PWMU.CO– Lowongan kerja di Australia di sektor pertanian untuk pekerja migran. Selama pandemi Covid-19 petani Australia kekurangan tenaga untuk memetik hasil panen pertaniannya.
Pemerintah Australia mengambil langkah baru menawarkan keikutsertaan Indonesia dalam program visa khusus untuk mengisi lowongan kerja pertanian.
Penyataan ini disampaikan Menteri Pertanian Australia, David Littleproud kepada ABCNews, Kamis (21/10/2021).
”Kami bisa umumkan kepada publik jika Indonesia adalah salah satu negara yang sedang kami negosiasikan (soal visa khusus pekerja pertanian),” ujar Menteri David.
Pemerintah Australia masih akan menunggu hingga Indonesia sepakat mengirimkan warganya untuk bekerja di sektor pertanian Australia.
Menteri David berharap kesepakatan ini bisa tercapai dalam waktu sebulan. “Setelah kedua negara menandatangani, perusahaan rekrutmen pekerja yang sudah di setujui kemudian bisa langsung siap dan segera memilih pekerja,” ujarnya.
Australia mengumumkan visa baru khusus untuk pekerja sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan dan pengolahan daging mulai Oktober. Warga dari negara-negara di Asia Tenggara yang sudah menandatangani kesepakatan bilateral, termasuk Indonesia.
Disebutkan ada kemungkinan mereka yang bekerja di sektor pertanian dengan visa ini nantinya bisa mendapatkan status penduduk tetap di kawasan regional Australia.
Duta Besar Republik Indonesia di Canberra Kristiarto Legowo menyambut baik inisiatif Pemerintah Australia terkait skema visa pertanian.
”Kami memahami petani Australia telah mendukung inisiatif ini selama beberapa tahun terakhir. Ini juga merupakan skema yang serupa dengan apa yang telah dilakukan Indonesia-Australia di bawah IA-CEPA,” katanya.
”Kami berharap dapat mendengar detail lebih lanjut tentang skema tersebut,” ujarnya.
Visa tersebut muncul bersamaan dengan perjanjian perdagangan bebas (FTA) antara Inggris dan Australia yang tidak lagi mengharuskan pemegang visa liburan sambil bekerja (Work Holiday Visa) dari Inggris harus bekerja di ladang pertanian selama 88 hari.
Keluhan Petani
Petani sayuran dan buah-buahan di Australia semakin khawatir dengan kemungkinan gagal panen, karena tidak cukupnya pekerja untuk membantu.
Sampai-sampai Asosiasi Petani Stroberi Queensland (QSGA) menawarkan hadiah uang tunai senilai AU$100 ribu, atau lebih dari Rp 1 miliar untuk menarik orang yang lowongan kerja memanen stroberi di musim dingin tahun 2021.
Para petani Australia sudah melaporkan kerugian besar akibat tidak tersedianya pekerja untuk memanen.
Sebagian dari para petani stroberi di Queensland bahkan sudah mengurangi lahan penanaman tahun ini. Sementara beberapa petani sama sekali tidak menanam stroberi karena khawatir tidak adanya yang bisa membantu memetik hasil panen.
“Kami mendorong siapa saja yang tertarik mencoba menjadi pemetik stroberi untuk datang ke Queensland di musim dingin dan menikmati musim panen,” kata Adrian Schultz, Presiden QSGA.
Adrian mengatakan industri stroberi di Queensland memerlukan sekitar 7.000 pekerja untuk membantu pemetikan. ”Kami mencari siapa saja yang mau datang untuk bekerja,” katanya.
Petani di kawasan Sunshine Coast dan Wide Bay di Queensland kini mulai menanam stroberi yang akan dipanen pada musim dingin beberapa bulan mendatang.
Salah seorang petani, Brendan Hoyle, mengatakan hanya menanam 60 persen dari lahannya karena khawatir kesulitan tenaga petik waktu panen stroberi. ”Ini masa-masa yang sulit,” katanya.
”Kami mengambil sikap berhati-hati guna memastikan kami bisa memanen seluruh tanaman,” ujarnya.
Pengalaman Pekerja Migran
Sudah banyak pemuda Indonesia yang mengikuti program Work and Holiday Visa (WHV) di Australia. Visa ini diperuntukkan bagi yang berusia 18-30 tahun untuk berlibur sambil bekerja.
Aaron Rehan, contohnya. Tiba di Australia Desember 2017. Rehan mengatakan, mengetahui program WHV mencari lewat internet. Situs resmi pemerintah Indonesia juga tersedia.
Dia mengurus sendiri visa WHV. ”Meminta bantuan agen-agen imigrasi yang bisa menjanjikan visa WHV tentu memakan biaya lebih tapi tak menjamin visa kita disetujui,” katanya.
Dia bercerita, pertama kali tiba di Sydney akhir tahun 2017 pas libur Natal dan Tahun Baru. Jadi sempat tidak bekerja sebulan. ”Karena saya tidak memiliki kenalan, mencari pekerjaan terbilang susah,” kata Rehan.
Akhirnya, lewat grup media sosial komunitas Indonesia di Sydney, dia mendapatkan pekerjaan pertamanya sebagai pembersih apartemen dan kamar mandi umum.
”Setelah itu saya bekerja sebagai pencuci piring di restoran yang saya dapatkan dari rekomendasi teman WHV di Sydney ketika itu,” tuturnya.
Menurut Rehan asal Boyolali, informasi pekerjaan kadang didapatkan juga dari kenalan. Karenanya membentuk jaringan dengan komunitas Indonesia di Australia sangatlah penting.
”Pekerjaan terkadang tiba dari orang orang yang kita kenal di komunitas ini atau teman-teman yang kamu temui di Australia,” katanya.
Pengalaman lain dari Ahmad Adib, asal Depok. Mulai kerja tahun 2016 di Darwin, Australia Utara. Diterima bekerja di dapur perusahaan pertambangan.
Selain bekerja di dapur selama hampir setahun setengah, ia juga pernah bekerja di pabrik daging Victoria.
”Waktu saya di Warrnambool, Victoria, saya punya banyak teman dari Korea dan Jepang karena banyak orang Asia di sana,” katanya.
Hubungan pertemanan internasional dijaganya dengan baik. Saat mengunjungi Jepang dan Korea, Adib mengajak bertemu teman-teman yang ia kenal lewat WHV.
Setelah visa WHV-nya selesai, ia mengajukan visa pelajar untuk melanjutkan pendidikan dan pindah bersama istrinya ke Adelaide.
Sambil kerja paro waktu, Adib saat ini sedang sekolah S2 jurusan Social Worker dengan menggunakan sebagian penghasilannya dari WHV.
”Uang bekerja WHV terkumpul cukup banyak. Bisa untuk bayar kuliah S2 dua tahun. Sempat mengajak 10 anggota keluarga jalan-jalan ke Malaysia,” katanya. (*)
Editor Sugeng Purwanto