Wafat dalam Optimisme Hidup, Mengenang Mohamad Su’ud

Mohamad Suud (kanan) bersama Mohammad Nurfatoni dan Fathurrahim Syuhadi (kiri) saat di Kantor PDM Lamongan, Juli 2023. Wafat dalam Optimisme Hidup, Wakil Ketua PDM Lamongan Mohammad Su’ud (istimewa/PWMU.CO)

Wafat dalam Optimisme Hidup, Wakil Ketua PDM Lamongan Mohamad Su’ud, Oleh Mohammad Nurfatoni, Pemimpin Redaksi PWMU.CO.

PWMU.CO – Mendengar kabar wafatnya Mohammad Su’ud, Sabtu (14/10/2023), saya langsung lemas. Baru tiga hari lalu, Rabu (11/10/2023), saya menjenguknya di Paviliun Multazam 10 Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan (RSML), Jawa Timur.

Dalam pertemuan 30 menit itu saya merasakan optimisme Mas Suud—begitu saya memanggilnya—masih sangat kuat, bahwa dia akan sembuh, meski badannya sangat kurus. Kata sang istri yang mendampinginya, kondisi Mas Suud drop empat hari sebelumnya. Oleh karena itu dia dibawa ke rumah sakit.

Beberapa pekan sebelumnya dia menjalani perawatan di Desa Pelangwot Kecamatan Laren, kampung kelahirannya. Selama ini dia tinggal di Desa Modo Kecamatan Modo, sekaligus sebagai Kepala SMK Muhammadiyah 6 Modo Lamongan.

“Optimis, insyaalah sembuh. Ini adalah jalan yang harus saya lalui,” katanya sambil tersenyum. Saat itu wajahnya teduh. Dia selalu mengumbar senyum meski sakit yang dideritanya sangat berat. 

Mas Suud divonis kanker usus besar. Beberapa bulan sebelumnya dia telah dirawat di RSML. Dokter yang merawatnya memutuskan dia harus dioperasi, dipotong ususnya yang terserang kanker itu. Lalu dia harus menjalani kemoterapi. 

Tapi dia menolak. Mas Suud lebih memilih berobat dengan herbal. Beberapa kali dia rutin berobat di Balongpanggang Gresik.

“Saya belum siap akan dikemoterapi,” alasan dia menempuh pengobatan alternatif itu. Dia mengatakan itu lirih sambil memegang erat tangan saya. Lama sekali saya berpegangan tangan, separuh waktu dari kunjungan itu.

Dia melepas pegangan tangan ini karena mengantuk dan ingin tidur. “Gak papa saya tinggal tidur?” tanyanya pelan.  

“Gak apa, nanti kalau sudah tidur saya pamit pulang,” jawab saya.

Saya merasa senang saat itu, karena kedatangan saya seperti membuat dia senang. Kali pertama datang bahkan tangan saya disambut oleh kedua tangannya. Dipegang erat lalu akan ditarik ke atas seperti hendak diciumnya. Tapi saya tahan. Saya menolak.

Tidak hanya itu, dia juga meminta anak ketiganya, Muhammad Relung Fazlur Rahman, mengabadikan kami. “Tolong difotokan,” katanya, sambil tersenyum.

Itu momen yang tidak saya duga. Tapi saya bersyukur, berarti dia suka atas kehadiran saya. Padahal saya sebenarnya juga ingin mengambil gambar di ruang itu. Tapi saya tidak meloloskan niat itu. 

Bukan saja karena ada larangan mengambil foto di rumah sakit. Saya pernah ditegur saat memotret istri yang dirawat di sebuah RS April 2023. Saya juga pernah diprotes petugas sebuah RS karena memuat berita yang ada foto pasien di kamar perawatan rumah sakit. Tapi saya tidak memotret juga karena tak tega mengabadikan Mas Suud yang kondisi fisiknya sangat memprihatinkan itu.

Sakit Masih Menulis

Mas Suud didampingi Siti Zulaikhah, sang istri, di rumah sakit, selain ditemani dua anak (Muhammad Relung Fazlur Rahman dan Relung Mujahadah Nur Aisyah) dan satu adiknya dari Pelangwot. Beberapa kali sang istri menjadi ‘moderator’ percakapan kami. “Mas, nang segera sembuh, biar bisa bersilaturahmi ke teman-teman dan bisa menulis lagi,” kata sang istri.

Zulaikah bercerita, sang suami suka sekali kalau menulis. Bahkan saat dirawat kali pertama di RS, dia masih sempat menulis. Caranya dia merekam suaranya lalu ditranskrip dan ditulis oleh sang istri.

“Wah kalau saya tahu tulisan itu ditulis saat sakit, saya akan menolak memuatnya,” kata saya setengah bergurau.

