Belajar dari Jepang, Menyelamatkan 379 Penumpang Pesawat yang Terbakar

Sebuah pesawat terbakar di landasan Bandara Haneda Tokyo, Jepang, Selasa (2/1/2024) waktu setempat. Pesawat itu berasal dari maskapai Japan Airlines. Belajar dari Jepang (Reuters/Issei Kato)

Belajar dari Jepang, Menyelamatkan 379 Penumpang Pesawat yang Terbakar; Oleh Hudiyo Firmanto, dosen PTS di Surabaya

PWMU.CO – Pada hari Selasa tanggal 2 Januari 2024 terjadi kecelakaan pesawat terbang di Bandara Haneda, Tokyo, Jepang. Pesawat Airbus A350 milik maskapai Japan Airlines bertabrakan dengan pesawat penjaga pantai (coastguard) saat mendarat di landasan pacu.

Dalam kecelakaan itu, enam awak pesawat penjaga pantai meninggal dunia, sementara 379 penumpang dan awak pesawat Japan Airlines berhasil diselamatkan dalam proses evakuasi.

Satu hal yang menjadi pembicaraan di kalangan praktisi transportasi adalah proses selamatnya 379 penumpang dan awak pesawat Japan Airlines dari pesawat yang terbakar. Faktor penggunaan karbon komposit yang berpengaruh terhadap keselamatan penumpang menjadi salah satu spekulasi yang berkembang. 

Di tengah api yang membakar, struktur utama badan pesawat tampak masih terbentuk. Ini adalah keunggulan karbon komposit terhadap aluminium yang banyak dipakai untuk badan pesawat. Karbon komposit mampu mempertahankan kekuatannya pada temperatur tinggi sehingga struktur utama badan pesawat tidak runtuh. Hal ini memberikan waktu yang lebih panjang untuk penyelamatan penumpang.

Selain faktor teknis bahan pesawat, proses evakuasi penumpang dari dalam pesawat oleh para awak menjadi faktor penting atas berhasilnya proses penyelamatan penumpang. Pada evakuasi yang dilakukan, hanya dalam waktu sembilan belas menit, 379 penumpang dan awak pesawat berhasil keluar dari pesawat.

Dari video yang beredar, seluruh penumpang dan awak pesawat terlihat relatif tenang. Semua masih dalam keadaan duduk di kursinya masing-masing saat api mulai tampak dari jendela. Para awak pesawat dengan cermat memilih pintu darurat yang aman untuk dilalui.

Faktor ketenangan awak pesawat, penumpang, dan kepercayaan penumpang terhadap arahan awak pesawat memegang peranan penting. Para penumpang sepenuhnya mengikuti arahan para awak pesawat, misalnya untuk tidak membawa barang apapun selain telepon seluler masing-masing. Termasuk untuk menanggalkan sepatu tajam yang bisa merusak seluncuran darurat (emergency slide).

Faktor Keberhasilan Evakuasi

Gary Ho, dosen senior Manajemen Aviasi di Politeknik Temasek Singapura menyebutkan tiga faktor penting atas berhasilnya evakuasi tersebut. Pertama adalah bahwa para awak dan penumpang sangat bertanggung jawab terhadap proses evakuasi meski pada situasi yang sangat darurat. Dia juga mengatakan penumpang pesawat sebagian besar adalah warga negara Jepang yang terkenal sangat disiplin dan sangat taat terhadap instruksi yang diberikan.

Faktor ketiga adalah perhatian yang tinggi Japan Airlines terhadap faktor keselamatan. Setelah kecelakaan yang pernah terjadi sebelumnya, mereka menaruh perhatian yang sangat serius terhadap  keselamatan. 

Japan Airlines membangun budaya keselamatan yang kuat dan terus menerus melatih awaknya melakukan praktik penyelamatan. Hasilnya terlihat pada insiden tersebut, para awak sangat tenang, tidak panik. Penumpang juga sangat tenang dan tetap mengikuti instruksi sehingga mereka bisa keluar dengan teratur meski dalam keadaan darurat.

Melihat keadaan itu, kita bisa membayangkan situasi penumpang penerbangan di Indonesia. Umum terjadi di penerbangan Indonesia, penumpang selalu berebut dan tidak teratur saat masuk atau keluar pesawat. Mereka juga tidak bisa membentuk antrean satu jalur. Cenderung selalu berjubel. Hal ini terjadi baik saat check in, masuk, atau keluar dari pesawat. Peraturan dan instruksi awak pesawat juga sering kali dilanggar. Bisa dibayangkan bagaimana jika terjadi situasi darurat.

Kisah di atas menunjukkan pentingnya faktor manusia untuk mencegah korban pada situasi darurat. Kita sering mendengar insiden yang menimbulkan korban pada situasi kerumunan atau keramaian karena faktor tidak disiplin dan ketidakteraturan. 

Jepang, negara dengan tingkat kedisiplinan dan kepatuhan yang tinggi terhadap peraturan, kembali menunjukkan bagaimana nilai-nilai itu berperan untuk mencegah korban. Sepertinya kali ini kita harus kembali belajar dari masyarakat Jepang. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version