Wisata Halal Berkembang, Pahami Fikih Pariwisata

Habib Chirzin (dok pribadi)

Wisata Halal Berkembang, Pahami Fikih Pariwisata, oleh Habib Chirzin, International Institute of Islamic Thought (IIIT), Representative, Indonesia; Ketua Badan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 1990-1995. 

PWMU.CO – Majalah Suara Muhammadiyah sudah melaungkan pentingnya pengembangan wisata halal dan perlunya pengkajian dan pengembangan fikih pariwisata.

Dengan simpatinya, Suara Muhammadiyah menarik perhatian kita kepada dunia wisata. Bahkan menyeru secara sungguh-sungguh untuk memajukan pendidikan wisata dan hospitality.

Sebab, permintaan konsumen terus meningkat. Dari wisata budaya, seminar, kesehatan, sampai umrah dengan tambahan program-program kunjungan yang sangat edukatif dan menghibur. Kemudian, dari wisata alam, budaya, kuliner, religi, kesehatan, pelatihan, seminar, agrowisata ke peace tourism (wisata damai).

Berdasarkan laporan utama majalah Suara Muhammadiyah edisi 23 (1-16/12/21) bertajuk “Menuju Fikih Wisata”,  Mastercard Crescentating Global Travel Market Index 2019 memprediksi pada tahun 2026 akan ada 230 juta wisatawan Muslim di dunia.

Di samping itu, perkembangan wisata halal di Indonesia sangat menggembirakan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencatat Lombok meraih penghargaan The World Best Halal Tourism Destination pada The World Halal Travel Awards 2015 di Abu Dhabi.

Selain itu, ada Aceh, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, dan Jakarta yang dianggap berpotensi dikembangkan menjadi destinasi wisata halal. Melihat perkembangan ini, maka kita perlu meningkatkan kualitas dan daya saing dengan negara-negara Jiran. Terutama Malaysia dan Thailand, kemudian Korea dan Jepang.

Ragam Pengalaman Wisata Halal

Beruntung, saya pernah diundang menjadi pembicara di Mountain House, Switzerland. Sekarang menjadi Swiss Hotel Management School (SHMS) Coux dengan semboyan ‘Switzerland is the mother of Tourism Education’.

Ketertarikan saya pada dunia pariwisata dan hospitality, bermula sekitar Februari (1976). Panitia Konferensi “Consultation on Land and Development” mengajak saya berwisata ke Hikkadua Coral Garden untuk mengunjungi Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat Sarvodaya (Langka Jatika Sarvodaya Sangamaya). Kemudian saya berkunjung ke Masjid Sultan di Singapura.

Pada tahun 1997, saya mendapat jamuan makan siang di restaurant berputar Menara Kuwait pada Konferensi “The Role of Waqf in Strengthening Civil Society”. Selanjutnya, pada tahun 2000, saya naik ke puncak Empire State Building di the 5th Avenue New York dan Markas Besar PBB. Sebab, diundang menghadiri “World Peace Summit of the Religious and Spiritual Leaders in the United Nations”.

Pada awal tahun 2001, saya berkunjung ke Piramida Giza, ziarah ke makam Imam Syafii, dan menikmati makan malam di tepi sungai Nil, Mesir. Di tahun yang sama, saya berkunjung ke Masjid Omar Ibn al Khattab di dekat kampus UCSC (8/9/2001). Kemudian, saya mengunjungi masjid Rabithah al-Alam al-Islami (10/9/2001).

Pada tahun 2006, saya menikmati kuliner di sepanjang sungai Mekong dan masjid Jami’ yang besar di Pnompenh, Kamboja. Selain itu, saya juga berziarah ke Blue Mosque, Hagia Sophia (Aya Sofia), dan Istana Topkapi di Istanbul (2007). Turki adalah salah satu negara destinasi wisata halal yang banyak diminati wisatawan.

Baca sambungan di halaman 2: Perkembangan Pendidikan Pariwisata dan Hospitality

Habib Chirzin (dok Wisata Halal Berkembang, Pahami Fikih Pariwisata)

Perkembangan Pendidikan Pariwisata dan Hospitality

Salah satu perguruan tinggi Muhammadiyah yang telah merintis pendidikan pariwisata dan hospitality adalahUniversitas Muhammadiyah Malang (UMM). UMM telah cukup lama mendirikan hotel di mana wisatawan umum dapat menyewa.

Perkenalan saya dengan dunia pendidikan perhotelan dan hospitality bermula pada tahun 1994. Saat itu, saya bersama Mahyudin Al Mudra—pendiri Balai Melayu Yogya yang menyediakan fasilitas penginapan bintang 4—mengunjungi Community College jurusan Hotel Management dan Food and Baverage di New York dan Baltimore.

Saya pernah diundang menjadi salah satu pembahas dalam Round table on Halal Tourism and Hospitality di Universiti Sains Malaysia (USM), Penang. Di sana, hadir juga para pakar seperti Prof Dr Shaya’a Othman, Prof Noraini Othman, Prof Dr Rahmah Abdurrahman, Prof Dato Wira, dan Dr Jamil Osman.

Dalam kesempatan itu juga, saya berkunjung ke Faculty of Halal Tourism and Hospitality di Insaniah University College di Kedah. Fakultas itu berkembang sejak Prof Dato Wira Dr Jamil Osman menjadi rektornya.

Hasilnya, perlu tindak lanjut bersama dalam mengembangkan kajian dan pendidikan wisata halal. Misalnya dalam pengembangan kurikulum, penulisan buku-buku, penelitian bersama, dan diversifikasi produk halal. Begitupula di Indonesia. Kajian wisata halal dan hospitality ini mesti terus dikembangkan lebih lanjut.

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version