Pilpres dan Firaun

Pilpres
Abu Nasir

Pilpres dan Firaun oleh Abu Nasir, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Pasuruan.

PWMU.CO – Syahdan Firaun bermimpi melihat api keluar dari Baitul Maqdis. Api menjalar ke rumah orang-orang Qibti (Egypt) di negeri Mesir. Anehnya api tersebut tidak menyentuh rumah kaum Bani Israil, anak turun Nabi Ya’kub yang telah turun temurun tinggal di negeri itu sejak Nabi Yusuf menjadi perdana menteri. 

Kitab tafsirIbnu Katsir, mengungkap takbir mimpi itu dengan penjelasan bahwa kelak kekuasan Firaun akan tumbang dan kerajaannya lenyap di tangan seorang lelaki dari kalangan Bani Israil.

Pasca takbir mimpi didapat, Firaun menerima laporan intelnya bahwa dari kalangan Bani  Israil akan muncul seorang lelaki perkasa dan pemberani yang kelak akan memimpin dan mengangkat nasib mereka.

Mendengar laporan ini sontak Firaun ketakutan lalu memerintahkan tentaranya untuk membunuh setiap bayi laki laki yang lahir dari kalangan Bani Israil dan membiarkan anak anak perempuan.

Sementara kaum laki-laki dewasanya disuruh kerja berat dan hina. Bisa jadi  ini adalah genosida pertama dalam sejarah kemanusiaan. Al-Quran menyebut peristiwa pembunuhan ini dengan istilah penyembelihan.

وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ ۚ وَفِي ذَٰلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ

Ketika Kami selamatkan kamu dari (Firaun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. (Al-Baqarah: 49)

Firaun Zaman Nabi

Dalam kaidah bahasa Arab kata Firaun termasuk isim ‘alam, kata benda yang peletakannya berfungsi untuk menunjuk pada individu, tempat, atau wujud (dzat) tertentu.

Jika ini nama maka Firaun merupakan julukan untuk raja kafir di Mesir dari bangsa Amaliq, sebagaimana kaisar, julukan untuk raja-raja yang menguasai Romawi dan Syam, juga Kisra bagi Raja Persia, dan Najasyi di negeri Habsyah.

Imam al-Qurtubi berpendapat Firaun merupakan sifat yang berarti setiap hal yang melawan dan mengingkari kebenaran. Sedangkan Imam as-Suyuthi menyatakan Firaun adalah gelar untuk al-Walid bin Mushab Ibnu ar Rayyan yang sezaman dengan Nabi Musa, keturunan Amliq ibnu al- Aud ibnu Iram ibnu Sam ibnu Nuh.

Firaun inilah yang sering dinisbatkan kepada sosok raja yang hidup sekitar 1212 SM sewaktu Ramses II dan anaknya Merneptah memerintah Mesir.

Jika Firaun merupakan sifat dan julukan, maka eksistensinya akan terus ada. Sifat-sifat Firaun yang diktator otoriter, lalim, dan kejam serta sombong, menolak kebenaran bisa hinggap pada siapa saja yang sedang berkuasa dan memiliki kekuasaan.

Pada zaman nabi, sosok Firaun tercermin pada dedengkot kafir Quraisy Abu Jahal yang haus kuasa dan kehormatan. Ketika Abu Jahal mati terbunuh di medan Badar, Rasulullah mensyukurinya dengan mengatakan

, أخذنا فرعون هذه الأمة ”Kita telah mengalahkan Firaunnya umat ini.”

Mengaku Tuhan

Firaun merupakan prototipe puncak keangkuhan dan kesombongan. Pengakuannya sebagai tuhan bukan semata karena kekuasaan yang power full, namun juga karena ia dikaruniai hidup sehat tanpa merasakan sakit, kesusahan, kekurangan pangan, dan hidup selama 400 tahun.

