Warga Muhammadiyah Jember Pilih Siapa?

Warga Muhammadiyah Jember Pilih Siapa? (Ilustrasi freepik.com)

Warga Muhammadiyah Jember Pilih Siapa? Kolom ditulis oleh Humaiyah, aktivis Aisyiyah Jember.

PWMU.CO – Saat peringatan puncak Milad Ke-107 Muhammadiyah, November 2019, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Jember H Kusno MPd memperkenalkan sosok anak muda energik Ahmad Anis SE sebagai kader Muhammadiyah yang akan berjuang memperebutkan Jember 1.

Kala itu tepuk tangan bergemuruh menyambut gembira. Baru kali ini ada kader dengan terang-terangan berani tampil memproklamasikan diri dalam percatutan politik kekuasaan.

Sosok Anis yang good looking—mantan Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Jember, Mantan Ketua KPUD Jember sekaligus pengusaha muda—tentu menarik kalangan milenial dan emak- emak Aisyiyah.

Wajahnya terpampang di saentero Jember dengan gambar berbaju merah, tersenyum, dan mengepalkan tangan kanan kuat-kuat. Banyak pihak yang menduga- duga Anis akan diusung sebagai calon bupati dari partai banteng bermoncong putih.

Tak berselang lama, muncul banner dengan gambar Dima Akhyar SH. Sama-sama good looking. Dia masih aktif di jajaran Pimpinan Harian PDM Jember. Rupanya, aktivis Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di era 90-an dan kini jadi pengusaha itu, juga berjuang memperebutkan Jember 1.

Wah, Muhammadiyah Jember punya dua calon. Tapi kemunculan Dima membuat kekuatan suara Muhammadiyah Jember terbelah.

Tak hanya di dunia nyata, di dunia mayapun sosok dua milenial ini menjadi bahan diskusi atau malah perdebatan. Di satu sisi, ada yang menganggap kehadiran Dima memecah suara Anis yang mencalonkan terlebih dulu.

Di sisi lain, Dima yang usianya lebih tua, dianggap jauh lebih matang untuk menjadi Jember 1. Detik-detik menunggu siapa yang lolos menjadi calon Bupati Jember sangat ditunggu-tunggu warga.

Ke Mana Suara Warga Muhammadiyah Berlabuh?

Faktanya, baik Anis maupun Dima sama-sama tak lolos pencalonan alias gagal diusung parpol atau gabungan parpol. Kemudian warga Muhammadiyah pun kembali berpikir, ke mana suara akan berlabuh di Pilkada 2020 yang digelar 9 Desember mendatang?

Apakah berlabuh ke pasangan calon (paslon) No 1 Faida-Vian, petahana yang mencalonkan dari jalur independen. Atau paslon No 2: Hendik-Gus Firjaun yang diusung Partai Nasdem, Gerindra, Demokrat, PPP dan PKS? Ataukah paslon No 3 Salam-Ifan yang diusung PKB, PDIP, Golkar, Perindo, PAN, dan Partai Berkarya?

Di kalangan pimpinan daerah mungkin bisa berpikir arif. Dalam sebuah kesempatan, Bendahara PDM Jember Ir H Ali Maksum mengatakan, siapapun nanti yang terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Jember adalah orang-orang baik.

“Silakan memilih sesuai hati nurani,” pesannya. Dengan catatan warga Muhammadiyah menjaga adab untuk tidak saling menjelekkan pasangan yang lain. “Muhammadiyah berharap pemimpin Jember yang akan datang mampu membawa kabupaten ini menjadi lebih baik,” ujarnya.

Akan tetapi di akar rumput, grass root, terjadi perang kampanye. Pertanyaan, “Ke mana suara akan berlabuh” menjadi perdebatan dan rebutan. Terjadi kampanye, saling tarik-menarik suara, dengan mengunggulkan calonnnya masing-masing.

Semakin mendekati hari H, semakin gencar kampanye melalui dunia maya, misalnya lewat WhastApp Goup (WAG). Banyak cara yang dilakukan para pendukung paslon dari warga Muhammadiyah itu. Ada yang tampil berani akan mem-posting calonnya dengan tersurat. Akan tetapi yang masih malu-malu akan mem-posting-nya secara tersirat.

Bahkan ada salah satu pendukung paslon yang selalu menanggapi postingan—meskipun tak berbau politik—dengan memberikan stiker bergambar paslon yang dia dukung.

Rasanya pesan Pak Ali Maksum di atas perlu menjadi perenungan yakni pentingnya manjaga adab di tengah perebutan suara warga Muhammadiyah.

Meski suara pemilih dari kalangan Muhammadiyah tidak dominan, tetapi dukungan dari (warga) Muhammadiyah akan mengkualitaskan bobot paslon yang terpilih. Sebab, bagi Muhammadiyah memilih menjadi hal yang penting sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Allah. Jadi bukan sekadar urusan dunia dan politik kekuasaan yang sesaat itu. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni.

Exit mobile version