Harta, Takhta, dan Hasyim Asy’ari

Edi Purwanto – Pengamat Sosial/MPID PWM Jatim

PWMU.CO – Dunia nyata dan maya Tanah Air bergemuruh. Perbincangan ramai. Seorang pejabat, penuh harta dan takhta, namun tersungkur oleh wanita. Hasyim Asy’ari, Ketua KPU, menyisakan pelajaran abadi dari Ronggo Warsito, “sak bejan-bejane wong kang lali, isih bejan wong kang eling lan waspodo.”

Harta. Kata ini mengalun dalam tiap desah napas. Melambangkan kekayaan materi yang menggunung. Bagi Hasyim, harta bukan sekadar angka nol berderet dalam rekening. Harta itu tanah, luas tak terhitung, bernilai miliaran. Laporan LHKPN 2023 mengukuhkan nilainya, di atas Rp 5 miliar. Sebagai Ketua KPU RI, kekayaan itu lebih dari sekadar jumlah, itu adalah kekuasaan dan pengaruh. 

Gaji yang diterima, fasilitas yang dinikmati, adalah simbol kekuasaan dan status sosial.

Takhta. Bukan hanya jabatan formal, melainkan kekuasaan untuk menentukan arah politik negeri. Hasyim, dengan posisinya, mampu menetapkan regulasi, menentukan keabsahan kandidat, dan mempengaruhi jalannya pemilu. Namun, kekuasaan ini membawa kontroversi. Seperti yang ditulis Tempo.co, Hasyim terseret dalam kontroversi besar, saat menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden termuda Indonesia, mengikuti perubahan batas usia oleh Mahkamah Konstitusi.

Namun, kekuasaan bukanlah perlindungan dari godaan. Wanita, dalam konteks ini, bukan sekadar gender. Itu adalah pengaruh, peran, dan godaan yang datang seiring kekuasaan. Hasna Isnaeni, dikenal sebagai “Wanita Emas,” hampir menjatuhkan Hasyim. Laporan wanita emas nyaris mengakhiri kariernya pada akhir 2022. Namun, Hasyim lolos. Namun tidak lama, Cindra Aditi Tejakinkin datang dengan tuduhan pelecehan seksual pada akhir 2023, mengguncang fondasi kepemimpinan Hasyim, memaksa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu mencopotnya dari jabatan.

Kisah ini bukan hanya milik Hasyim. Dua puluh tahun lalu, seorang politikus partai terjerat video porno dengan seorang pedangdut, kader partai yang sama. Nama politikus itu tetap berkibar, terpilih kembali ke Senayan pada 2019. Di balik gemerlap kekuasaan, politikus berinisial YZ ini bergerak lincah di lorong-lorong kekuasaan, bahkan kini berada di tim pemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

YZ membuktikan bahwa politik adalah permainan ketahanan. Seperti burung Phoenix, bangkit dari abu keterpurukan. Hasyim mungkin akan mengikuti jejak ini. Meski sementara tidak aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, statusnya sebagai ASN tetap menjadi pegangan. 

Presiden Joko Widodo belum menandatangani pemecatan Hasyim hingga 9 Juli 2024. Jika resmi dipecat, Hasyim akan menjadi pejabat kedua yang dicopot karena kasus asusila, mengikuti jejak Bupati Garut, Aceng Fikri.

Aceng Fikri adalah pejabat pertama yang diberhentikan karena alasan rumah tangga. Perlakuan semena-mena terhadap perempuan mencatat namanya dalam sejarah politik modern pascareformasi, lengser karena alasan tak masuk akal.

Harta, takhta, dan wanita, adalah godaan yang selalu hadir dalam setiap langkah pejabat. Seperti sandiwara, peran-peran ini dimainkan dengan nuansa tragedi dan komedi. Hasyim Asy’ari, YZ, Aceng Fikri, adalah tokoh-tokoh yang bermain dalam panggung besar ini. Kisah mereka adalah refleksi dari kehidupan, di mana kekayaan dan kekuasaan bisa menjadi pedang bermata dua.

Saya, Anda, kita semua, terutama kaum Adam, harus siaga. Waspadalah! Godaan datang dalam berbagai bentuk, kadang terselip dalam kilau harta, megahnya takhta, atau pesona wanita. Ini adalah sandiwara kehidupan, di mana kita harus selalu eling lan waspada.

Editor Teguh Imami 

Exit mobile version