![Industri Senjata KH Ahmad Dahlan untuk Kemerdekaan, kolom ditulis oleh Prima Mari Kristanto. Warga Muhammadiyah yang tinggal di Kota Lamongan.](https://i0.wp.com/pwmu.co/wp-content/uploads/2020/08/IMG-20200528-WA0006-1-1.jpg?resize=1024%2C669&ssl=1)
Mubah selama Tidak Ada Larangan
Sedangkan dalam kesimpulan tentang Pedoman Seni dan Budaya Islam yang tertuang dalam lampiran Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 138/KEP/I.0/B/2014 tentang Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih XXVII adalah menurut fitrah dan kondratnya, seni dan budaya itu ada dan melekat pada diri manusia sejak lahir, karena manusia dibekali oleh oleh Allah keamampuan akal budi (karsa, cipta dan rasa) yang berwujud hati nurani, akal, dan perasaan. Kesenian adalah bagian dari kebudayaan, yaitu hasil karsa, cipta dan rasa manusia yang mempunyai nilai keindahan
Agama adalah kepercayaan, yang berfungsi sebagai sumber nilai dan panduan dalam kehidupan berbudaya dan berkesenian. Wilayah atau peta seni budaya Islam adalah termasuk muamalah duniawiyah dengan kaidah: pada dasarnya boleh kecuali ada nas yang mengharamkan.
Hukum Islam tentang kesenian adalah mubah/boleh, sejauh tidak ada larangan agama dalam cara maupun tujuannya. Bahkan kalau tujuannya untuk dakwah, karena dakwah hukumnya wajib, maka kesenian hukumnya dapat menjadi sunnah atau wajib, paling tidak menjadi wajib kifayah.
Agama Islam mendorong berkembangnya kebudayaan dan kesenian, dengan mengintegrasikan agama, ilmu dan seni. Strategi Kebudayaan Muhammadiyah menyatakan bahwa dimensi ajaran kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah dengan dimensi ijtihad dan tajdid sosial keagamaan, dilakukan secara organisasi.
Peran Muhammadiyah dalam mengembangkan kebudayaan dan kesenian adalah sebagai media dakwah. Dakwah adalah wajib ’ain dan wajib kifayah. Maka mengembangkan kesenian dan kebudayaan, sebagai media dakwah dapat menjadi wajib ’ain dan wajib kifayah, berdasar kaidah ”maa lam yatimmul waajib, illa bihi fahuwa waajibun” tidak sempurna suatu kewajiban tanpa dengannya, maka hal yang dapat menyempurnakan itu menjadi wajib. Wallahu’alam bishawab (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post