Budaya dan Posisi Agama Menurut Kiai Cepu

Budaya
Dr Kusen alias Kiai Cepu bicara di Tabligh Akbar Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan. (Luqman/PWMU.CO)

PWMU.CO– Budaya dan agama menjadi perbincangan dalam Tabligh Akbar Pra Musyda PDM ke-11 Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan.

Acara berlangsung di halaman Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan Jl. Raya Raci KM 09 Kecamatan Bangil, Ahad (5/3/2023).

Pembicara Kusen SAg MA PhD dari Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah. Dalam ceramahnya Kusen nyantai dan penuh humor.

Kusen yang dikenal dengan panggilan Kiai Cepu mengupas budaya dengan contoh peristiwa yang pernah viral yaitu Prof Dr Muhajir Effendi bershalawat pada acara wisuda UMJ di Indonesia Convention Exhibition BSD City, Tangerang tanggal 29 November 2022.

”Ketika Prof Muhadjir Effendi bershalawat, banyak yang bertanya-tanya, sejak kapan Muhammadiyah memperbolehkan bershalawat?” kata Kiai Cepu.

Dia menjelaskan, shalawat dan shalawatan itu beda. Bershalawat itu wajib. Seperti dalam shalat ada bacaan shalawat yang wajib. ”Kalau ditiadakan shalatnya batal. Tetapi kalau shalawatan itu ada tambahan an berarti budaya,” ujarnya.

Dia menerangkan, ada kaidah ushul fiqih maa laa yatimmu  al-waajib illaa bihi fahuwa wajibun. Artinya, sesuatu yang suatu kewajiban tidak sempurna kecuali dengan sesuatu itu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.

”Misalnya, shalat adalah kewajiban. Maka shalat dengan daun asal menutup aurat boleh tapi gatal. Dengan daun pisang boleh tapi rawan sobek. Dengan plastik sumuk,” candanya yang disambut tawa pengunjung. 

”Paling nyaman dengan kain. Maka shalat itu wajib, dan kain adalah budaya. Oleh karena itu agama dan budaya tidak bisa dipisahkan. Yes!” serunya.

Ibadah haji naik kapal terbang, shalat pakai baju, maka kapal terbang, mobil,  baju atau kain, menurut  dia, itu budaya. Kesenian adalah bagian kecil dari budaya. Karena budaya itu luas. Ada budaya pendidikan, budaya politik, budaya ekonomi dan sebagainya.

Banyak yang salah mengartikan kesenian itu hanya tari-tarian, nyanyian sehingga bermakna sempit tetapi sesungguhnya kesenian yang lebih luas adalah bagian kecil dari budaya.

Kiai yang pernah menjadi ketua PCIM Rusia ini melanjutkan, ibadah itu ada dua yaitu ibadah khusus dan umum. Ibadah khusus itu sudah ditentukan caranya, tempatnya, jumlahnya waktunya, kaidahnya sudah diatur. Apabila dikurangi dan ditambah namanya bid’ah. Jadi bid’ah itu berlaku untuk ibadah khusus.

”Sedangkan ibadah umum boleh ditambahi, dikurangi, boleh diadakan, boleh tidak diadakan. Maka shalawatan itu boleh, yes!” serunya lagi.

Persyarikatan Muhammadiyah dalam berdakwah pada tatanan akar rumput diperlukan pendekatan-pendekatan. Pendekatan yang dilakukan harus berubah sehingga mudah diterima, mudah melekat dan berbasis massa.

Dikatakan, bershalawat ala Muhammadiyah diperlukan, maka DPP IMM bersama LSBO PP tanggal 15 Desember 2022 gelar refleksi bertajuk Shalawat Inklusif, bertempat di aula lantai 1 Gedung Dakwah Muhammadiyah Jl. Menteng Raya 62 Jakarta Pusat.

Kiai Cepu berpendapat, ketika berbicara tentang kebudayaan dan kesenian maka ulama tarjih, ahli fiqih, ahli kebudayaan, ahli seni diundang, maka akan komprehensif. Terkesan juga di Muhammadiyah apresiasi terhadap kebudayaan dan berkesenian kurang.

Dalam Munas Tarjih Aceh dan Malang disebutkan kebutuhan manusia itu ada tiga, yaitu primer, sekunder dan tersier. Seni dan budaya masuk nomer tiga maka hukumnya mubah, ada boleh, tidak ada juga boleh. Berkesenian adalah suatu fitrah dan kodrat yang diberikan oleh Allah kepada manusia.

Di akhir orasinya, Kiai Cepu membacakan puisi yang berjudul Proklamasi Jilid 2. Isinya kritik tentang seringnya kenaikan BBM, dan membeli air di negeri sendiri.

Penulis Luqman Wahyudi Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version