Peringati Hari Batik, Siswa Asing Membatik di Smamda

Peringati Hari Batik, Luka Joonatan Hannula sedang serius membatik (Tanti Puspitorini/PWMU.CO

PWMU.CO – Peringati Hari Batik Nasional, sepuluh siswa asing ikut membatik di SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Surabaya, Senin (2/10/2023).

Bakda Dhuhur, selepas siswa Smamda mengikuti Penilaian Tengah Semester, Smamda menggelar acara membatik bersama untuk memeringati Hari Batik Nasional. Kegiatan ini bertajuk Exploring Batik as Indonesian Cultural Heritage bersama sepuluh perwakilan siswa Smamda.

Siswa asing yang terlibat ialah Luka Joonatan Hannula dari Finlandia dan Emelie Knack dari German. Keduanya siswa Inbound Rotary Youth Exchange (RYE) Program yang bersekolah di Smamda selama satu tahun. Ada pula Febi Aulia Rafida dan Putri Farah Sherryna dari Johor Baru, Malaysia. Juga Deesha Azahra Vyas dari Filipina.

Sedangkan lima siswa Inbound RYE lainnya, Gavin Blake Schumacher dan Ofelia Elena Tufo dari USA, Boet Muireall Mostret dari Belanda, Emeline Fany Benedicte Marie Cornelis dari Belgia, dan Cyriaque Rene Marcaud Philippe.

Mereka memadati Hall lantai 2 Gedung Smamda A yang berlokasi di Jalan Pucang Anom 91 Surabaya. Kedua puluh siswa tersebut dibagi menjadi lima kelompok kecil, setidaknya ada 1-3 siswa asing dalam setiap kelompoknya. Rahmat Setyo Wibowo MHum, guru seni Smamda, yang membimbing mereka belajar membatik.

Sejarah Membatik

Sebelum mulai membatik, Rahmat memberikan wawasan pengetahuan terkait batik. “Batik berasal dari bahasa Jawa yaitu dari kata ‘Amba’ yang artinya luas dan kata ‘tik’ artinya titik. Arti kata mbatik secara luas bermakna menghias dengan titik-titik yang membentuk pola gambar tertentu di atas kain yg luas,” urainya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, batik telah menjadi tradisi turun-temurun bagi masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, sejak abad 13. “Pada masa penjajahan Belanda, batik sudah menjadi komoditas ekspor yang sangat disukai oleh bangsa Barat. Bukan saja karena motifnya yang unik, tetapi juga mengandung makna filosofi yang tinggi,” imbuh Rahmat.

Bagi masyarakat Jawa, batik menjadi simbol kehidupan yang syarat makna dari manusia lahir, dewasa, tua dan mati. “Mengerjakan pembatikan, khususnya batik tradisional keraton di masa lalu, dilakukan oleh orang-orang khusus yang dipilih raja,” sambungnya.

Pada masa itu, lanjutnya, melakukan pembatikan merupakan tugas yang mulia dan bukti pengabdian pada sang raja. Oleh sebab itu, batik harus dikerjakan dengan sangat hati-hati, teliti, dan penuh ketekunan.

Guru seni berprestasi tingkat provinsi Jawa Timur tahun 2013 ini juga menjelaskan bahan dan alat utama yang digunakan untuk membatik. Yaitu kain katun atau sutra, lilin malam, dan pewarna.  Sedangkan alat utamanya canting untuk menorehkan lilin malam pada kain serta tungku atau kompor sebagai pemanas lilin.

Baca sambungan di halama 2: Kesan Siswa Asing

Pamer karya selepas membatik di Smamda. Peringati Hari Batik (Agung/PWMU.CO

Kesan Siswa Asing

Selain itu, Rahmat juga menjelaskan cara menggunakan canting. “Pertama, panaskan dulu canting dengan cara memasukkan canting ke dalam lilin malam panas. Kemudian ambil secukupnya,” ungkapnya.

“Lalu angkat canting dengan kepala canting posisi 35 derajat agar lilin tidak mengucur. Lalu torehkan lilin malam pada kain yang sudah kita pola sebelumnya. Dorong canting dengan pelan-pelan mengikuti pola gambar,” terangnya.

Dari sepuluh siswa asing yang ikut membatik, semua mengaku ini pengalaman pertamanya memegang canting dan lilin malam. Seperti yang disampaikan Luka Joonatan Hannula, “I like to join this event. It’s great! Batik is beautiful,” ungkapnya. Artinya, dia senang mengikuti kegiatan yang luar biasa itu. Menurutnya, batik sangat indah.

“This is my first experience to do batik painting. It’s difficult, we have to be able to use canting properly, so that the wax will not drip,” imbuhnya. Artinya, ini adalah pengalaman pertamanya membatik. Dia menilai ini cukup sulit, di mana harus bisa menggunakan canting dengan tepat agar cairan malam tidak menetes.

Ia juga menginginkan hasil membatiknya bisa diproses lebih lanjut dan bisa ia bawa pulang ke negaranya.

Hal senada juga disampaikan dua siswi dari Johor Baru Malaysia Febi Aulia Rafida dan Putri Farah Sherryna. “Awalnya sangat sulit memegang canting, karena masih banyak yang menetes, apalagi ini pengalaman pertama kami, ” ujar mereka, namun akhirnya mereka bisa terbiasa dan tidak banyak cairan yang menetes.

Smamda Jujukan Belajar Membatik

Kepala Smamda Surabaya Astajab SPd MM menjelaskan, kegiatan ini selain bertujuan mengenalkan warisan budaya juga untuk memberikan pengalaman praktik membatik. Pengalaman berharga itu terkait cara membatik, tekniknya, dan alat-alat yang dipakai.

“Hasil membatiknya bisa berupa lukisan kaos atau goodie bag batik yang nantinya dibawa pulang sebagai kenang-kenangan,” ujarnya.

Katanya, ini bagian kegiatan rutin tahunan, bahkan sudah masuk dalam pembelajaran Program Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Pria kelahiran Lamongan itu juga menyampaikan, Smamda  selalu menjadi tempat belajar siswa atau mahasiswa asing membatik. “Misalnya saat kami menerima tamu siswa asing program student exchange yang sudah menjadi salah satu program unggulan smamda,” imbuhnya.

Smamda juga memiliki produk tas goodie bag batik bertema Muhammadiyah. Ada Smamda dan surabaya heritage yang bergambar gedung Smamda, gedung Surabaya bersejarah, dan KH Mas Mansyur. Goodie bag batik ini menjadi souvenir khas Smamda untuk tamu istimewa. (*)

Penulis Tanti Puspitorini Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version