Susi Pudjiastuti: Muhammadiyah Harus Perjuangkan UU Kedaulatan Laut

Susi Pudjiastuti nampak di layar saat menjadi pembicara kunci dalam Diskusi Forum Nelayan dengan tema Kapling Laut: Nasib Nelayan Diombang-ambing Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur yang digelar MPM PP Muhammadiyah (Nely Izzatul/PWMU.CO)
Susi Pudjiastuti nampak di layar saat menjadi pembicara kunci dalam Diskusi Forum Nelayan dengan tema Kapling Laut: Nasib Nelayan Diombang-ambing Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur yang digelar MPM PP Muhammadiyah (Nely Izzatul/PWMU.CO)

PWMU.CO – Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Kerja 2014-2019 mengatakan, Muhammadiyah harus memperjuangkan Undang-Undang (UU) kedaulatan laut.

Hal itu ia tegaskan pada Diskusi Forum Nelayan dengan tema Kapling Laut: Nasib Nelayan Diombang-ambing Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur yang digelar Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Aula Lantai 3 Kantor Jalan Cik Di Tiro No 23 Yogyakarta, Sabtu (13/1/2023).

Mengawali materi, Susi Pudjiastuti mengaku tema yang digagas MPM ini sebenarnya sudah banyak ia tuangkan lewat kebijakan-kebijakan saat ia masih menjabat sebagai menteri.

“Ketika saya mendapat amanah di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), saya telah banyak membuat kebijakan yang sangat benar dan terukur, menuju visi misi presiden, yang lurus dengan Pak Jokowi,” ucapnya.

Kebijakan tersebut meliputi dua hal. Pertama tentang kedaulatan laut, kedua tentang keberlanjutan.

“Tanpa kedaulatan, kita mau bicara apa kalau kita tidak punya apa-apa? Kedua keberlanjutan. Bahwa masa depan itu tidak bisa terpotong oleh satu generasi, harus terus-menerus sampai anak cucu, cicit, dan seterusnya. Bahwa laut harus eksis beribu generasi kemudian. Bukan untuk satu generasi,” tandasnya.

Laut Indonesia Tidak Boleh Dikapling

Dia memberikan contoh lobster. Ia mengaku, dulu ketika mencari lobster di laut Pangandaran itu bisa 1 hari dapat 1 ton. Sekarang tidak ada karena bibitnya diambil dan diekspor.

“Laut itu sumber daya alam yang berkelanjutan, jadi harus kita jaga kelestariannya. Kalau batu bara, emas, diambil semua itu habis. Tapi laut harus kita jaga keberlanjutannya,” ucap pendiri maskapai penerbangan Susi Air ini.

Dia menegaskan, semestinya stakeholder, akademisi, aktifis organisasi mempunyai tanggung jawab memperjuangkan Perpres 44 Tahun 2016, yakni laut menjadi sumberdaya yang berdaulat.

“Sekarang pemerintah membuat kebijakan konsesi. Rakyat Indonesia (yang punya negara) tapi harus membayar tiket untuk menangkap ikan di negara sendiri. Laut Indonesia tidak boleh dikapling-kapling, kalau dikapling-kapling seperti tambang, saya rasa kita sudah kehilangan kewarasan,” ucapnya disambut tepuk tangan hadirin.

Dia berharap hal ini terekam untuk anak cucu di masa depan, untuk mengembalikan visi misi Jokowi yang menginginkan laut sebagai aset masa depan bangsa dan menempatkan Indonesia menjadi episentrum maritim dunia.

“Kerapu budidaya, udang budidaya itu bagus. Tapi kalau penjualan plasma nutfah? Di seluruh negara timur tengah bahkan Eropa itu dilarang. Sementara di kita? Main sogok semua aparat, akademisi, memperjualkan plasma nutfah dan membenarkan yang salah. Tokoh agama, tokoh politik dipakai, untuk membenarkan mafia-mafia Indonesia yang tidak pernah habis,” tegasnya.

Susi menambahkan, saat ia masih menjabat sebagai menteri, omset gurita di Natuna itu 1 tahun bisa mencapai 3 sampai 4 triliun. Hal itu tanpa dukungan dan dorongan pemerintah. Tapi KKP menjaga agar kapal asing tidak ke sana.

“Sementara sekarang nyari gurita tidak ada lagi. Orang-orang di Natuna itu tidak ada yang bertani. Sawah mereka adalah laut. Sekarang kapal besar China, Vietnam menangkap itu. Menangkap baby octopus sumber paling besar di natuna,” ujarnya miris.

Hentikan Rezim Tamak

Maka dia menegaskan, semestinya tidak ada rezim tamak, yang menjadikan laut itu seperti tambang. Sehingga harus dikeruk sebanyak-banyaknya atau bahkan dihabiskan.

“Persoalannya sekarang yang membuat kebijakan adalah para pengusaha tambang. Saya dulu walkout dalam rapat-rapat rezim tamak. Saya bilang, kamu tau gak, kalau kamu mau jual pulau, kenapa 17300 tidak kau jual semua. Saya tidak suka rapat-rapat begini membuat saya naik pitam,” kata Susi.

Oleh sebab itu, dia berharap ada organisasi yang ikut memperjuangkan Perpres 44 Tahun 2016, serta harus dipastikan organisasi itu tidak bisa dibeli, tidak bisa dibujuk untuk mengamini hal yang merusak kedaulatan.

“Kedaulatan ini begitu penting untuk apapun yang kita lakukan. Untuk revitalisasi, untuk kebaikan kita. Karena kalau tidak berdaulat, ya kita ikut mereka. Sekarang dengan kapling, jangan harap anda bisa ke Papua. Kalau laut dikapling ya it’s crazy. Tapi kalau anda menyetujui ya saya tidak tahu lagi,” ucapnya kembali disambut tepuk tangan hadirin.

“Ayo kita perjuangkan UU agar bisa menggugurkan yang lain, bahwa laut itu sumberdaya yang akan terus menerus ada dan banyak. Yang bisa kita lakukan adalah menjaga dengan aturan yang ramah lingkungan, dan biarkan mereka (sumberdaya laut) itu berproduksi untuk kita,” katanya. (*)

Penulis Nely Izzatul

Exit mobile version