Antara Kisah Yusuf dan Joshua, Kapolri Diuji

Bendera LGBT
Dhimam Abror

Antara Kisah Yusuf dan Joshua, Kapolri Diuji; Kolom oleh Dhimam Abror Djuraid

PWMU.CO – Dalam Kitab Suci ada kisah mengenai Nabi Yusuf yang bekerja sebagai abdi pada salah seorang pembesar Mesir. Pada suatu ketika istri sang pembesar, Zulaikha, melaporkan kepada keamanan kerajaan bahwa Yusuf masuk ke kamar pribadi sang nyonya dan melakukan pelecehan seksual terhadapnya. Yusuf langsung ditangkap dan dihadapkan ke pengadilan.

Atas laporan Zulaikha, Yusuf dituduh melakukan rudapaksa dan berusaha memerkosa sang majikan. Berita ini menyebar dengan cepat di lingkungan elite Mesir dan menjadi buah bibir masyakarat luas. Demi menjaga martabat keluarga pejabat tinggi itu Yusuf segera diadili, agar hoaks tidak berkembang semakin liar.

Yusuf mengelak atas semua tuduhan yang dilontarkan oleh Zulaikha. Yusuf mengatakan bahwa ia masuk ke kamar karena dipanggil oleh sang nyonya. Pembantu lain di rumah itu menderngar sang nyonya berteriak meminta tolong dan Yusuf dipergoki lari keluar dari kamar pribadi sang nyonya.

Di pengadilan, sang nyonya bersikukuh dengan tuduhannya, sementara Yusuf juga bertahan dengan bantahannya. Hakim yang memimpin sidang kemudian mendatangkan seorang saksi ahli yang menguasai hukum sekaligus punya ilmu forensik tinggi. 

Karena masing-masing pihak tidak bisa menghadirkan saksi yang meyakinkan, sang saksi ahli pun mengajukan pembuktian forensik. Menurut saksi ahli, pembuktian forensik bisa dilakukan dengan memeriksa baju gamis yang dipakai Yusuf pada saat kejadian perkara. Jika baju Yusuf robek di bagian depan, maka bisa disimpulkan bahwa Yusuf melakukan rudapaksa dan upaya pemerkosaan.

Sebaliknya, jika gamis Yusuf robek di bagian belakang berarti Yusuf tidak melakukan rudapaksa dan dia tidak bersalah. Barang bukti forensik pun dibawa ke pengadilan, dan terbukti bahwa gamis Yusuf robek di bagian belakang. Hakim memutuskan bahwa Yusuf tidak bersalah, dan tuduhan Zulaikha terhadap Yusuf adalah dusta. Case closed.

Kisah Yusuf ini menjadi satu episode dari perjalanan panjang Yusuf yang penuh intrik, fitnah, dan penderitaan. Pada ujung episode cerita Yusuf berakhir happy ending. Semua berakhir indah pada waktunya. Yusuf yang masuk penjara akhirnya dibebaskan dan kemudian diangkat sebagai pejabat tinggi negara. Yusuf juga mempersunting Zulaikha menjadi istri, and they live happily ever after.

Kisah pembuktian forensik ala pengadilan Nabi Yusuf terbukti efektif untuk membuktikan kasus tuduhan pelecehan seksual terhadap perempuan terhormat dan istri seorang pejabat tinggi seperti Zulaikha. Pembuktian forensik itu sekaligus bisa menghentikan isu yang berkembang liar menjadi hoaks yang menyebar di masyarakat Mesir.

Baca sambungan di halaman 2: Kisah Joshua di Indonesia

Bendera LGBT
Dhimam Abror

Kisah Joshua di Indonesia

Di Indonesia, beberapa hari terakhir ini ramai berita mengenai seorang anggota muda polisi, Brigadir Joshua, yang dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap majikannya. Cerita yang berkembang menyebutkan bahwa Joshua menerobos kamar sang majikan, menodongkan senjata, dan kemudian melakukan rudapaksa seksual terhadap sang majikan.

Sang majikan berteriak meminta tolong, dan seorang polisi yang berjaga di rumah itu datang dan memergoki Joshua keluar dari kamar sang majikan. Terjadi tembak-menembak, dan Joshua akhirnya tewas tertembus beberapa peluru. 

Kisah Brigadir Joshua berkembang menjadi isu liar yang melebar ke mana-mana. Syahdan, menurut cerita yang berkembang, suatu siang bolong Joshua menerobos ke kamar pribadi nyonya rumah, menodongkan pistol ke kepala sang nyonya, dan melakukan pelecehan seksual terhadap sang nyonya.

