![](https://i0.wp.com/pwmu.co/wp-content/uploads/2023/04/WhatsApp-Image-2023-04-17-at-23.08.25.jpeg?resize=1114%2C752&ssl=1)
Sopir Bus Transjatim dan Seorang Ibu Penumpang yang Bikin Trenyuh; Oleh Sayyidah Nuriyah
PWMU.CO – Ada yang bikin terenyuh saat Bus Transjatim Nomor 17 tujuan akhir Halte Terminal Bunder Gresik tiba di Halte RS Semen Gresik pada pukul 19.00 WIB. Jika biasanya bus ini tak sampai satu menit berhenti di setiap halte untuk menurunkan dan mengangkut penumpang, kali ini sang sopir mengajarkan empati maupun sabar kepada pramugara dan seluruh penumpang.
Mulanya semua berjalan biasa saja sejak saya naik dari Halte Shelter Bungurasih pada pukul 18.20 WIB. Lalu lintas jalan sedang lancar, Senin (17/4/2023). Hanya sedikit merambat di sekitar pintu Pergudangan Bumi Maspion, selepas exit tol Romokalisari. Sebabnya ada truk terguling di sisi kiri jalan.
Seperti biasa pula, tak terdengar percakapan antarpenumpang maupun petugas di sepanjang perjalanan. Ibu yang duduk di samping saya khusyuk membaca al-Quran daring dari ponselnya. Suaranya nyaris tak terdengar dibandingkan lagu-lagu Islami yang diputar Bus Transjatim.
Khusus selama Ramadhan memang lagu bernuansa religi yang disajikan menemani perjalanan kami. Saya mengetahuinya karena hampir setiap hari pula saya pulang-pergi naik Bus Transjatim koridor I (rute Gresik-Sidoarjo) untuk kuliah di Surabaya.
Sangat beruntung, alhamdulillah, saya tadi dapat tempat duduk di paling depan sehingga bisa menangkap jelas kejadiannya. Selain itu, saya katakan beruntung sebab selama ini saya lebih sering berdiri di sepanjang pulang-pergi dari Halte Universitas Muhammadiyah Gresik-Halte Shelter Bungurasih. Rata-rata memakan waktu tempuh 60-75 menit pada kondisi normal.
Antusiasme pengguna bus yang dikelola Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu masih tinggi. Alhasil, seringnya kursi sudah terisi ketika bus sampai di titik halte di mana saya naik. Saya sendiri memang mengandalkan bus ini sebagai moda transportasi utama sehari-hari. Selain karena nyaman (bersih dan ber-AC) dan aman cara mengemudinya, biayanya juga terjangkau. Cuma Rp 2.500 (tarif untuk pelajar, santri, dan mahasiswa) sekali jalan, jauh maupun dekat.
Dikacangin Bus
Sekitar 40 meter menjelang tiba di Halte RS Semen Gresik I, tampak ada seorang ibu berdiri di trotoar. Sepertinya menunggu kami. Dugaan saya benar: dia melambaikan tangan antusias ketika bus kian mendekatinya. Gesture ini menunjukkan harapan bus bisa berhenti tepat di posisinya berdiri saat itu. Mungkin ini pengalaman pertama dia naik Bus Transjatim sehingga belum tahu tata caranya harus naik dan turun di halte.
Yang terjadi pun masih seperti biasa, bus hanya bisa menaikkan dan menurunkan penumpang pada 18 halte yang ditentukan. Di luar halte tersebut tentu akan dikacangin alias dicueki. Saya melirik ke sopir. Saya lihat sang sopir masih memandang ibu itu yang tetap antusias melambaikan tangan meski bus melaju melewatinya. Tak ada pilihan berhenti dan membukakan pintu untuk si ibu karena SOP, di luar kendali sopir, telah ditetapkan.
Menariknya, pak sopir yang tidak sempat saya tanya identitas namanya itu mengambil pilihan yang masih bisa dia kendalikan: memelankan laju bus. Seolah dia sedang mengimbangi derap langkah si ibu yang dari spion kiri tampak semangat berlari mengejar bus.
Si sopir terus membagi pandangannya antara spion yang menunjukkan usaha si ibu dan situasi jalan di depannya yang kebetulan agak merambat. Ada beberapa mobil yang mau menyeberang ke RS Semen Gresik, ada beberapa motor yang mau putar balik. Dalam hati saya cuma bisa mengucap syukur, tampaknya semesta mendukung si ibu mendapat rezekinya bisa naik bus ini untuk pertama kalinya.
Sekitar 10 meter menjelang halte, pramugara menginfokan kepada sopir ada penumpang yang akan turun. Sopir semakin memperlambat laju bus. Sesampainya di halte, usai penumpang turun, pramugara menginfokan ke sopir sudah tidak ada lagi penumpang yang akan turun di halte itu.
