Keren Abis, Tips Menulis Novel Dwitasari

Keren Abis dengan Menulis. Inilah tema Webinar Salam Literasi yang digelar Spemdalas, Rabu (15/7/20) dengan mendatangkan penulis novel Raksasa dari Jogya, Dwitasari.
Keren Abis. Dwitasari saat memberi materi webinar Salam Literasi Spemdalas (tangkapan layar Erik/PWMU.CO)

PWMU.COKeren Abis dengan Menulis. Inilah tema Webinar Salam Literasi yang digelar Spemdalas, Rabu (15/7/20) dengan mendatangkan penulis novel Raksasa dari Jogya, Dwitasari.

Dalam kegiatan yang diikuti siswa kelas VIII-IX SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas) Gresik secara online ini Dwitasari menjelaskan tentang mengapa profesi menulis itu keren. Penulis cerita Cinta tapi Beda yang sudah diangkat di film oleh sutradara ternama Indonesia Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra ini mengatakan menjadi penulis itu sangat menjanjikan.

“Selain itu, menjadi penulis juga memiliki tantangan yang menyenangkan, bisa dikenal dan dicintai karena karyanya,” ujatnya.

Dia menjelaskan untuk bisa terkenal dan karya tulis bisa best seller yang keren, penulis harus kreatif. Karya kreatif tidak boleh seperti tulisan kebanyakan. Belum ada sebelumnya dan memiliki ciri khas tersendiri tentunya.

Menemukan Ide Cerita

Penulis yang sudah memulai karier sejak umur 17 tahun ini pun membagi tips bagaimana menemukan ide certa sehingga memiliki unsur kemenarikan. Untuk menemukan ide, penulis harus menciptakan ide tersebut. Ide itu tidak datang dengan sendirinya, harus diciptakan.

“Ide cerita itu bisa datang dari pengalaman sendiri, curhatan orang lain, dan juga hasil riset atau imajinasi sendiri,” ungkapnya.

Dia memaparkan sebelum memulai menulis, seorang penulis harus terlebih dahulu menemukan genre novel yang akan dibuat. Cari dan amati novel serupa sebagai proses belajar. Cari dan gali informasi sebanyak-banyak sehingga bisa dijadikan media belajar menulis kreatif.

Yang tidak kalau pentingnya, menurut dia, dalam menulis novel adalah membuat konflik. “Buat konflik yang menarik sehingga pembaca ada rasa ingin tahu yang tinggi dalam proses membacanya nanti.”

Dalam menciptakan konflik, lanjutnya, penulis harus bisa merumuskan tokoh utama memiliki tujuan namun dihalangi tokoh lain atau kejadian lain. Proses ini menjadikan tokoh utama harus berjuang untuk mencapai tujuannya.

“Di akhir konflik, apakah tokoh utama mendapatkan tujuannya? Atau tidak mendapatkan tujuannya tapi mendapatkan pelajaran yang berarti?” jelasnya.

Dwitasari pun membuat contoh konflik, Toni ingin mendapatkan nilai UN terbaik di sekolahnya. Akhir konflik Toni berhasil mendapatkan nilai UN terbaik di sekolahnya atau dia tidak berhasil mendapatkan nilai UN terbaik di sekolahnya.

Karakter Tokoh yang Mendewasakan

Dwitasari menjelaskan dalam membuat kerangka penulisan novel, perlu adanya prolog, isi, dan epilog. Prolog, bagaimana cerita dimulai, isi berupa pendalaman konflik dan cara tokoh menyelesaikan konflik, sedangkan epilog menguraikan  bagaimana cerita diakhiri.

“Proses itu harus menjadi bahan dasar yang harus dibuat di awal menulis. Ketika kita bisa merumuskan prolog, isi, dan epilognya maka proses selanjutnya, ya menulis,” ujarnya.

Selain itu, sambungnya, membangun karakter tokoh dalam novel harus diperhatikan dengan baik. “Buatlah karakter tokoh yang punya kesempurnaan dan punya kelemahan. Intinya, jangan sampai karakternya sempurna sempurn sehingga konflik dalam cerita tidak ada,” terangnya.

Karakter dalam cerita, ujarnya, harus bertumbuh dan mampu mendewasakan pembaca. Menurut dia, hal inilah yang akan memberikan efek membekas pada pembaca ketika selesai membaca novel kita nanti.

“Maka tulisan terbaik adalah tulisan yang selesai. Ayo, kita mulai menulis dan selesaikan sebagai suatu karya terbaik kita. Selamat menulis!” tandasnya. (*)

Penulis Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.

Exit mobile version