Sang nyonya berteriak meminta tolong, dan teriakannya terdengar oleh Bharada E yang tengah berada di lantai atas. Mendengar teriakan meminta tolong dari sang nyonya Bharada E bergegas turun. Menurut sang empunya cerita, Brigadir Joshua menyambut Bharada E dengan serangkaian tembakan yang juga dibalas dengan tembakan oleh Bharada E.

Tembak-menembak sangat seru seperti dalam adegan film action. Ada dua belas kali tembakan yang dilepas. Tujuh peluru dilepas oleh Joshua dan lima peluru ditembakkan oleh Bharada E. Pada akhir episode, Bharada E memenangkan duel itu dan Joshua terkapar tewas.

Tuan rumah sedang tidak ada di tempat ketika duel maut itu terjadi. Rumah itu juga bukan rumah yang setiap hari ditinggali. Rumah itu menjadi semacam rumah singgah yang hanya didatangi sekali sepekan, atau kalau ada acara-acara tertentu.

Pemilik rumah bukan sembarang orang. Irjen Polisi Ferdy Sambo adalah Kepala Divisi Profesional dan Pengamanan Polri. Ferdy Sambo dikenal sebagai jenderal cemerlang dan masuk sebagai salah satu ‘’the rising star’’ di jajaran Polri. Umurnya masih 47 tahun tapi sudah menyandang dua bintang di pundaknya. Ia menjadi jenderal bintang dua paling muda di jajaran Polri.

Dua polisi yang baku tembak itu saling mengenal, karena sama-sama ditugaskan untuk melayani keluarga Ferdy. Joshua bertugas sebagai sopir yang melayani Nyonya Ferdy, dan Bharada E bertugas menjadi pengawal Irjen Ferdy. Dua-duanya ternyata sama-sama dipersenjatai dengan senjata pistol, meskipun secara aturan keduanya belum diperbolehkan memegang senjata jenis pistol.

Baca sambungan di halaman 3: Kapolri Diuji

Bendera LGBT
Dhimam Abror

Kapolri Diuji

Pembuktian forensik ala Nabi Yusuf tidak bisa dilakukan terhadap Joshua karena dia keburu tewas oleh tembakan Bharada E. Kendati demikian, kasusnya tidak berhenti sampai di episode itu, dan sangat mungkin akan berkembang menjadi kasus yang lebih luas.

Keluarga Joshua tidak menerima versi polisi bahwa Joshua masuk tanpa izin ke kamar majikan. Keluarga Joshua curiga terhadap penyebab kematian karena luka-luka yang ada di tubuh Joshua terlihat bukan sebagai luka tembakan saja. Ada luka sayat dan luka memar yang mengindikasikan penganiayaan. Ada juga dua jari yang nyaris putus yang tidak terlihat sebagai luka tembak.

Dari insiden rumah tangga menjadi isu politik. Politisi PDIP mencurigai banyak yang disembunyikan dalam kronologi kejadian ini. Banyak missing link yang membuat skenario peristiwa bolong-bolong. Peristiwa ini baru dirilis ke publik tiga hari setelah kejadian. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya kemungkinan penghilangan barang-barang bukti.

Kronologi peristiwa yang seharusnya bisa ditelusuri melalui kamera CCTV tidak bisa didapatkan, karena peralatan pemantau itu dikabarkan rusak. Ada informasi bahwa alat itu diganti setelah terjadi peristiwa tembak-menembak itu. Tanpa ada rekaman CCTV kronologi kejadian sulit untuk dirangkai.

Saksi mahkota ada di Nyonya Ferdy Sambo dan Bharada E yang terlibat baku tembak dengan Joshua. Kesaksian dua orang ini akan menjadi kunci peristiwa yang sesungguhnya. Publik berhak mendapatkan informasi yang akurat mengenai peristiwa ini. Publik ingin tahu apakah ada kemungkinan terjadi ‘’obstruction of justice’’ untuk menyembunyikan peristiwa ini. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bertindak cepat dengan membentuk tim khusus yang dipimpin oleh Wakapolri Gatot Edy Pramono. Publik akan mengawasi kerja tim khusus ini, dan menunggu hasil kerjanya yang profesional dan objektif. 

Insiden ini akan menjadi ujian bagi kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Publik masih ingat, semasa dia menjabat kabareskrim terjadi pembunuhan terhadap enam anggota FPI (Front Membela Islam). Pembunuhan itu, oleh sementara kalangan, dianggap sebagai ‘’unlawful killing’’ yang melanggar hak asasi manusia. Di pengadilan, para polisi yang melakukan penembakan dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari semua tuduhan.

Kali ini, Jenderal Listyo Sigit harus bisa mengungkap kasus Brigadir Joshua secara tuntas, sehingga semua misteri bisa terungkap dan berbagai kecurigaan bisa dibersihkan.  Reputasi Sigit dan polisi menjadi taruhan. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version