Jangan Ada Opini di Antara Kita

Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohammad Nurfatoni dalam Pelatihan Menulis Berita yang diadakan oleh Pesantren Enterpreneur Muhammadiyah (PEM) Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur di Mini Hall Mutu Edutel Gondanglegi, Ahad (22/10/2023) (Makurniawati/PWMU.CO)

PWMU.CO – Jangan ada opini di antara kita. Kalimat plesetan dari lagu karya Rinto Harahap yang dipopulerkan oleh Broery Marantika dan Dewi Yull berjudul Jangan Ada Dusta di Antara Kita itu disampaikan oleh Pemimpin Redaksi PWMU.CO Mohammad Nurfatoni, Ahad (22/10/2023).

Fatoni, sapaan akrabnya, menjadi narasumber dalam Pelatihan Menulis Berita yang diadakan oleh Pesantren Enterpreneur Muhammadiyah (PEM) Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Acara yang diselenggarakan di Mini Hall Mutu Edutel Gondanglegi ini diikuti oleh 65 guru sekolah dan pesantren Muhammadiyah di Kabupaten Malang. Yaitu ustadz dan ustzdah PEM Gondanglegi, guru SMK Muhammadiyah 7 (Mutu) Gondanglegi, SMP Muhammadiyah 9 Gondanglegi, TK Aisyiyah 25 dan 26 Gondanglegi, serta beberapa guru SD, SMP, SMA/SMK Muhammadiyah di Kabupaten Malang yang diundang secara khusus. 

Kalimat ‘jangan ada opini di antara kita’ mencuat ketika Fatoni menjelaskan tentang ciri sebuah berita. Menurut dia, berita itu adalah fakta atau peristiwa yang benar-benar terjadi dan bisa diverifikasi kebenarannya.

Fakta tersebut lalu ditulis dengan mendeskripsikan peristiwa yang terjadi dan mengonfirmasi pada narasumber terkait melalui wawancara atau mengutip pernyataannya.

“Jadi berita itu suatu fakta, bukan karangan atau hasil imajinasi,” ujarnya. Karena itu, dia menegaskan, dalam menulis fakta wartawan tidak boleh memasukkan opini atau pendapat pribadi atau kepentingannya ke dalam berita. 

Sebagai redaktur senior PWMU.CO, dia mengaku seringkali menerima naskah berita yang di dalamnya masih saja ada opini penulis. Cirinya, ada pernyataan yang tidak disebutkan narasumbernya. 

Bahkan, dia memberi contoh secara off the record, ada media besar yang pernah kecolongan karena wartawannya melakukan wawancara imajiner, seolah-olah sebagai wawancara sungguhan. Juga ada media yang wartawannya memasukkan pendapat pribadinya dengan mengatasnamakan narasumber.

Baca sambungan di halaman 2: Misi Media

Mohammad Nurfatoni (kanan) dan Direktur PEM Gondanglegi KH Muhammad Fahri SAg MM bersama pęseta pelatihan (Istimewa/PWMU.CO)

Misi Media

Menurut Fatoni, meski dibolehkan menyembunyikan identitas narasumber karena menyangkut keselamatannya—seperti sering dilakukan sebuah majalah ternama—tetapi hal itu jangan sampai disalahgunakan. “Jangan sampai di balik itu dimanfaatkan oleh wartawan atau media untuk menciptakan narasumber ‘imajiner’,” kataya.

Karena itu Direktur Kanzun Book itu berpesan pada peserta sebagai calon agar kontributor atau wartawan sukarelawan PWMU.CO agar menulis berita sesuai fakta sehingga tidak menyesatkan pembaca. 

Menurut dia, wartawan atau redaktur hanya boleh menonjolkan angle atau sudut pandang dari peristiwa yang dia liput sebagai topik berita yang diwujudkan dalam judul. “Itu yang saya sebut framing dalam pengertian positif,” kata dia.

Lulusan S1 Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Surabaya tahun 1992 itu lalu memberi contoh saat dia mengedit sebuah kiriman berita di PWMU.CO berjudul Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah Tak Akan Dimuhammadiyahkan.

Semula wartawannya tidak memberi judul seperti itu. Dia hanya menulis pernyataan sang narasumber secara kronologis lalu memberi judul Sambutan Wakil Ketua Ditlitbang PP Muhammadiyah di Acara Fortama Umsida 2023

Menurut Fatoni, hal itu menunjukkan sang penulis tidak punya misi atau tujuan saat menulis berita. Dia hanya menyajikan fakta secara utuh. Padahal di dalam isi liputannya ada hal yang menarik, yakni pernyataan narasumber yang kemudian dijadikan Fatoni sebagai judul itu.

Penonjolan inilah yang oleh Fatoni disebut framing. Tapi dia buru-buru menegaskan, itu bukan framing (pembingkaian) jahat yang berangkat dari rekayasa atau imajinasi, melainkan berdasarkan fakta atau pernyataan narasumber.

Pria kelahiran Lamongan itu menerangkan, dalam contoh berita tersebut, PWMU.CO, sebagai media Muhammadiyah, ingin menunjukkan atau meyakinkan pembaca: jangan takut atau khawatir kuliah di kampus Muhammadiyah, sebab, tidak akan dimuhammadiyahkan. 

Ayah lima anak dan kakek dua cucu itu memberi kesimpulan bahwa wartawan tidak boleh memasukkan opini ke dalam beritanya meski dia boleh—bahkan harus—punya misi saat menulis berita. “Jadi, jangan ada opini di antara kita. Jangan ada dusta di berita kita!” pesannya. (*)

Penulis Shafanda Setya Wardani, Juara II Praktik Menulis dalam Pelatihan Menulis Berita PEM Gondanhlegi Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version