Kenakalan Remaja Klithih Berhubungan dengan Kalender Sekolah olehYusron Ardi Darmawan, Guru SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.
PWMU.CO– Istilah klithih itu bahasa orang Yogyakarta. Artinya jalan-jalan. Namun maknanya berubah negatif ketika sekelompok geng motor remaja jalan-jalan sambil bawa senjata tajam kemudian tawuran atau melukai orang di jalan.
Beberapa tahun terakhir fenomena kenakalan remaja di jalan dengan kekerasan itu terjadi. Kasus yang menonjol dialami oleh siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, Daffa Adzin Albazith (17).
Daffa meninggal dunia setelah menjadi korban pembacokan di Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta pada April 2022. Korban merupakan putra anggota DPRD Kebumen Makhdan Anis.
Terbaru pada Februari 2023, Muhammad Iqbal Haris (25), warga Muntilan, Magelang, dirawat intensif di RSUP Sardjito Yogyakarta setelah menjadi korban pembacokan. Mirisnya biaya pengobatannya mencapai puluhan juta tidak tercover BPJS Kesehatan. Alhasil warga melakukan penggalangan dana untuk biaya pengobatannya.
Akibat perisitiwa itu makna klithih bergeser peyoratif menjadi kerata basa keliling nggolek getih. Berkeliling mencari darah.
Menurut sosiolog Kartono, kenakalan remaja yang dalam Bahasa Inggris disebut juvenile delinguency merupakan gejala patologis sosial remaja yang terjadi sebagai bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, remaja mengembangkan bentuk perilaku menyimpang.
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, fenomena kenakalan remaja klithih ini menjadi penyakit masyarakat yang menular. Ketika sebuah geng remaja melakukan aksi memotivasi kelompok lain untuk ikut-ikutan melakukan hal yang sama.
Mereka berpikir bahwa ketika geng lain berani melakukan maka geng saya juga harus melakukan hal yang sama. Bahkan lebih kejam dan sadis. Hal ini dilakukan agar gengnya mendapatkan pengakuan dan tidak disebut banci oleh geng lain.
Hal ini terbukti setelah Muhammad Iqbal Haris (25), warga Muntilan, Magelang, pada 13 Februari 2023 dibacok geng remaja, lantas menyusul kejadian sama pada 3 Maret 2023 di daerah Mertoyudan, Magelang.
Kejengkelan masyarakat pun meluap. Ada pengendara mobil menabrak sekelompok geng remaja karena mengayunkan senjata tajam ke pengendara lain.
Pulang Awal
Fenomena ikut-ikutan ini disebut konformitas. Myers (2010) berpendapat bahwa konformitas adalah perubahan perilaku seorang individu sebagai akibat dari tekanan kelompok.
Dijelaskan juga oleh Myers, konformitas tidak hanya meniru perilaku orang lain, tetapi juga dipengaruhi oleh bagaimana orang lain berperilaku. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan eksistensi diri dan kelompoknya.
Berdasarkan catatan yang penulis amati sejak tahun 2010, peristiwa kenakalan remaja klithih paling banyak terjadi di hari tidak sibuk sekolah. Terjadi pada bulan Oktober – Desember dan Maret – Juni. Saat siswa pulang lebih awal karena ujian tengah semester, ujian akhir semester, dan libur semester.
Kenakalan remaja model ini juga sering terjadi pada awal tahun hingga menjelang kenaikan kelas. Berdasarkan catatan historis penulis, fenomena klithih jarang terjadi di bulan Juli – September di mana pada bulan tersebut siswa pada semua jenjang kelas mengikuti pembelajaran penuh di sekolah dari pagi sampai sore.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis berpendapat kesibukan aktivitas siswa di sekolah berhubungan dengan tinggi rendahnya kenakalan remaja klithih di jalanan. Ketika kegiatan sekolah sedang tidak sibuk dan siswa pulang lebih awal atau libur maka remaja tidur siang-sore, malam hari mereka memiliki energi lebih untuk melakukan aktivitas.
Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian kedokteran yang menyatakan bahwa remaja masih membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak dari orang dewasa, sehingga ketika energi remaja sudah terforsir di siang hari, maka pada malam hari remaja cenderung istirahat.
Pendidikan memegang peran penting dalam memutus mata rantai kebiasaan kenakalan remaja klithih.
Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka yang saat ini sedang dikembangkan oleh Kemendikbudristek, menurut penulis, bisa melakukan pendekatan pada sisi personal dan psikologis siswa. Penulis memiliki harapan besar agar kurikulum ini mampu membimbing siswa untuk menemukan jati diri kehidupannya sebagai seorang manusia bermartabat dan bisa mengikis segala bentuk kenakalan remaja.
Kurikulum Merdeka dikembangkan oleh Kemendikbudristek sebagai kurikulum yang lebih fleksibel, dan berfokus pada materi esensial, pengembangan karakter, dan kompetensi peserta didik.
Kurikulum Merdeka hanya berfokus pada materi esensial sehingga memberikan waktu yang lebih banyak kepada pengembangan karakter siswa melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Kurikulum Merdeka menerapkan konsep pendidikan karakter pada kepribadian peserta didik. Mantan Presiden Amerika Serikat Theodore Roosevelt, menyampaikan pendapatnya tentang pendidikan karakter.
Dia menyatakan, mendidik seseorang tanpa mendidik karakternya, adalah cara mendidik yang menyebabkan ancaman terhadap lingkungan masyarakat.
Artinya, seseorang yang cerdas dan memiliki intelegensi tinggi tetapi tidak diimbangi dengan moral dan karakter yang kuat, akan membuat ancaman nyata bagi lingkungan sekitarnya.
Pendapat ini sangat relevan dengan banyaknya fenomena kenakalan remaja. Pembelajaran ko-kurikuler yang diterapkan dalam Kurikulum Merdeka lebih banyak untuk pengembangan kompetensi dan karakter melalui belajar kelompok seputar konteks nyata kehidupan.
Kurikulum Merdeka dikemas lebih interaktif dan relevan terhadap nilai-nilai kehidupan seorang Pelajar Pancasila dengan tetap tidak mengesampingkan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Pembelajaran melalui kegiatan proyek memberikan kesempatan lebih luas kepada siswa untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual yang terjadi di masyarakat beserta solusi yang bisa ditawarkan.
Sekolah dengan Kurikulum Merdeka harus cermat dan kreatif dalam mengemas sebuah proyek pembelajaran yang menarik dan interaktif untuk bisa berperan dalam pencegahan dan pemberantasan mata rantai kejahatan jalanan klithih.
Siswa harus diberikan proyek yang mengandung nilai kemanusiaan dan rasa empati seperti melakukan bakti sosial ke panti asuhan atau panti jompo, membersihan paku di jalan, dan membagikan makanan, sosialisasi kesadaran tertib berlalul intas, membersihkan coretan di dinding fasilitas umum, dan kegiatan lainnya.
Kita berharap secara bertahap kebiasaan buruk geng sekolah akan terkikis dan berganti menjadi geng yang melakukan kegiatan yang positif. Sekolah juga perlu membuat sebuah kompetisi kegiatan sosial agar para siswa bisa mengaktualisasi diri dan sebagai media bagi siswa untuk mencari pengakuan sosial secara positif dan sportif.
Terakhir, dalam implementasi Kurikulum Merdeka ini sekolah harus memfasilitasi peserta didik untuk menyalurkan semua minat, bakat, dan tenaga lebih yang mereka miliki untuk hal yang positif dan bermanfaat.
Misalnya ada murid hobi mural dan balap motor maka sekolah harus memberikan wadah ekspresi bagi mereka. Kalau tak difasilitasi mereka menyalurkannya hobinya di tembok-tembok kota.
Semoga Kurikulum Merdeka bisa menjadi salah satu alternatif kebijakan untuk mengurai benang kusut kenakalan remaja klithih di Indonesia.
Editor Sugeng Purwanto
Discussion about this post