Semangat Ibu
Keberhasilan mereka juga berkat semangat dari ibunya. Berawal saat mendengar kabar bahagia Zulfikar meraih juara, ibu dua anak itu mengatakan bangga sekaligus merasa bersalah. Sebab, malam sebelumnya, Zulfikar baru beranjak tidur pukul 01.00 WIB.
Ceritanya, mereka sekeluarga habis berkunjung ke rumah kakek di Surabaya. Sayang kunci rumahnya tertinggal di sana. Alhasil, mereka baru bisa masuk rumah setalah dini hari.
“Saya minta maaf dan kasih semangat ke Zulfikar, yang penting percaya diri sendiri dan yakin bisa!” pesannya sebelum berangkat sambil mendoakan.
“Kasihan, kurang tidur. Setengah 6 pagi sudah ke sekolah. Selepas lomba saya pijitin,” kenangnya.
Di sisi lain, dia bersyukur Zulfikar punya fisik yang kuat dan sehat. Selama ini anak sulungnya memang rutin minum madu dan vitamin. “Alhamdulillah lelahnya terbayar,” ucapnya.
Devi, sang pembina, membenarkan Zulfikar mengganti waktu tidurnya di sepanjang perjalanan maupun waktu luang di lokasi lomba. “Waktu perjalanan berangkat, 45 menit menjelang semifinal, ketika menunggu pengumuman lomba, juga saat perjalanan pulang,” ungkapnya mengingat berbagai kesempatan yang Zulfikar manfaatkan untuk tidur.
Lain halnya dengan Zahra. Ketika perempuan yang hobi membaca kisah Muhammad SAW itu sambat capek latihan gegara belajar terus, Ria—sapaan bundanya—memotivasi, “Kalau kakak menang, kakak juga yg senang. Justru dengan kakak ikut lomba pengetahuan kakak tambah banyak.”
Bukan Lomba Pertama
Bagi Zulfikar maupun Zahra, ini bukan pengalaman lomba pertama yang mereka ikuti. Ketika ditanya, mereka mengaku tidak gugup selama menjalani proses lomba. Justru, Devi dan Zumah yang gugup karena siswanya harus berjuang di Babak Final yang terdiri dari tiga babak.
Babak Final hanya diikuti lima peserta yang lolos babak semifinal. Babak pertama, peserta menghadapi tiga pertanyaan wajib, di mana setiap pertanyaan terbatas waktu 30 detik. Babak kedua ‘Siapa Cepat Dia Dapat’. Peserta berebut menjawab 10 pertanyaan yang dilontarkan panitia. Babak terakhir, pertaruhan skor.
Sebelumnya, Zulfikar pernah ikut kompetisi serupa yang digelar Rumah Pintar. Karena waktu itu baru pertama kali, waktunya banyak terbuang lama ketika mengisi data diri. Maka dia jadikan ini sebagai pelajaran untuk bekal lomba selanjutnya.
Begitupula dengan Zahra. Sebelumnya, dia memang langganan juara lomba-lomba internal sekolah. Di antaranya, juara I lomba pidato tentang Palestina, juara I lomba orasi Kemerdekaan, juara V hafalan doa, dan juara VI matematika.
Ibunya memang sangat mendukung Zahra mencoba lomba di berbagai bidang untuk menggali bakat terpendamnya. Apalagi, kata ibunya, Zahra mulai mandiri dalam belajar sejak kelas IV. Berdasarkan pengakuan Zahra, dia memang lebih mudah memahami pelajaran al-Islam dan Bahasa Arab.
Baca sambungan di halaman 3: Apresiasi Pembina
Discussion about this post