Inilah Cara Allah Memuliahkan Bulan Syaban

Muhammad Iqbal Rahman saat menyampaikan materi Cara Allah Memuliakan Bulan Syaban di Pengajian PRA Jemur Wonosari Wonocolo Kota Surabaya (Syamsul Arifin Hadi/PWMU.CO)

Inilah Cara Allah Memuliahkan Bulan Syaban, liputan kontributor PWMU.CO Surabaya Syamsul Arifin Hadi

PWMU.COPimpinan Ranting Aisyiyah Jemur Wonosari Wonocolo Kota Surabaya menggelar pengajian rutin di di TK Aisyiyah 13 Jemur Wonosari, Jumat (24/2/2023).

Dalam pengajian ini pemateri mahasiswa dan aktivis IMM Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Muhammad Iqbal Rahman. Dia menyampaikan tema Cara Allah Memuliakan Bulan Syaban.

Dalam materinya, Iqbal menyampaikan, pada bulan Sya’ban Allah menurunkan ayat perintah bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang tercantum dalam Surat al-Ahzab ayat 56: ‘Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.’

“Mayoritas ulama, khususnya dari kalangan mufasir, sepakat ayat ini turun di bulan Syaban.”

Secara bahasa, shalawat berakar dari kata shalat yang berarti doa. Dalam ayat tersebut ada tiga shalawat, shalawat yang disampaikan Allah, shalawat yang disampaikan malaikat, dan (perintah) shalawat yang disampaikan umat Rasulullah SAW.

Namun, sambungnya, yang perlu diperhatikan agar kita mendapatkan syafaat Nabi Muhammad SAW adalah dengan Ittiba atau mengamalkan segala ajaran yang beliau bawa. Termasuk sunnah diajarkan-nya.

“Ayat tersebut menjadi bukti kedudukan Rasulullah yang tinggi. Kemuliaan dan rahmat dilimpahkan langsung oleh Allah kepada beliau, malaikat-malaikat suci terlibat dalam merapalkan doa-doa, dan seluruh kaum beriman pun diperintah untuk mengucapkan shalawat kepadanya,” ujar dai muda kelahiran Mojokerto ini.

Pengajian PRA Jemur Wonosari Wonocolo Kota Surabaya (Syamsul Arifin Hadi/PWMU.CO)

Kewajiban Berpuasa

Muhammad Iqbal Rahman menjelaskan, bulan Syaban merupakan saat diturunkannya kewajiban berpuasa bagi umat Islam.

“Melalui berpuasa, manusia ditempa secara ruhani untuk menahan berbagai godaan duniawi, bahkan untuk hal-hal yang dalam kondisi normal (tak berpuasa) halal.”

Menahan diri dari hal-hal halal seperti makan, minum, berhubungan dengan istri, menjadi sinyal kuat bahwa sesungguhnya ada yang lebih penting dari kenikmatan dunia yang fana ini, yakni kenikmatan Akhirat, berjumpa dengan Allah SWT.

“Rasulullah telah mengingatkan kepada kita tentang pentingnya bulan Syaban ini, yang banyak orang melupakannya atau tidak memperhatikannya. Salah satunya adalah menjalankan ibadah puasa sunnah ini,” sambung Ketua PD IPM Kabupaten Mojokerto ini.

Dalam sebuah hadits disebutkan, dari Usamah bin Zaid ra. ia berkata: aku bertanya: Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau (memperbanyak) berpuasa pada suatu bulan pun sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Syaban?

Beliau menjawab, (Syaban) itu adalah bulan di mana manusia melupakannya (tidak memperhatikannya), antara Rajab dan Ramadhan, padahal ia adalah bulan di mana diangkat dan dilaporkanlah semua amal perbuatan manusia kepada Tuhan semesta alam. Oleh karena itulah aku senang amalku akan dilaporkan ketika aku sedang berpuasa.” (HR. al-Nasa’i)

Ketiga, bulan Syaban juga menjadi sejarah dimulainya Kakbah menjadi kiblat umat Islam yang sebelumnya adalah Masjidil Aqsha. Peristiwa peralihan kiblat ini ditandai dengan turunnya ayat 144 dalam Surat al-Baqarah, Sungguh Kami melihat wajahmu kerap menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.

Di akhir tausiyahnya, Iqbal Rahman juga menyampaikan beberapa amalan sunnah yang dapat kita lakukan bersama di bulan Syaban, yakni memperbanyak puasa sunnah (puasa senin kamis, ayyamul bidh atau daud), memperbanyak doa, memperbanyak membaca Al-Quran, memperbanyak istighfar dan berusaha meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat (mudhorot).

“Sebagaimana Allah berfirman, Jika berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri.” (*)

Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.

Exit mobile version