PWMU.CO – Guru Honorer Dipecat, Zainuddin Maliki: Pendidikan Kita Memprihatinkan. Kasus pemecatan Hervina sebagai guru honorer mengundang keprihatian Anggota Komisi X DPR-RI Fraksi PAN Prof Zainuddin Malik.
“Kasus ini merupakan gambaran betapa pendidikan nasional kita dalam kondisi yang memprihatinkan,” ujarnya pada PWMU.CO, Sabtu (13/2/2021).
Hervina (34 tahun) adalah seorang guru honorer di SD 165 Sadar, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Dipecat dari kerjaanya hanya karena memposting foto rincian gajinya Rp 700 ribu di Facebook dan viral di medsos.
Namun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendapatkan laporan yang berbeda. Hervina itu dipecat bukan karena mengunggah gajinya di media sosial.
“Dapat info dari PGRI Bone, bahwa guru Hervina diberhentikan bukan karena postingan, tapi karena ada dua CPNS masuk SDN 169,” kata Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) PGRI Wahyudi seperti diberitakan Kompas TV, Jumat (12/2/2021).
Meski begitu, LKBH PGRI akan melakukan pendalaman terkait kasus pemecatan Hervina ini.
Oleh karena itu Zainuddin Maliki meminta Kemendikbud melalui dinas pendidikan, pemda setempat, dan pihak terkait memberikan klarifikasi duduk persoalan yang sebenarnya kasus ini. Dia berharap masalah ini bisa ditangan dengan prinsip kekeluargaan.
Bukti Kondisi Pendidikan Memprihatinkan
Menurut Zainuddin Maliki terlepas dari latar belakang pemecatan itu, kasus ini menambah bukti bahwa pemerintah belum bisa hadir dalam memperbaiki nasib guru honorer. Padahal kehadiran guru honorer merupakan akibat dari ketidakmampuan negara dalam mencukupi tenaga pendidik.
“Sungguh sangat besar jasa guru honorer. Dengan gaji yang sangat tidak memadai mereka bersedia melakukan tugas mulia: mencerdaskan kehidupan anak bangsa yang sesungguhnya hal itu adalah kewajiban negara,” tegasnya.
Padahal, sambungnya, pemerintah—dalam hal ini Kemendikbud dengan Kementerian terkait lainnya, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian PANRB (Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi), dan BKD (Badan Kepegawaian Daerah)—mengatakan siap mengangkat 1 juta guru honorer menjadi ASN-PPPK (Aparatur Sipil Negara-Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) tahun 2021. Sekaligus siap dengan anggarannya.
Namun dalam pelakaaannya hanya separuh yang berminat. Dalam hal ini pemerintah terkesan melempar ke pemerintah daerah yang enggan memanfaatkan kuota PPPK itu. Pemda beralasan tidak yakin semua beban gaji dan tunjangan dipenuhi oleh pemerintah pusat.
“Jadi, pengangkatan satu juta guru honorer menjadi PPPK dengan demikian bagus sebagai kebijakan tetapi tidak demikian dalam kenyataan, setidak-tidaknya sampai detik ini,” ujar Naggota DRP Dapil Jatim X Gresik-Lamongan itu.
Pendidikan Amanah Konstitusi
Dia menegaskan, agar negara menunjukkan kesungguhannya menanganai masalah pendidikan. Sebab negara diberi amanah untuk menjamin pendidikan bagi setiap warganya dan membiayai.
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 31 UUD 1945 amandemen bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
“Jika saja amanah UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas untuk menyediakan anggaran 20 persen dari APBN diwujudkan dengan penuh kesungguhan, berarti tersedia dana tidak kurang dari Rp 500 triliun,” tegas Ketua Dewan Pendidikan Jatim 2008-2011 dan 2011-2014.
Zainuddin mengatakan, jika dana sebesar itu benar-benar dialokasikan untuk pendidikan, bukan hanya akan mampu memberi gaji yang layak kepada seluruh guru honorer di Indonesia.
Tetapi pemerintah juga diyakini sanggup menyelenggarakan pendidikan dengan guru-guru berkomptensi dan berkesejahteraan. Baik di sekolah-sekolah dengan sarana dan prasarana yang berkualitas. (*)
Penulis Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post