Kampanye LGBT Menguat, Menguji Ghirah Kita

Menjadi Ibrahim
M. Anwar Djaelani

Kampanye LGBT Menguat, Menguji Ghirah Kita; Oleh M. Anwar Djaelani, peminat masalah kemasyarakatan dan penulis sepuluh buku

PWMU.CO – Pertarungan hak lawan batil akan terus berlangsung, sampai kiamat. Mereka yang ada di barisan hak tak boleh diam sebab golongan batil cenderung terus bertahan bahkan berusaha mengajak sebanyak mungkin orang ikut bersamanya.

Mereka yang hak, tak boleh puas hanya sebatas merasa aman dan bisa istikamah beribadah. Mereka punya kewajiban berdakwah, sesuai kapasitas masing-masing. Serulah siapa pun, dengan semangat amar makruf nahi munkar. 

Untuk apa kita berdakwah? Kita berdakwah (dalam artian luas), supaya beruntung yaitu bahagia dunia dan akhirat. Perhatikan ayat ini: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (Ali ‘Imran 104).      

Jika ada kemungkaran, kita tak boleh diam. Aktiflah bernahi mungkar. Cermatilah sabda Rasulullah Saw ini “Barangsiapa di antara kamu melihat kemunkaran hendaklah ia mencegah kemunkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegah dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman” (HR Muslim).

Giatlah bernahi mungkar. Sungguh besar hukuman Allah dan itu akan dirasakan secara merata jika kita tidak melakukan sesuatu saat ada kemunkaran. Perhatikanlah hadits ini: “Sesungguhnya manusia, jika mereka melihat kemunkaran dan mereka tidak mengubahnya, maka datanglah saatnya Allah menjatuhkan siksa-Nya secara umum” (HR Abu Dawud).

Jika kita tidak bernahi mungkar atas kemaksiatan atau kemungkaran di sekitar, sanksinya sangat berat. Azab Allah akan turun dan bisa menimpa siapa saja, tak pandang bulu. Semua (seperti ulama, cendekiawan, pemimpin, bahkan rakyat awam) akan merasakan siksa-Nya.

Baca sambungan di halaman 2: Godaan Ghirah

Menjadi Ibrahim
M. Anwar Djaelani: Kampanye LGBT Menguat, Menguji Ghirah Kita

Godaan Ghirah

Lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), perilaku terlarang. Meski begitu ada saja yang melakukannya, bahkan mengampanyekannya. Memang, bak wabah, perkembangan LGBT makin mengkhawatirkan. Terlihat, banyak pihak yang semakin “merasa tak apa-apa” atas kehadiran LGBT di sekitarnya.

Gerak kaum LGBT dan simpatisannya kian terbuka dan terorganisasi. Lihat saja, sempat beredar kabar bahwa pada 17-21 Juli 2023 di Jakarta akan digelar Pertemuan Komunitas LGBT se-ASEAN. Acara itu disponsori oleh The ASEAN SOGIE Caucus. Agendanya, akan membahas sejumlah isu tentang ancaman terhadap eksistensi kehidupan dan martabat yang merupakan bagian dari kenyataan sehari-hari yang dihadapi kelompok LGBT.

Kita bersyukur, di antara kita masih banyak yang memiliki ghirah tinggi. Masih banyak yang sigap memperjuangkan kebenaran. Simaklah, begitu terbetik kabar geliat kaum LGBT itu, umat Islam dengan kapasitasnya masing-masing menolak acara tersebut. Warganet memanfaatkan media sosial. MUI mengeluarkan sikap tegas.

Penolakan warga ada yang lewat petisi. Sebuah media menyebut, misalnya, Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia (BMIWI) menolak acara itu. Penolakan BMIWI disertai dengan menyebarkan petisi online, mengajak masyarakat menolak kedatangan komunitas LGBT. Terpantau, hingga 11 Juli 2023 sekitar pukul 20.45 WIB, telah seribu lebih responden yang mengisi petisi penolakan itu. 

Di hari yang sama, 11 Juli 2023, Majelis Ulama Indonesia juga bersikap. Lugas sikapnya, tercermin lewat judul berita ini: Tegas! MUI Tolak Rencana Pertemuan LGBT Se-Asia Tenggara di Jakarta

Lalu esoknya, 12 Juli 2023, sampailah kabar bahwa: “Acara Pertemuan Komunitas LGBT se-ASEAN di Jakarta Batal Digelar: Penyelenggara memutuskan memindahkan acara Pekan Advokasi Queer ASEAN ke luar RI”.

Tak syak lagi, agenda kaum LGBT itu batal digelar setelah mendapatkan penolakan luas dari banyak kalangan. Penolakan, untuk tak menyebut kecaman, berasal dari banyak lapisan masyarakat.

Andai masyarakat (dengan berbagai unsur di dalamnya) diam, bukan tak mungkin acara pertemuan kalangan LGBT itu akan berjalan sesuai rencana. Mengapa? Sikap diam masyarakat akan dinilai sebagai pembolehan atau persetujuan terhadap acara mereka.

Baca sambungan di halaman 3: Jangan Membisu!

Menjadi Ibrahim
M. Anwar Djaelani: Kampanye LGBT Menguat, Menguji Ghirah Kita

Jangan Membisu!

Secara umum, semakin banyak pihak yang tak risih berdekat-dekat dengan para pelaku LGBT yang sangat dilaknat Allah. Maka, terkait ini, mereka yang masih punya iman tak boleh diam di hadapan kemungkaran. Kita jangan jadi setan bisu.

Setan bisu? Adakah, siapakah dia?  Prof. KH Ahmad Satori Ismail pernah menulis. Bahwa, dalam kitab Ar-Risalah al-Qusyairiyyah di halaman 62 bab as-shumti, “Yang tidak menyuarakan kebenaran adalah setan bisu”.  

Lebih lanjut, ungkap Satori, istilah setan bisu bukan dari hadits tapi dikutip oleh banyak ulama dalam fatwa dan kitab-kitab mereka. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam Majmu’ Fatawa. Ibnu al-Qayyim juga menukilnya. Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim pun mengutipnya dari Abi al-Qasim al-Qusyair.

Masih kata Satori, meski bukan hadits, isi dan jiwa kalimat tersebut sejalan dengan QS Ali ‘Imraan 104, QS At-Taubah 71, dan lainnya. Juga, seirama dengan makna banyak hadits amar makruf dan nahi munkar (https://khazanah.republika.co.id/berita/rlr8yf313/setan-bisu).

Jadi, terus aktiflah bernahi mungkar. Senantiasa giatlah berjihad (dalam arti luas). Nyalakan terus ghirah kita! Buktikan, bahwa ghirah mampu membuat kita punya harga diri. Perlihatkan, bahwa ghirah bisa menjadikan kita berani menegakkan yang hak kapan pun dan di situasi apapun. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version