PWMU.CO – Menulislah! Agar Ide-idemu Tak Terkubur bersama Jasad. Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohammad Nurfatoni menyampaikan pernyataan itu pada Seminar Literasi yang digelar Smamda Surabaya, Kamis (15/7/2021) pagi.
Seminar daring itu bertema “Membentuk Generasi Milenial Kreatif Menulis” itu diikuti siswa kelas XII dan XII serta wali ssiwa SMA Muhammadiyah 2 Surabaya (Smamda).
Fatoni—sapaan akrabnya—mengaku baru satu kali menulis opini yang selaras dengan latar belakangnya—sebagai lulusan Pendidikan Biologi FPMIPA di IKIP Surabaya—yaitu ketika dia menulis tentang Bioteknologi: Mempertanyakan Peranan Etika, yang dimuat koran Jawa Pos ,9 September 1993.
Ternyata, sejauh ini dia lebih banyak menulis tentang agama, sosial, politik, dan bahkan—belakangan ini—tentang bahasa.
Motif Menulis Siswa Smamda
Sebelum menyampaikan materinya, Fatoni memberikan pre-test untuk siswa. “Mengapa sih kita harus menulis? Motif apa yang menggerakkan kita untuk menulis?” tanya alumnus SMA Muhammadiyah 1 Babat Lamongan itu.
Hanya berselang beberapa detik, banyak jawaban masuk di kolom komentar Zoom Cloud Meeting. Salah satunya jawaban dari Ribas Maulana, “Untuk melatih motorik,” ketiknya.
Birawa, siswa lainnya, berpendapat menulis bisa melatih diri untuk merangkai kata. Sejalan dengan itu, Ahmad Azril berpendapat agar bisa menuangkan ide ke dalam tulisan. Begitu pula dengan jawaban Nabilah, bahwa menulis bisa mengasah pola pikir.
Selain itu, ada pernyataan dari Rafitas Gita yang menarik, “Tanpa menulis, suatu kaum tidak bisa berkembang seperti zaman sekarang.”
Fatoni lantas meminta Rimba Ayu—guru Smamda sekaligus kontributor PWMU.CO yang memandu acara—untuk merekam jawaban-jawaban siswa itu. Meski hanya dari kalimat pendek, tapi jika dikumpulkan, bisa menjadi sebuah tulisan.
Abadikan Ide, Dokumentasikan Gagasan
Dari jawaban tersebut, Direktur Penerbit Kanzun Book menyimpulkan, pertama, menulis untuk mengabadikan ide dan mendokumentasikan gagasan. “Kita bisa membaca teori di sekolah, misalnya teori gravitasi, itu karena ditulis,” terangnya.
Selain itu, Fatoni mencontohkan, kita bisa membaca perjalanan Rasulullah dalam menjalankan dakwah juga karena ditulis di hadits. Begitu juga dengan al-Quran yang bisa kita baca sampai sekarang, selain karena dihafalkan juga karena ditulis di pelepah kurma dan dibukukan dalam mushaf.
“Siapa yang pengin idenya abadi, dibaca pada kurun waktu yang akan datang, maka dia harus menulisnya,” tuturnya.
Kalau tidak ditulis, sambungnya, maka gagasan itu akan terkubur bersama jasad kita ketika telah dipanggil Allah. Padahal, kita punya ide, gagasan, pemikiran yang sangat bermanfaat kalau dibaca orang lain.
“Tapi karena kita tidak menulisnya, atau merekamnya di YouTube (sesuai konteks saat ini), maka kita akan terkubur bersama gagasan brilian tersebut!” tegasnya.
Tawarkan Gagasan
Kedua, menulis adalah menawarkan gagasan. Seperti yang sering dia ceritakan di forum-forum sebelumnya, bahwa Muhammadiyah kini ‘tenggelam di dasar Google‘. Sebab, tokoh, aktivis, dan pelajar Muhammadiyah banyak yang tidak aktif menulis. Sehingga, kini masih sulit mencari gagasan orang Muhammadiyah di Google.
“Sangat memprihatinkan, karena ide-ide Muhammadiyah tidak akan dikenal atau dipakai oleh orang yang mencari jawaban atas pertanyaan di internet,” ujarnya.
Kepada PWMU.CO Senin (19/7/2021) Fatoni bersyukur bisa menerbitkan tulisan dari Ustadz Dr Zainuddin MZ tentang hukum isbal. Sejauh ini, tulisan ulama Muhammadiyah tentang itu tidak banyak yang berada di ‘permukaan Google’.
Tapi berkat tulisan itu kalau sekarang mencari hukum tersebut di Google, PWMU.CO siap memberikan jawaban atas pertanyaan itu. “PWMU.CO insyaallah tidak tenggelam di dasar Google,” ungkapnya.
Dia juga memberi contoh tulisan almarhum Nadjib Hamid tentang hukum pre-wedding berada di halaman satu pencarian Google.
Kepada 700-an siswa Smamda peserta seminar, Fatoni berpesan: “Kalau adik-adik punya gagasan, apapun itu tulislah! Dengan menulis itu orang lain membaca dan kita bisa memengaruhi mereka!”
Fatoni mencontohkan, M Rizal Fadillah yang menulis setiap hari. Rizal punya ideologi dan tujuan yang jelas mengapa dia harus menulis. Karena dengan menulis, dia bisa menyampaikan gagasan.
“Dia menjadikan tulisannya itu alat ‘perang pemikiran’,” ungkap penulis buku Tuhan yang Terpenjara itu.
Rawat Kreativitas, Jaga Kesehatan
Ketiga, menulis adalah merawat kreativitas. “Kreativitas terjaga ketika kita menulis,” terangnya. Dengan menulis maka otak bisa terpakai secara optimal—salah satu syarat kreativitas.
Kata Fatoni, kalau ada unek-unek, curahan hati, atau sesuatu yang mengganjal, bisa ditulis secara kreatif.
Bahkan, lanjutnya, menulis itu bisa menyembuhkan luka. Seorang temannya, guru di sekolah Islam favorit di Surabaya, baru saja kehilangan suaminya karena Covid-19. Beberapa pekan selanjutnya, dia bangkit—menyembuhkan luka—dengan menulis.
Bagi Fatoni, menulis bisa menjaga kesehatan. “Karena masalah yang kita hadapi, bisa kita keluarkan dalam bentuk tulisan,” ungkapnya.
Dia mengumpamakan seperti ketika sakit bisul (udun). “Ketika udunnya meletus atau keluar itu lega,” kata bapak dari lima anak itu.
Ketika masalah itu ditulis, imbuhnya, penulis bisa merasa lega, sehingga membuat imunitas juga meningkat dan sehat.
Akhirnya, dia menyimpulkan, menulis itu kegiatan yang positif dan bahkan menyehatkan. (*)
Menulislah! Agar Ide-idemu Tak Terkubur bersama Jasad: Penulis Sayyidah Nuriyah
Discussion about this post