“Sudah, Pak!” ujarnya. Artinya sopir bisa menekan tombol di dekat kemudi agar pintu tertutup kemudian melanjutkan perjalanan ke halte berikutnya, Halte Universitas Muhammadiyah Gresik. Berselang beberapa detik, sopir masih bergeming.
Sang pramugara, yang juga tidak saya tanya namanya, mengira suaranya tadi tidak terdengar. Dia mengulanginya, “Lanjut, Pak!” Sopir masih diam. Tidak ada tanda-tanda dia menggerakkan tangan kirinya untuk menekan tombol penutup pintu lipat bus.
Kali ini sopirnya angkat suara, “Sik, ono ibu-ibu mlayu, sakno.” Artinya, sopir sedang menunggu ibu yang berlari ke halte. Sopir yang sedari tadi memantau ikhtiar si calon penumpang itu kasihan jika harus langsung meninggalkan si ibu yang sudah berusaha lari sekuat tenaganya.
![](https://i0.wp.com/pwmu.co/wp-content/uploads/2023/04/WhatsApp-Image-2023-04-17-at-23.08.24.jpeg?resize=1200%2C727&ssl=1)
Buah Manis Berlarian
Para penumpang di belakang saya pun spontan menoleh ke belakang, mencari tahu sosok ibu yang sopir itu maksud. Tentu usaha mereka sia-sia karena kaca belakang bus tertutup stiker khas Bus Transjatim yang tidak memungkinkan melihat kondisi di luar. Hanya pramugara yang berhasil menangkap sosok ibu itu ketika melangkah ke luar bus, menginjakkan kaki di halte.
Setelah menunggu sekitar tiga menit, ibu berkerudung merah dan berbadan tambun itu tiba di halte. Wajahnya sumringah. Sambil mengatur napas dia bertanya ke pramugara yang menyambut di pintu bus, “Bisa naik bus ini ya ke Iconmall?” Setelah mendapat jawaban bisa, dia melangkah masuk ke bus. Pelarian panjangnya malam itu berbuah manis. Dia dapat tempat duduk di dekat pintu masuk.
Sopir pun langsung tancap gas menuju halte berikutnya. Setibanya di Halte Universitas Muhammadiyah Gresik, banyak penumpang turun, termasuk saya. Saya masih menunggu antrean satu per satu penumpang keluar bus. Sambil menunggu, sayup-sayup terdengar ibu itu bertanya ke pramugara yang berdiri di dekat pintu guna mempersilakan penumpang turun.
“Mal belum ya mas?” tanya dia ceria. “Belum, Bu,” jawab pramugara dengan santun. Halte tujuan dia masih halte berikutnya. Ialah Halte Kantor Bupati Gresik di mana tepat di seberang Iconmall yang dia tuju.
Sabar, Ikhtiar, dan Optimis
Dari kejadian itu, tak hanya si ibu yang dapat buah manis dari ikhtiarnya berlarian malam-malam di sepanjang trotoar sejauh 30 meter. Saya juga mendapat banyak pelajaran berharga yang masih membekas hingga detik ini, sehingga tak bisa saya tahan lagi untuk menulisnya—padahal saya lagi ‘puasa’ menulis untuk focus kuliah. Sebagaimana tak ada satu pun hal yang terjadi di dunia ini tanpa hikmah terkandung di dalamnya.
Semangat ibu tadi dalam mengajar Bus Transjatim sukses bikin saya trenyuh. Dikacangin bus ternyata tidak menyurutkan semangat dan langkahnya. Karena dia tahu dengan bus inilah tujuannya tiba di Iconmall bisa tercapai. Selama telah memahami tujuan yang jelas dan tahu bagaimana jalan menuju ke sana, lari ngos-ngosan pun akan ditempuh.
Menariknya, bukannya loyo, justru si ibu kian semangat berlari. Dari kesalahannya di pengalaman pertamanya naik bus ini, yang hanya sekadar berdiri di tepi jalan sambil melambaikan tangan, si ibu juga belajar dan mengetahui cara sebenarnya yang tepat. Hal ini tentu bisa membantunya di pengalaman berikutnya. Lebih jauh, misal, memperkirakan waktu berangkat ke halte agar tak ketinggalan bus yang sudah terjadwal jalannya.
Ikhtiar si ibu yang mencerminkan optimisme juga sukses membuat sopir terenyuh, kasihan, sehingga memberinya kesempatan dengan melambatkan laju busnya. Selain itu, betapa sopir mengambil langkah bijak yang masih dalam kendalinya.
Mengingat di kehidupan ini memang banyak sistem dan aturan di luar kendali diri, tapi kalau fokus pada apa yang masih bisa kita kendalikan, berbuat kebaikan di malam bulan Ramadhan ini bukan hal mustahil. Hanya bersabar menunggu di halte selama 3 menit bisa memberikan kesempatan berharga bagi si ibu. Tentunya semua ini juga berjalan atas kehendak Allah SWT yang tak henti melihat usaha para hamba-Nya. (*)
Discussion about this post