Din Syamsuddin Ungkap 3 Ajaran Pertama Kiai Dahlan; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2015 Prof M Din Syamsuddin MA PhD meluruskan ajaran pertama KH Ahmad Dahlan bukanlah surat Ali Imran ayat 104 yang sering jadi landasan dakwah Muhammadiyah.
“Sebelum beliau menyampaikan ayat itu, beliau menyampaikan al-Maun. Sebelumnya beliau mengajarkan surat al-Insyirah. Sebelumnya dan yang pertama, mengajarkan surat al-Ashr,” urai Prof Din, sapaannya.
Hal ini dia sampaikan saat mengisi Kajian Ahad Pagi di halaman Masjid al-Manar Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Ahad (25/12/2022). Prof Din berpendapat, kalau ajaran Kiai Dahlan disistematisasi maka jadi sangat menarik. “Tapi soal kebenaran, sejarawan perlu lebih lanjut menelitinya,” imbuh pria yang kini menjadi Ketua PRM Pondok Labu Jakarta.
Prof Din mengungkap, Kiai Dahlan mengajarkan al-Ashr tentang waktu, sebagaimana agama Islam menekankan pentingnya waktu. “Beliau menanamkan kepada murid-murid beliau, calon anggota Muhammadiyah, tentang pentingnya waktu karena agama Islam sangat mementingkan waktu,” terangnya.
Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) itu lantas menegaskan bagaimana agama Islam sangat memperhatikan waktu. “Sampai Allah bersumpah atas waktu. Peribadatan dalam Islam dikaitkan waktu dengan gejala alam, perpindahan siang malam, perjalanan bulan matahari,” jelas dia.
“Betapa umat Islam harus menghargai waktu. Penghargaan waktu membawa masyarakat mengisi waktu dengan kerja dan produktivitas,” tegasnya.
Dari sinilah dia mengimbau agar jamaah senantiasa menghargai waktu dengan mengisinya. “Jangan pernah ada kosong, libur hanya pergantian dua kegiatan,” imbuhnya.
Ajaran Kedua dan Ketiga
Adapun ajaran kedua yang diajarkan sang pendiri Muhammadiyah Kiai Dahlan itu, kata Prof Din, ialah surat al-Insyirah. “Yakini kebersamaan dengan kesukaran ada kemudahan. Jangan berputus asa atau menyerah. Jangan ada kata berhenti dalam perjuangan. Begitu selesai, lakukan kegiatan lain sambil berharap kepada Allah,” imbaunya.
Prof Din pun mengingatkan, setelah musywil ada musyda. Setelahnya ada musycab dan musyran. “Begitu membangun satu amal usaha, rancang amal usaha lain!” tegasnya.
Kemudian, ajaran ketiga Kiai Dahlan ialah al-Maun. “Setelah membangun panti asuhan, barulah menyiapkan pendirian Muhammadiyah. Itulah ayat Waltakum mingkum ummatuy yad’ụna ilal-khairi wa yamurụna bil-ma'rụfi wa yan-hauna 'anil-mungkar, wa ulā
ika humul-mufliḥụn,” ungkapnya.
Prof Din akhirnya menyimpulkan, gerakan Muhammadiyah harus berbasis nilai-nilai etika, moral, dan etos-etos sosial. Gerakan Muhammadiyah dengan nilai-nilai itulah yang menurutnya bisa disebut berkemajuan.
“Tampilkan dalam perbuatan nyata, jangan hanya kata-kata atau pengetahuan. Ini yang membuat Muhammadiyah siap ummatuy yad’ụna ilal-khair (segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan),” imbuhnya mengutip kriteria sesuai surat Ali Imran ayat 104. (*)
Discussion about this post