, terkecuali bagi orang yang zalim atau aktor intelektual yang telah menyebabkan konflik terjadi.

Setelah berhasil menanamkan ideologi kelompok di Makkah melalui penaklukan tanpa pertumpahan darah (revolusi pun bisa berjalan tanpa harus menggunakan kekerasan), Muhammad bersama para anggota pergerakan yang telah bergabung menjadi masyarakat baru antara Muhajirin dan Anshar (para sahabat) segera membentuk struktur sosial baru, di mana terdapat pembagian peranan sosial yang jelas.

Ideologi ini mengharuskan adanya kontrak sosial bagi penganutnya, melalui pengucapan sumpah setia yang disebut syahadat. Rasa empati sosial ditanamkan dengan melaksanakan puasa dan membayar zakat bagi kaum lemah (dhuafa’, proletar).

Stratifikasi sosial yang telah mengakar diganti dengan pola diferensiasi, sehingga tidak ada lagi penindasan terhadap kaum lemah oleh kaum berpunya atau borjuis, karena pola borjuasi telah ditiadakan dan diganti dengan pola kesetaraan (penghapusan perbudakan dan larangan hidup berlebihan). Integrasi sosial ditanamkan melalui kebiasaan sholat berjamaah. Di samping itu, untuk memperkuat hubungan dengan masyarakat di luar wilayah yang berideologi sama, ditempuh ibadah haji. 

Seluruh aspek di atas adalah doktrin ideologi yang dibawa oleh Muhammad. Dengan berbagai faktor pendukung di atas, masyarakat baru ini kemudian menciptakan sebuah peradaban yang berhasil melakukan inovasi, invensi dan ekspansi wilayah, hingga bertahan selama belasan abad di tiga wilayah di dunia, yakni Eropa, Afrika dan Asia, yang hingga kini peninggalannya dalam bentuk teknologi dan seni budaya masih dapat disaksikan.

Hijrah untuk Revolusi Sosial

Peristiwa hijrah yang bersinonim makna dengan revolusi begitu berarti bagi kaum muslim sehingga diabadikan menjadi nama sebuah sistem penanggalan yang digunakan hingga saat ini. Terlepas dari berbagai kekurangan dan kelebihan, penanggalan ini merupakan sebuah peninggalan dari peradaban Islam, sebuah bukti eksistensi hasil karya, hasil budaya sebuah masyarakat.

Sebuah simbol perubahan secara radikal dan menyeluruh terhadap segenap aspek kehidupan masyarakat, dimana di dalamnya terdapat penjungkirbalikan nilai-nilai, mitos, lembaga-lembaga politik, struktur sosial, kepemimpinan, serta aktifitas mapun kebijakan pemerintah yang telah dominan dalam masyarakat.

Pertanyaannya sekarang, dapatkah masyarakat yang berakar dari “peradaban hijrah” tersebut, khususnya di Indonesia (sebuah negeri yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 atau 23 Ramadhan 1368 H, yang berdekatan dengan malam 17 Ramadhan, yakni turun pertama kalinya doktrin ideologis dalam bentuk kitab suci Al-Qur’an) pada saat ini melakukan pembenahan-pembenahan struktural sehingga dapat kembali muncul sebagai pelopor peradaban baru, sebagaimana pada saat ini banyak diprediksi oleh para analis politik dunia (Huntington: 2003) dan telah menyebabkan berbagai negara atau kekuatan politik tersebut berebut menanamkan pengaruh di Indonesia?! 

Sebagaimana diketahui, bahwa masyarakat Indonesia pada saat ini justru sedang terpuruk-terpuruknya, ditimpa berbagai kemalangan dan mengalami krisis nilai yang menyebabkan masyarakat mengalami kesenjangan antara nilai yang dianut dengan kenyataan yang dialami atau dikenal dengan “deprivasi relatif” (Hoffer: 1998). Akan tetapi justru deprivasi relatif ini pulalah yang menyebabkan dalam masyarakat muncul revolusi sosial, ke arah dan dalam mekanisme yang baik tentunya. 

إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Al Insyirah 6).

Editor Teguh Imami

Exit mobile version