Saudagar Tersisih di Kepemimpinan Muhammadiyah

Saudagar
Mukhaer Pakkanna

PWMU.CO– Saudagar tersisih dalam kepemimpinan Muhammadiyah. Termasuk hasil Muktamar ke-16 Muhammadiyah di Surakarta. Dominasi pegawai lebih besar.

Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta Dr Mukhaer Pakkanna SE MM melihat komposisi 13 Pimpinan Pusat Muhammadiyah hasil muktamar itu berharap  ada yang konsen untuk mengembangkan ekonomi dan kewirausahaan.

”Saya di Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan berharap ada pengusaha atau saudagar yang masuk di jajaran 13 formatur,” ungkap Mukhaer dihubungi pekan lalu.

Menurut dia, kalau ada pengusaha atau saudagar masuk di 13 PP paling tidak bisa mewarnai kepemimpinan dari pusat sampai ke bawah. Semangat saudagar bisa menularkan semangat kewirausahaan dalam tubuh Muhammadiyah.

”Ini penting karena selama ini semangat entrepreneur di Muhammadiyah stagnan. Malah turun. Padahal yang mendirikan  Muhammadiyah di awal itu kan para saudagar. Belakangan saudagar jarang ditemui dalam struktur kepemimpinan, baik pusat, wilayah, daerah, cabang, maupun ranting,” kata Mukhaer yang  menjabat Wakil Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah.

Biasanya, sambung dia, kalau ada cabang, daerah,  atau wilayah Muhammadiyah yang ada saudagarnya, cabang, daerah, atau wilayah tersebut akan lebih mandiri.

Mukhaer melanjutkan, bagaimanapun karena sudah terpilih 13 pimpinan pusat yang tidak ada saudagar, hanya berharap ada yang konsen bahkan bisa menarik saudagar yang mendampingi dan mengembangkan jiwa entrepreneur di tubuh Muhammadiyah.

Imam Addaruqutni

Disalahpahami

Sekjen PP Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruqutni berpendapat muktamar telah menghasilkan susunan pimpinan. Terpenting solid  menjalankan program kerja yang diputuskan dalam muktamar.

Menurut dia, Muhammadiyah adalah pengusung Islam progresif yang sering disalahpahami, sehingga Muhammadiyah dianggap radikal.

Padahal yang disalahpahami sebagai kritikan itu, kata Imam, sebenarnya Muhammadiyah memberikan masukan terhadap nilai-nilai demokrasi, nilai komplementer. Nilai demokrasi Indonesia. Bukan liberal.

”Jadi pemikiran Islam progresif itu bukanlah pemikiran substitusi, bukan pemikiran alternatif. Apalagi mengganti ideologi negara, tapi menyempurnakan demokrasi ala Indonesia. Karena masing-masing negara punya corak demokrasinya.

”Amerika punya demokrasi sendiri, Inggris juga punya demokrasi sendiri, kita punya demokrasi yang menuduh agama sebagai radikal. Padahal yang radikal itu demokrasi internasional sehingga efeknya itu ke agama,” jelasnya.

Diterangkan, radikal demokrasi itu perlu dikoreksi untuk dimasuki nilai-nilai agama sehingga humanis.

Penasihat PCIM Prancis Andar Nubowo DEA menambahkan, Muhammadiyah perlu dikelola secara profesional dengan pendekatan yang base on scientific. Kebijakan yang dilakukan oleh Muhammadiyah perlu kebijakan yang dibangun berdasarkan riset. ”Ini saya kira yang menjadi penting bagi Muhammadiyah ke depan,” ujarnya.

”Tantangan sekarang lebih complicated. Climate change misalnya. Lalu disparitas ekonomi, ketidakadilan sosial dan politik. Menjadi tantangan untuk para pimpinan Muhammadiyah ke depan,” jelasnya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu harus punya visi domestik, visi nasional, dan juga visi internasional. Tantangannya bukan hanya domestik Muhammadiyah, tetapi perlu masuk ke pusaran nasional. Isu strategis nasional, sekaligus isu strategis internasional.

”Inilah Muhammadiyah ke depan sebagai wujud dari Islam rahmatan lil alamin, Islam washatiyah, Islam yang berkemajuan,” ungkapnya.

Dia berharap pemimpin Muhammadiyah punya kapasitas dan kapabilitas berkomunikasi dengan banyak pihak. Bukan hanya ke dalam namun juga keluar. Punya kemampuan berkomunikasi secara internasional karena Muhammadiyah ingin berkontribusi bukan hanya bagi umat Islam di Indonesia namun juga kemanusiaan secara universal.

Penulis Syahroni Nur Wachid  Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version