Politik Identitas Setan Gundul oleh Prima Mari Kristanto, Warga Muhammadiyah di Lamongan.
PWMU.CO – Politik Inggris menorehkan sejarah. Parlemen memilih perdana menteri dari non pribumi. Orang dari negeri bekas jajahannya. India. Agamanya juga Hindu, Bukan Kristen sebagai agama mayoritas di Inggris.
Rishi Sunak, Perdana Menteri Inggris terpilih dari Partai Konservatif telah dilantik oleh Raja Charles III pada 25 Oktober 2022. Ini pergantian pemimpin pemerintahan yang cepat. Dari Boris Johnson, Liz Truss, terus ke Rishi Sunak.
Rishi Sunak ekonom dari Oxford University dan Stanford University. Pernah menjabat Menteri Keuangan di Kabinet Boris Johnson. Situasi resesi ekonomi membuat dia terpilih. Parlemen Inggris berharap dia mampu membangkitkan lagi perekonomian negara yang merosot. Yang gagal ditangani Boris Johnson dan Liz Truss.
Perang Rusia-Ukraina berdampak bagi Inggris. Peran aktif Inggris sebagai pendukung Ukraina membawa pengaruh ekonomi serius. Akibat boikot barang-barang Rusia dan terhentinya ekspor komoditas Ukraina.
Negara Inggris berbentuk kerajaan. Tapi monarki konstitusional. Sejak penandatanganan Magna Charta Lebertatum pada 15 Juni 1215 oleh Raja John. Kekuasaan raja dibatasi konstitusi. Tidak boleh sabda pandita ratu. Mencegah raja sewenang-wenang. Pemerintah diatur oleh para politikus. Yang harus komitmen menjalankan konstitusi. Jadilah negara kerajaan yang demokrasi.
Indonesia juga menghadapi ancaman resesi ekonomi global. Sudah disampaikan oleh presiden, menteri keuangan, dan Gubernur Bank Indonesia. Pemerintah mewacanakan krisis ekonomi global bakal terjadi tahun 2023.
Tapi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang mencapai kisaran Rp 15.000-an belum dianggap sebagai tanda krisis ekonomi. Agenda politik pemilihan presiden dan legislatif telah ditetapkan tahun 2024 tanpa mengangkat agenda pemulihan ekonomi.
Pemerintah percaya diri. Menyatakan ekonomi masih kuat. Asal jangan seperti pidato presiden pada 16 Agustus 2022 lalu. Menyebut ekonomi kuat, APBN surplus, eh, sepekan kemudian mengeluh tak mampu memberi subsidi. Akhirnya BBM naik.
Calon Presiden
Deklarasi calon presiden M Anies Baswedan oleh Partai Nasdem menghangatkan suasana politik. Partai-partai yang belum menentukan calon presiden maupun koalisi untuk 2024 mulai bingung. Bahkan ada yang meradang. Omongannya merancau. Peta politik sudah berubah. Apalagi kans Anies menang sangat besar melawan Ganjar Pranowo atau Prabowo. Apalagi Puan Maharani. Kata survei politik.
Lalu para pembenci Anies meniupkan isu politik identitas. Perang di medsos. Ini ekses peristiwa pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 yang belum move on. Saat Anies lawan Ahok. Dalam kampanye Ahok keseleo lidah saat menyebut kalimat ’dibohongi pakai al-Maidah: 59’. Umat Islam protes. Melaporkan ke polisi dan membawa ke pengadilan.
Situasi politik seperti itu menguntungkan Anies. Semua umat muslim bersatu mendukungnya. Maka dia dituduh memakai politik identitas. Identitas Islam maksudnya. Melawan Ahok yang Cina dan Kristen. Jadilah isu SARA muncul. Sampai sekarang.
Bak pepatah menepuk air di dulang tepercik muka sendiri. Calon-calon presiden yang pendukungnya menyebar isu politik identitas ternyata juga tampil dengan pakaian muslim. Berkopiah, berkerudung, mendatangi masjid dan pondok pesantren. Pakai politik identitas juga.
Maka muncul joke Partai Setan Gundul pun memakai politik identitas. Politik tanpa identitas itu politik gak jelas. Istilah petugas partai itu politik identitas. Sebab orang yang sudah terpilih jadi presiden itu berjuang untuk bangsanya. Bukan dikendalikan oleh orang-orang partainya.
Integritas
Pemimpin itu diukur dari integritas, kapabilitas, dan kualitas. Jangan memilih karena isi tasnya saja. Lihat track record-nya. Fakta yang tak bisa disangkal, praktik demokrasi kita sudah rusak. Pemilu memunculkan transaksi duit antara politikus dengan pemilih. Petugasnya bisa disuap untuk mengubah suara. DPR, gubernur, bupati, walikota, pejabat menjadi koruptor.
Sudah 77 tahun merdeka. Tapi cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia belum mewujud. Yang makmur sejahtera baru kumpulan pengusaha yang dekat penguasa. Seperti Sembilan Naga itu. Atau konsorsium 303 itu. Oligarki namanya. Pancasila masih jadi slogan yang cuma diteriakkan. Setelah teriak lalu ditangkap KPK karena korupsi.
Cita-cita persatuan Indonesia sudah terbelah oleh buzzer menjadi kadrun dan cebong. Kemanusiaan yang adil dan beradab telah berubah menjadi bangsa biadab. Polisi membunuh rakyat seenaknya karena merasa berkuasa. Seperi pembunuhan enam laskar FPI, pembunuhan Brigadir Joshua, Tragedi Stadion Kanjuruhan, penembakan dan pemukulan sampai mati demonstran.
Masihkah praktik demokrasi seperti di Indonesia ini diteruskan? Kalau dilanggengkan tak lama negara ini makin rusak dan hancur. Atau kita serahkan saja urusan politik negara ini ke politikus Inggris. Siapa tahu bisa jadi makmur. Atau jangan-jangan malah ketularan politikus kita. Menuduh lawan pakai politik identitas. Padahal dia sendiri yang memainkan.
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post