Sebenarnya cerita soal dia menulis saat dirawat di RS itu sudah saya dengar sebelumnya dari Mas Fathurrahim Syuhadi. Mas Suud dan Mas Rahim ada dua kontributor senior PWMU.CO Lamongan. Pada periode 2022-2027 ini, keduanya terpilih sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan.

Sebelum menjenguk itu, pada bulan Juli 2023 kami bertiga satu mobil dalam perjalanan Babat-Lamongan. Keduanya dijemput oleh mobil PDM Lamonan di Babat untuk rapat rutin setiap hari Rabu di Kantor PDM Lamongan. Sedangkan saya di Babat ada uruapan bisnis dengan Mas Rahim.

Saat itu Mas Suud sudah bercerita kalau tidak berkenan dioperasi. Badannya sudah terlihat kurus karena makannya sudah tak normal lagi. Begitu juga pencernaannya. Ada beberapa jenis makanan yang menjadi pantangannya, seperti daging.

Dia hanya makan buah dan beberapa makanan lain. Ikan pun harus segar, kalau tak segar bisa menimbulkan masalah. Demikian juga, kata sang istri, makanan yang mengandung unsur tepung dan gula tidak boleh dikonsumsi.

Baca sambungan di halaman 2: Menulis sebagai Jalan Perjuangan

Mohamad Suud (kiri) bersama Mohammad Nurfatoni dan Fathurrahim Syuhadi (kanan) saat di Warung Sate Samian Babat, Juli 2023. Wafat dalam Optimisme Hidup, Wakil Ketua PDM Lamongan Mohammad Su’ud (istimewa/PWMU.CO)

Menulis sebagai Jalan Perjuangan

Bagi Mas Suud, menulis, selain mengajar, adalah jalan hidup, jalan perjuangan. Dia menulis opini juga berita. Berita berbagai macam peristiwa dia tulis. Sudah jadi orang penting sebagai Wakil Ketua PDM Lamongan dia masih menulis, termasuk berita-berita musyawarah cabang.

Awal menulis di PWMU.CO tahun 2016 Mas Suud suka menulis tentang sejarah berdiri dan berkembangnya Muhammadiyah di desa-desa yang ada Kecamatan Modo. Berita-berita itu viral, dibaca puluhan ribu pembaca. 

Padahal kalau saya dan dia bernostalgia, bisa ketawa mengenang masa-masa itu. Bayangkan, dia mengirim naskah dalam bentuk mosaik-mosaik, seperti mengirim SMS. Mas Suud kirim bagian per bagian. Misalnya kapan kejadiannya. Siapa pelakunya, dan seterusnya. Tapi naskah menjadi lengkap karena saya sebagai editor selalu meminta tambahan keterangan atau data.

Salah satu tulisan Mohamad Su’ud tentang sejarah Muhammadiyah Modo yang ditulis tahun 2016 baca di sini!

Tulisan-tulisan sejarah Muhammadiyah di Kecamatan Modo itu sebenarnya mau dia kumpulkan jadi sebuah buku. Tapi niat itu belum terwujud, karena jalan takdir kematian itu lebih dulu datang. Sama seperti keinginan saya menjadikannya editor yang belum terwujud, meski beberapa bulan sebelum sakit dia telah magang coeditor dengan kode inisial MS.

“Saya baru merasakan bagaimana beratnya menjadi editor,” katanya kala itu. Saya ajak Mas Suud magang karena tulisan-tulisannya sudah bagus. Itu karena dia rajin dan produktif menulis.

Mas Suud memang sangat getol dalam dunia literasi. Saat sebagai Sekretrais Majelis Tabligh PDM Lamongan, dia menjadi penulis dan editor beberapa buku. Dia juga mengasuh beberapa forum media sosial. Karena itu saat menjadi Wakil Ketua PDM Lamongan sebenarnya dia ingin membidangi Majelis Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi (MPID) sesuai dengan passion menulis sebagai jalan perjuangannya itu. Sayangnya keinginan itu tak terwujud. Itu bukan jalan takdirnya.

Kini, Mas Suud menemukan jalan takdir terbaiknya, menemui Allah Sang Khaliq, menyusul istri pertamanya Erva Rachmawati yang wafat 28 Desember 2020 . Bersama Erva, Mohamad Su’ud dikaruniai empat anak: Relung Fajar Sukmawati, Relung Mujahadah Nur Aisyah, Muhammad Relung Fazlur Rahman, dan Relung Dzakira Mumtaza.

Sedangkan dengan istri sambung, Siti Zulaikhah, yang dinikahi pada 21 November 2021, dia belum dikaruniai anak. 

Selamat jalan Mas Suud yang wafat dalam optimisme hidup. Meski kau telah pergi tapi amal ibadahmu, termasuk tulisan-tulisanmu, akan mangabadi dan menginspirasi. (*)








Exit mobile version