![](https://i0.wp.com/pwmu.co/wp-content/uploads/2023/10/WhatsApp-Image-2023-10-15-at-19.38.55.jpeg?resize=1200%2C552&ssl=1)
Empat Ciri Kader Aisyiyah Sejati
Wajdiyyah, narasumber pada Pengajian Umum Perdana ini, mengupas ciri kader Aisyiyah sejati. Mubalighat Aisyiyah Malang ini memaparkan, “Beraisyiyah itu mudah dan menggembirakan bu. Saya sudah buktikan sendiri. Kalau kita ikhlas karena Allah, maka semua terasa mudah dan menggembirakan.” Ujarnya mengawali kajiannya.
Dia memaparkan empat ciri kader Aisyiyah sejati. Satu, Aisyiyah itu kokoh imannya. “Aisyiyah itu intinya menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Kokohkan imannya bu. Ini sebagai dasar” jelasnya.
Kedua, selalu berusaha membaguskan ibadah. “Membaca dan mengkaji al-Quran tidak boleh ada kata libur. Harus rutin. Al-Qurannya dibaca, dipahami, dihafalkan, dan diamalkan.” jelasnya.
Dia juga menekankan pentingnya shalat malam. Sebagai kader Aisyiyah, sambungnya, harus selalu bangun shalat malam dan meminta kepada Allah.
Ketiga, menyempurnakan dan memuliakan akhlaknya. Keempat, dermawan dalam bersedekah. “Aisyiyah tidak boleh pelit. Hidup sederhana boleh, tapi jangan pelit. Kita harus bisa menjadi contoh bagi anak dan masyarakat,” tuturnya.
Dalam sesi tanya jawab, dua penanya menyampaikan pertanyaannya. “Mengapa masih ada orang yang ibadahnya bagus tapi kok hidupnya masih tampak ruwet seperti tidak ada keberhasilan sama sekali?” tanya Eka dari PRA Jetis.
Fitri yang juga dari PRA Jetis menjadi penanya kedua. Dia menanyakan tips mengistikamahkan ibadah anak. Menjawab dua pertanyaan jamaah itu, Wajdiyyah mengatakan, “Allah lebih tahu yang terbaik untuk hamba-NYA.”
Kesusahan yang diberikan, lanjutnya, bisa bertujuan sebagai penguat keimanan seseorang. “Ada yang diberi balasan langsung di dunia, dan ada yang diberi di akhirat kelak,” jawabnya menggapai penanya pertama.
Mengistikamahkan anak dalam beribadah itu adalah hal yang mudah. “Sangat mudah. Ibunya istikamah dulu. Sehingga anak melihat. Ibu harus bisa menjadi teladan dan istikamah. Itu kuncinya!” tuturnya mengakhiri kajian. (*)
Penulis Nurul Hidayah Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post