Ambil Rapor, Orangtua Siswa Spemma Manfaatkan Layanan Konselor

Ambil Rapor, Orangtua Siswa Spemma Manfaatkan Layanan Konselor, Liputan Alimmatus Firmansyah kontributor PWMU.CO
Orangtua Siswa Spemma Manfaatkan Layanan Konselor (Istimewa/PWMU.CO)

Ambil Rapor, Orangtua Siswa Spemma Manfaatkan Layanan Konselor, Liputan Alimmatus Firmansyah kontributor PWMU.CO

PWMU.CO – Orangtua siswa SMP Muhammadiyah 5 Surabaya (Spemma) mengambil laporan hasil belajar (rapor) tengah semester di tiap jenjang kelas, Sabtu (26/3/22)

Wakil kepala Spemma bagian kurikulum Misbach Noeruddin SSi MM mengatakan jadwal pengambilan rapor memang dibuat bergantian agar tidak terjadi pengumpulan orangtua dalam waktu yang bersamaan.

“Ini adalah kegiatan rutin tiap tengah semester ini sangat tepat untuk menjalin komunikasi dan diskusi antara orangtua dan guru terkait perkembangan peserta didik di sekolah maupun di rumah,” ujarnya.

Manfaatkan Pelayanan Konselor

Guru Bimbingan dan Konseling Spemma Sumeru Tasianna SPd menjelaskan dukungan peran orangtua bersama dengan pihak sekolah menjadi kunci keberhasilan kegiatan pembelajaran peserta didik baik di rumah maupun di sekolah.

Dia memaparkan pertanyaan mengenai nilai tugas mata pelajaran yang belum dikerjakan atau perilaku peserta didik di sekolah merupakan pertanyaan yang sering ditanyakan orangtua. Untuk hal itu, lanjutnya, para orangtua dapat memanfaatkan layanan konselor Spemma untuk berkonsultasi tentang kondisi anaknya.

“Salah satu penyebab motivasi belajar peserta didik yang menurun dapat berasal dari kondisi pola asuh orangtua di rumah terhadap anak-anaknya,” terangnya.

Perkembangan Emosional

Nana, sapaan akrabnya, menjelaskan peserta didik usia SMP (13-15 tahun) memiliki salah satu karakteristik dalam perkembangan emosionalnya mengalami masa ambivalensi. Masa tersebut anak-anak memiliki kecenderungan kondisi antara keinginan bergaul lebih terbuka dengan teman-temannya atau menyendiri.

“Tak hanya itu, kecenderungan untuk terlepas dari dominasi dan peran orangtuanya pun mulai terlihat. Peserta didik mulai terlihat ingin bebas dari bantuan orangtua, peran atau hal-hal lain yang melibatkan orangtua mereka,” katanya.

Peserta didik berusia SMP akan mengalami kecenderungan membandingkan antara norma dan etika secara konsep dengan kondisi praktik kenyataan yang dilakukan oleh orang dewasa. Hal ini sangat terlihat bagaimana peserta didik mulai menyaksikan dan memberi penilaian terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya.

Misalnya, perilaku orangtua yang dirasa ada hal yang tidak sejalan dengan konsep dan aturan pemikiran mereka. Jangan heran bila terjadi banyak komplain terhadap hal-hal yang tidak sesuai.

Konselor Spemma

Nana mengungkapkan untuk mengatasi kondisi seperti itu, konselor Spemma yang juga memiliki dua anak tersebut menjelaskan orangtua harus menerapkan pola asuh dengan mengambil jarak yang tepat.

“Membebaskan dan membiarkan begitu saja dalam kondisi fitrah anak yang tidak siap tentu akan berdampak buruk bagi perkembangan psikologi selanjutnya,” tuturnya.

Dia mengatakan ciptakan jarak yang proporsional sambil memastikan fitrah dasar dalam diri peserta didik dapat tumbuh dengan baik sehingga menjadi benteng perkembangan diri yang lebih efektif.

“Langkah nyata mudah yang dapat diterapkan orangtua yaitu berperan teman bagi anak-anaknya. Dengan lebih banyak mendengar cerita anak-anaknya jauh lebih baik daripada memberikan perintah keras terhadap anak-anaknya,” sarannya.

Peran orangtua, sambungnya, menjadi teman akan lebih mudah memberikan nasihat positif bagi anak-anaknya termasuk nasihat motivasi belajar agar lebih tekun dan rajin dalam kegiatan pembelajaran baik di rumah maupun di sekolah. (*)

Co-Editor Ichwan Arif. Editor Muhammad Nurfatoni.

Exit mobile version