Watuk-wahingnya Mubalighat Jadi Sorotan

Ketua Majelis Tabligh PDA Gresik Muyasaroh (Istimewa/PWMU.CO)

Watuk-wahingnya Mubalighat Jadi Sorotan, laporan Nurfadlilah, kontributor PWMU.CO Gresik.

PWMU.CO
 – Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Duduksampean mengadakan Pelatihan Mubalighat, di Aula H Syaiful Ma’arif Jalan Raya Kawisto Windu Petis Benem, Duduk Sampeyan, Kabupaten Gresik.

Pelatihan Mubalighat menghadirkan narasumber dari Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Gresik: Idha Rahayu Ningsih MSi, Dra Hj Khoiriyah, Hj Muyasaroh SPdi, dan Hj Nurfadlilah SPd. 

Pelatihan bertema ‘Meningkatkan Kualitas Mubalighat untuk Dakwah Pencerahan Menuju Aisyiyah Bekemajuan’ ini dihadiri 65 peserta.

Ketua Majelis Tabligh PDA Gresik Muyasaroh memberikan materi dengan tema: ‘Kompetensi dan Profil Mubalighat’. Dengan gaya humorisnya dia mengatakan, mubalighat harus ramah dan murah senyum. 

“Dalam menghadapi audiens wajahnya tidak boleh ditekuk, tidak boleh merengut, dengan ekspresinya yang njengkerut,” ujarnya yang disambut dengan gerrr-gerrran peserta.

Menurutnya, watuk-wahingnya mubalighat jadi sorotan. “Karena jadi panutan (uswah hasanah), semua harus bernuansa islami, berpenampilan menarik namun tetap bersahaja, tidak boleh amburadul. Biar dalam berpidato tidak ribet membetulkan kerudungnya,” terang Bu Muya, sapaannya.

Panggilan Hati

Mubalighat, sambungnya, adalah panggilan hati. Bukan karena ingin terkenal, disanjung, dan dipuji. Mubalighat adalah orang yang mampu menyampaikan ajaran Islam dengan benar. Mubalighat tidak boleh puas dengan apa yang dimiliki.

“Selanjutnya kata harus meng-update diri. Wawasannya harus luas  khususnya ilmu agama. Mubalighat Aisyiyah harus memahami ideologi Muhammadiyah dengan baik,” terangnya.

Muyasaroh juga berpesan kalau mengundang penceramah harus yang sehat jasmani dan rohani. “Kalau yang diundang stress, nanti ngelantur ke mana-mana,” ujarnya sambil jari telunjuknya ditaruh di dahi, mengekpresikan orang stress.

Baca sambungan di halaman 2: Profil Mubalighat Aisyiyah

Pemateri dan peserta berfoto bersama (Istimewa/PWMU.CO)

Profil Mubalighat Aisyiyah

Bu Muya juga menyampaikan profil mubalighat ideal. Yaitu memiliki akidah dan ilmu agama yang kuat, fasih dalam bahasa Arab, dan rujukannya al-Quran dan ss-sunnah.

Selain itu mubalighat Aisyiyah juga harus terampil dalam berkomunikasi dengan memiliki enam ciri qaulan (perkataan). Yaitu qaulan karima (perkataan yang mulia, sopan, dan hormat), qaulan balighah (perkataan yang jelas, menyentuh hati, dan membekas pada pendengar); qaulan layyina (perkataan yang lembut), qaulan makrufah (perkataan yan baik), qaulan syadida (perkataan yang lugas), dan qaulan maisurah (perkataan yang mudah dipahami dan dimengerti).

Mubalighat juga harus percaya diri, tenang, sabar, peka terhadap masalah kekinian, dan paham tentang isu-isu kontemporer.

Muyasaroh yang punya moto: ‘hidup sekali harus berarti, hidup sesaat harus manfaat, hidup sebentar harus benar’, kemudian menyitir hadits yang artinya, sebaik- baik manusia adalah yang bisa memberi manfaat kepada orang lain.

Di tengah suasana pelatihan yang serius Muyasaroh kemudian mengajak peserta bernyanyi dengan lagu Jagalah Hati yang syairnya diubah seperti ini:

Jaga Aisyiyah, jangan kau duakan
Jaga Aisyiyah jangan kau abaikan
Jaga edeologi, jangan kau pungkiri
Jaga komitmen, jangan kau khianati

Kompetensi Mubalighat

Menyinggung perempuan berkemajuan, Muyasaroh memberikan contoh cirinya yakni mengasah kompetensi, yang meliputi. Pertama, kompetensi dalam bidang agama, mampu menjadi teladan yang baik, menyampaikan dan mengamalkan ajaran Islam: Ibda’ binafsikdalam keluarga dan masyarakat.

Kedua, kompetensi dalam bidang akademik. Menurutnya mubalighat harus banyak menguasai ilmu komunikasi, bahasa, dan teknologi informasi.

Ketiga, kompetensi sosial dengan mengikuti kegiatan sosial. Tidak menjauh dari masyarakat, tapi sabar melayani dan membimbing saat masyarakat membutuhkan.

Keempat, memiliki kepribadian yang menarik: berkarakter, santun, dan rendah hati, sehingga menjadi figur bagi umat. Mengakhiri ceramahnya, Bu Muya berpantun: “Asale santen saking kelopo, cekap semanten atur kulo.” (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version