Keterangan ini misalnya bisa didapatkan dalam Tafsir at Thabari (2/43) dan Tafsir Ibnu Hatim (5/1555)

Hujjatul Islam Imam Al Ghazali menyatakan

إنما قال فرعون أنا ربكم الأعلى ‌لطول ‌العافية لأنه لبث أربعمائة سنة لم يصدع له رأس ولم يحم له جسم ولم يضرب عليه عرق فادعى الربوبية لعنه الله ولو أخذته الشقيقة يوما لشغلته عن الفضول فضلا

“Sesungguhnya yang menyebabkan Firaun sampai berani mengatakan ‘Aku adalah Tuhan kalian yang Maha tinggi’ hal ini disebabkan karena ia mengalami masa sehat dalam hidupnya yang begitu lama. Dia hidup 400 tahun dan tidak pernah merasakan meski sekadar kepalanya pusing, badannya meriang, dan bahkan tidak merasakan lelah. Karena itulah dia kemudian berani mengaku sebagai Tuhan, semoga Allah melaknatnya. Seandainya saja, Firaun merasakan sakit sedikit meski sehari saja, niscaya itu sudah cukup membuat ia merasa tidak punya apa-apa (sehingga tidak berani mengaku menjadi Tuhan).” (Ihya Ulumuddin (4/289) dan Quth al-Qulub (2/38))

Praktis Firaun tidak pernah merasakan perihnya lapar, kerongkongannya tidak pernah tersentuh oleh dahaga, tak pernah tersentuh oleh lemahnya tubuh dan segala macam penyakit.

Pantas saja ia kurang ajar dengan congkaknya mengumpulkan para pembesarnya dan mengatakan mengatakan : فَقَالَ اَنَا۠ رَبُّكُمُ الْاَعْلٰىۖ   ”Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (An-Nazi’at: 24 )

Koalisi Pemerintahan Firaun

Al-Quran menggambarkan sosok Firaun selain kufr juga dzulm. Kata kufr mengandung pengertian arogan, pengabaian secara sengaja dan senantiasa menyembunyikan kebenaran untuk tujuan dan maksud tertentu.

Sedangkan zulm bermakna penindasan, kesewenang-wenangan, dan ketidakadilan sebagai tanda dari setiap penguasa. Tidak heran selama memerintah Firaun menerapkan sistem pemerintahan bumi hangus bagi siapa saja yang berani menentangnya.

Segala cara dia lakukan untuk membungkam para pengkritik dan penentangnya demi  mempertahankan kekuasaannya.

Pemerintahan Firaun ditopang dan di-back up secara total oleh kaum teknokrat, pemilik modal (oligarki) dan ahli agama (ulama). Mereka berada dalam satu koalisi pemerintahan yang masing- masing disimbolkan secara apik oleh al-Quran melalui sosok Hamman, Qarun, dan Bal’am bin Baura.

Koalisi Firaun ini disebut dengan al-mala al-Firaun, yaitu para pemuka, pembesar, dedengkot yang mendukung penuh, mengendalikan, dan merancang support system pemerintahan.  

Jika Qarun merupakan penguasa sektor ekonomi yang sekaligus berperan sebagai penyokong besar pemasukan anggaran pemerintahan, maka Hamman adalah teknokrat andal sosok serba bisa yang selain berperan sebagai penasihat, juga penanggung jawab berbagai urusan pemerintahan Firaun.

Dia seorang menteri  yang merangkap banyak jabatan mulai dari penasihat Firaun, hingga pelaksana proyek pembangunan menara yang digunakan Firaun untuk melihat tuhannya Musa.

Kekuasaan Firaun semakin komplit dan menemukan pijakan spiritual oleh sosok elite agama pada diri Bal’am bin Baura sehingga setiap serangan yang mengancam kekuasaan menggunakan isu agama bisa ditangkis oleh tokoh ini.

Kepada koalisi kezaliman semacam inilah Nabi Musa as diutus Allah untuk melawan dan menghancurkan kekuasaannya. Kepada Firaun diperlihatkan sosok penghancur ini melalui mimpi.

وَقَارُوْنَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامٰنَۗ وَلَقَدْ جَاۤءَهُمْ مُّوْسٰى بِالْبَيِّنٰتِ فَاسْتَكْبَرُوْا فِى الْاَرْضِ وَمَا كَانُوْا سَابِقِيْنَ ۚ

Dan (juga) Karun, Firaun dan Haman. Sungguh, telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa) keterangan-keterangan yang nyata. Tetapi mereka berlaku sombong di bumi, dan mereka orang-orang yang tidak luput (dari azab Allah). (Al-Ankabut: 39)

Allah telah memberi bukti kepada Musa bahwa upaya Firaun untuk membunuhnya gagal. Alih- alih terbunuh Musa justru selamat ketika masih bayi oleh keluarga Firaun sendiri. Seorang wanita yang menemukannya terbawa arus sungai lalu dibesarkannya di Kerajaan Firaun.

Kepongahan Firaun seolah terhinakan oleh kenyataan bahwa bayi yang dibesarkannya adalah tokoh penghancur kekuasannya.

Cara apapun yang ditempuh Firaun untuk membendung arus perlawanan Musa. Tawaran kedudukan dan materi, intimidasi, tukang sihir hingga penjara dan ancaman mati tidak menghentikan gerakan Musa. Malah terus membesar memperoleh dukungan pengikutnya dari kalangan Bani Israil sampai akhirnya Firaun bersama koalisi dan tentaranya ditenggelamkan  Allah.

إِنَّ فِرۡعَوۡنَ عَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَجَعَلَ أَهۡلَهَا شِيَعٗا يَسۡتَضۡعِفُ طَآئِفَةٗ مِّنۡهُمۡ يُذَبِّحُ أَبۡنَآءَهُمۡ وَيَسۡتَحۡيِۦ نِسَآءَهُمۡۚ إِنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلۡمُفۡسِدِينَ  

Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qashash/28: 4)

وَاِذۡ فَرَقۡنَا بِكُمُ الۡبَحۡرَ فَاَنۡجَيۡنٰکُمۡ وَاَغۡرَقۡنَآ اٰلَ فِرۡعَوۡنَ وَاَنۡتُمۡ تَنۡظُرُوۡنَ‏

Ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Firaun dan) pengikut-pengikut Firaun, sedang kamu menyaksikan. (Al- Baqarah: 50)

Pemimpin Hasil Pilpres

Bagaimanapun juga kekuasaan pasti berakhir, selama berapapun dan sekuat apapun seseorang mempertahankannya melalui berbagai macam cara. Kekuasaan dalam genggaman manusia hanya akan bertahan beberapa periode lalu dipergilirkan dan digantikan yang lain.

Penguasa zalim dan otoriter sesungguhnya sedang menggali lubang kuburnya sendiri di saat pertama kali ia mulai berpikir mempertahankannya.

Sosiolog muslim Ibnu Khaldun merinci faktor penyebab runtuhnya sebuah peradaban dalam sistem pemerintahan apapun dalam lima sebab, yaitu terjadinya ketidakadilan dan kesenjangan menganga antara kaya-miskin, merajalelanya penindasan oleh kelompok kuat terhadap kelompok lemah, runtuhnya etika dan moral para pemimpin negara, pemimpin yang tertutup dan anti kritik serta abai nasihat dan terjadinya bencana besar baik disebabkan faktor alam maupun non alam.

Seyogyanya para pemimpin di suatu negara mengambil pelajaran dari kisah Firaun ini karena fenomena sejarah akan selalu berulang. Cerita Firaun secara mujmal dikandung maksud bahwa peristiwa serupa akan terjadi pada waktu yang berbeda dengan tokoh dan latar berbeda pula.

Karenanya Firaun di zaman inipun pasti ada. Siapa pun pemimpin negara yang berperilaku layaknya Firaun berpotensi akan mati tenggelam dan terhinakan.

Jika Firaun zaman nabi adalah Abu Jahal, maka siapakah kiranya fenomena Firaun zaman kini? Kontestasi Pemilihan Presiden 2024 jangan sampai menghadirkan pemimpin yang menjelma menjadi Firaunnya umat ini.   

Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version