Khatib Bahas Eksistensi Manusia, Infak Rp 6,5 Juta untuk Palestina

Khotib bahas eksistensi kehambaan, infak shalat gerhana di Masjid Al-Jihad Situbondo, Rabu (26/5/2021) sebesar 16,5 juta rupiah disumbangkan ke Palestina.
Khatib Bahas Eksistensi Manusia, Infak Rp 6,5 Juta untuk Palestina. Ustadz Baharuddien Syakban saat khutbah. (Sugiran/PWMU.CO)

PWMU.CO Khatib bahas eksistensi manusia, infak shalat gerhana di Masjid Al-Jihad Situbondo, Rabu (26/5/2021) sebesar Rp 6,5 juta disumbangkan ke Palestina.

Dalam khutbahnya Ustadz Baharuddien Syakban dari Kota Batu Malang menyampaikan alam semesta ini tunduk kepada Allah SWT.

“Bintang yang gemerlap di waktu malam, bulan yang cahayanya menawan dan matahari yang terang benderang semuanya hanyalah makhluk ciptaan Allah SWT. Yang tunduk pada kekuasaan Allah, beredar sesuai aturan Allah dan tidak akan bergeser kecuali atas izin Allah SWT,” ujarnya.

“Allah telah berfirman Apakah manusia itu tidak mengetahui bahwa Allah swt yang menjadikan langit, bumi, matahari, bulan, gunung, pepohonan dan sebagian besar manusia mereka tunduk kepada Allah SWT,” sitirnya.

Menurutnya tanda-tanda alam sejatinya adalah isyarat ilahiah dari waktu ke waktu untuk mengembalikan eksistensi kehambaan kita kepada Allah.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih berganti siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal yaitu orang-orang yang mengingat Allah SWT sambil berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring,” kutipnya.

“Bahkan Allah menyatukan pada tasbih semesta dan ketundukan alam raya itu kepada Allah. Allah berfirman bertasbihlah mensucikan Allah segala apa yang di langit dan di bumi,” tambahnya.

Gerhana Agar Hamba Takut Kepada Allah

Khusus pada fenomena gerhana bulan, lanjutnya, maka sesungguhnya gerhana membawa pesan dari Rasulullah Muhammad SAW.

“Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda diantara tanda-tanda kebesaran Allah. Tidak terjadi gerhana keduanya disebabkan kematian atau kelahiran seseorang. Tetapi sesungguhnya Allah menjadikan gerhana matahari atau bulan itu agar hamba-hamba Allah merasa takut kepada Allah,” jelasnya mengutip sabda Nabi.

Rasa takut, sambungnya, sesungguhnya merupakan rasa yang membuat seorang hamba dapat mengendalikan dirinya dalam kehidupan ini.

“Dengannya manusia sadar bahwa setiap saat jika Allah menghendaki keadaan yang stabil dapat berubah menjadi prahara. Langit yang terang bisa menjadi gelap gulita. Bumi yang tenang bisa tiba-tiba terguncang bahkan terbalik dan terbelah. Semua itu tunduk kepada kehendak Allah dan atas pengaturan Allah,” paparnya.

Tanggung Jawab di Hadapan Allah

Betapa tidak tahunya diri manusia ini, ungkapnya, saat semua fasilitas hidup yang telah diberikan oleh Allah justru fasilitas itu digunakan untuk bermaksiat kepada Allah SWT. Ia bangga dengan dosa-dosa yang ia lakukan. Astaghfirullah.

“Dunia ini pasti berakhir. kehidupan ini pasti akan berujung pada kematian. Semua kita akan dapat mencicipi al-maut. Mencicipi kematian kemudian akhirnya kita akan berdiri di hadapan pengadilan Allah dan kita semua akan mempertanggungjawabkan apa yang pernah kita lakukan di dunia ini,” tegasnya.

Segalanya dan semuanya, menurutnya, akan sirna. Rupa yang cantik dan rupawan akan lebur termakan usia dan akan terlebur bersama tanah. Harta yang melimpah bisa habis dan sirna dalam sesaat dan yang pasti dia tidak akan setia menemani kita di alam kubur.

“Jabatan yang kita banggakan, relasi dan semua kemewahan dunia semua adalah sementara tak ada yang kekal abadi. Jika demikian halnya dan nurani kita menyadari hal ini maka lalu mengapa kita selalu mengejar dunia semua tanpa henti. Lalu mengapa kita dibuat berlari liar oleh obsesi-obsesi fatamorgana,” sergahnya.

Kembali ke Syariat Allah

Dia berpesan agar selalu ingatlah Allah SWT dan ingat nikmat Allah. Nikmat ketaatan kepada Allah yang telah dijanjikan kepada kita. Sesungguhnya telah tiba saatnya hati ini tunduk kepada Allah SWT.

“Dielus dan dikendalikan untuk taat kepada Allah. Dituntun untuk berjalan dalam cahaya terang syariatnya. Sungguh kehidupan yang tertata dengan aturan ilahi adalah kehidupan yang indah dan bahagia,” pesannya.

“Alangkah indahnya pertaubatan itu saat dahi ditundukkan dalam sujud-sujud yang khusuk. Alangkah indahnya saat-saat tangan menengadahkan dalam munajat-munajat kepada Allah. Alangkah indahnya saat tangan-tangan dermawan berbagi rezeki Allah SWT kepada sesama manusia,” imbuhnya.

Menurutnya sungguh suatu keniscayaan dan keharusan untuk kembali saat kaki terlalu jauh melangkah menjauhi dari shirathal mustaqim. Sekarang saatnya Allah mempertakuti kita dengan gerhana bulan ataupun gerhana matahari. Dan semua itu akan tunduk kepada kekuasaan Allah.

“Sebelum semuanya gelap dan tak ada terang lagi. Sebelum mata terpejam dan tak bisa terbuka lagi, mudah-mudahan Allah memberikan ampunan dan rahmatnya kepada kita semua,” harapnya.

Usai pelaksanaan shalat gerhana dan shalat Isya, Ketua Takmir Masjid Al-Jihad H Mursidi mengumumkan perolehan infak.

“Alhamdulillah perolehan infak shalat gerhana hari ini sebesar Rp. 6.515.000. Dan semuanya akan disumbangkan untuk saudara-saudara kita di Palestina melalui Lazismu Kabupaten Situbondo,” tutupnya. (*)

Penulis Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.

Exit mobile version