Hukum Menjamak Shalat karena Nonton Bola di Stadion; Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari
PWMU.CO – Shalat merupakan kewajiban yang memiliki ketentuan, di antaranya adalah terkait waktu pelaksanaannya.
اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
Sungguh, salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (an-Nisa’:103)
Oleh karena itu, hukum asal pelaksanaan shalat fardhu adalah dilaksanakan pada waktunya masing-masing.
Namun atas karunia dan kasih sayang Allah, diberikanlah rukhshah (keringanan) dalam melaksanakan shalat, yaitu bolehnya dua shalat dilaksanakan pada satu waktu (shalat jamak) pada kondisi tertentu.
Hadits yang menerangkan shalat jamak antara lain:
عَنْ مُعَاذٍ قَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ فَكَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا. [رواه مسلم
Artinya: “Diriwayatkan dari Mu’adz RA ia berkata: Kami pergi bersama Nabi SAW dalam Perang Tabuk, beliau melaksanakan shalat Dhuhur dan Ashar secara jamak, demikian juga antara maghrib dan ‘isya dilakukan secara jama‘. (HR Muslim).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا فَإِنْ زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ. [متفق عليه
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas RA, ia berkata bahwa Rasulullah saw jika berangkat dalam bepergiannya sebelum terdelincir matahari, beliau mengakhirkan shalat dhuhur ke waktu shalat ‘ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjama’ dua shalat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau shalat dhuhur terlebih dahulu kemudian naik kendaraan.” (Muttafaq ‘Alaih).
Dari dua hadis di atas para ulama bersepakat bahwa kondisi seseorang yang membuatnya sulit melaksanakan shalat pada waktunya membolehkannya melaksanakan shalat jamak. Kondisi sulit di antaranya adalah perang, dalam perjalanan, sakit, dan hujan.
Menjamak Shalat karena Keperluan Lain
Namun bagaimana jika shalat jamak dilakukan bukan karena alasan di atas? Misalnya menjamak shalat karena alasan nonton bola di stadion.
Maka perlu dilihat pula beberapa hadis berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: «صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا بِالْمَدِينَةِ، فِي غَيْرِ خَوْفٍ، وَلَا سَفَرٍ» قَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ: فَسَأَلْتُ سَعِيدًا، لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ فَقَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ كَمَا سَأَلْتَنِي، فَقَالَ: «أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ»
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah SAW pernah menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar di Madinah, tidak dalam keadaan takut, juga tidak dalam keadaan safar (bepergian). Abu Az-Zubair berkata: saya bertanya kepada Sa’id, mengapa Rasulullah berbuat demikian? Maka Said menjawab: “Saya pernah menanyakan pertanyaan seperti itu kepada Ibnu Abbas, ia menjawab: Rasulullah ingin agar tidak memberatkan umatnya.” (HR Muslim No. 705).
Hadis lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: «جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ، وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي الْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ»، قَالَ: فَقِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ: لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَرَادَ التَّوْسِعَةَ عَلَى أُمَّتِهِ
Dari Ibnu Abbas ia berkata: Rasulullah SAW pernah menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar, Maghrib dengan Isya’, di Madinah, tidak dalam keadaan takut juga tidak sedang hujan. (HR Muslim, No. 8230).
At-Tirmidzi berpendapat yang juga dibenarkan oleh An-Nawawi bahwa tidak ada kesepakatan ulama untuk meninggalkan hadis tersebut. Artinya hadis di atas dapat diamalkan, bahwa shalat jamak dapat dilakukan meskipun tidak sedang perang, tidak sedang dalam perjalanan maupun tidak sedang ada hujan (Tanya Jawab Agama Jilid 3, hal. 86).
Namun ada juga ulama yang menolak keras hadis Ibnu Abbas di atas untuk dijadikan hujjah 9dalil, alasan). Di antaranya adalah As-Shanani, penyusun Subul as-Salam. Karena itu menurut as-Shan’ani lebih baik berpegang pada aturan yang sudah jelas, yaitu seperti shalat yang dikerjakan pada waktunya masing-masing (Tanya Jawab Agama Jilid 3, hal. 86).
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah memberikan penjelasan terkait dua hadis dari Ibnu Abbas di atas, bahwa dalam melakukan jamak bukan dalam perjalanan jika menjadi kemantapan kebolehannya agar tidak dijadikan kebiasaan. Jadi hanya dalam keadaan yang sangat memerlukan seperti orang sakit, takut mengalami madharat apabila tidak melakukan jamak (Tanya Jawab Agama Jilid 3, hal. 86).
Adapun menonton bola di stadion menurut penulis merupakan suatu keperluan yang kondisinya bisa jadi menimbulkan kesulitan. Selain itu kondisi tersebut tidak setiap hari bahkan jarang. Oleh karena itu dengan adanya hadis di atas, menurut penulis melakukan shalat jamak karena adanya keperluan menonton bola di stadion dapat dilakukan.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; Alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); Guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni