Debat Capres, untuk Apa Bawa Pendukung? 

Abdullah Sidiq Notonegoro: Debat Capres, untuk Apa Bawa Pendukung?

Debat Capres, untuk Apa Bawa Pendukung? Oleh Abdullah Sidiq Notonegoro; Pengajar di Universitas Muhammadiyah Gresik

PWMU.CO – Tersisa dua dari lima kali debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Pemilihan Umum 2024. Ahad (21/1/2024) menjadi ajang debat calon wakil presiden, dan akan disiarkan secara langsung televisi nasional. Debat tersebut akan diikuti oleh Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD. Debat kali ini mengangkat tema energi, sumber daya alam, sumber daya manusia, pajak karbon, lingkungan hidup dan agraria, serta masyarakat adat.

Penulis tidak berkepentingan untuk mengupas materi debat atau kapasitas masing-masing cawapres dalam ajang debat tersebut. Pada kesempatan ini penulis menyorot soal kehadiran “massa pendukung” masing-masing pasangan calon (paslon) di dalam forum debat yang sejak debat pertama hingga ketiga selalu menimbulkan kegaduhan yang tidak penting dan cenderung urakan.

“Sesungguhnya tidak ada benang merah (korelasi) antara curah gagasan dengan hadirnya kelompok pendukung.”

Konon, debat capres-cawapres itu dikatakan penting dengan tujuan agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang tepat dalam menjatuhkan pilihan. Debat dipercaya dapat mempengaruhi elektabilitas dan popularitas seorang capres atau cawapres, meski banyak pula pengamat dan peneliti yang ragu akan pengaruh debat ini.

Selain itu, debat menjadi ajang pengetahuan masyarakat dalam mencermati gagasan masing-masing paslon, apakah gagasan-gagasan paslon selaras dengan persoalan bangsa dan negara, tidak solutif terhadap persoalan bangsa atau sekedar basa-basi wacana. Dari debat tersebut diharapkan keyakinan masyarakat dalam memilih menjadi kian mantap.

Jadi, sesungguhnya tidak ada benang merah (korelasi) antara curah gagasan dengan hadirnya kelompok pendukung. Sebaliknya, suasana curah gagasan tersebut relatif menjadi terlantar–karena kurang mendapat perhatian–akibat ulah pendukung yang tidak peduli aturan.   

Baca sambungan di halaman 2: Pendukung Debat, Bermanfaat?

Abdullah Sidiq Notonegoro

Pendukung Debat, Bermanfaat?

Dari tiga kali debat paslon capres-cawapres yang diselenggarakan KPU, tidak pernah luput dari kegaduhan yang ditimbulkan pendukung. Debat pertama diwarnai aksi salah satu cawapres yang berujung teguran dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pada debat kedua, keriuhan pendukung yang seperti kelompok suporter bola.

Kehadiran suporter, sebagaimana di kritik oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati, seperti sekadar unjuk kekuatan (show of force) sehingga fokus terhadap calon menjadi teralihkan. Bahkan di debat ketiga lebih parah lagi, KPU serasa kecolongan dengan adanya perilaku pendukung debat yang melanggar tata tertib, yaitu melakukan umpatan terhadap salah satu paslon serta adanya pendukung yang mendatangi moderator debat.

Sekedar diketahui, KPU dan Tim Pasangan Calon pernah melakukan rapat koordinasi untuk mengambil kesepakatan tentang format dan tema debat, termasuk disepakati pula jumlah undangan (baca : pendukung) yang berhak hadir langsung di ruang kegiatan debat kandidat berlangsung. Disepakati, KPU menyediakan undangan masing-masing untuk 50 orang tiap paslon. Tentang siapa yang diundang tersebut, semuanya diserahkan kepada paslon.

“Pilpres ini bukan ajang pertarungan gladiator untuk menentukan “menang dan kalah” seorang capres, atau meliaht si kuat dan si lemah”

Konyolnya, dalam UU No. 7 Tahun 20217 tentang Pemilihan Umum, aturan tentang debat capres-cawapres yang termaktub dalam pasal 277, tampaknya KPU pembuat regulasi lupa memasukkan aturan larangan untuk pengunjung/pendukung yang hadir langsung dalam arena debat. Sedang aturan larangan untuk paslon dan moderator sudah ada. Sehingga, Ketua KPU Hasyim Asyari dalam keterangan pers sehari sebelum debat pertama digelar harus menyampaikan pesan larangan bagi pendukung untuk tidak membawa bahan kampanye dan alat peraga kampanye. 

Penting menjadi kesadaran bersama bahwa ajang Pilpres ini bukan ajang pertarungan gladiator untuk menentukan “menang dan kalah” seorang capres, atau meliaht si kuat dan si lemah. Mungkin juga bukan hal ajang adu pandai atau hebat dalam debat. Debat ini merupakan kesempatan yang disediakan oleh KPU untuk capres-cawapres dalam menyampaikan gagasannya berkaitan dengan “apa yang hendak dilakukan jika terpilih sebagai presiden dan wakil presiden”.

Gemuruh pendukung dalam debat bukanlah hal yang penting dan diperlukan. Dapat dikatakan hadir atau tidaknya hadirnya pendukung dalam ruang debat tidaklah penting, bahkan justru berpotensi dinamika debat bisa terhambat oleh perilaku-perilaku pendukung yang tidak sehat.

Baca sambungan di halaman 3: Tidak) Penting

Abdullah Sidiq Notonegoro

(Tidak) Penting

Tidak dipungkiri bahwa tingkat pengenalan masyarakat terhadap capres-cawapres, dari pemilu ke pemilu, relatif sangat rendah. Indikasi rendahnya tingkat pengenalan tersebut ditandai dengan masih tingginya sikap fanatisme dan primordialisme masyarakat terhadap calon tertentu tanpa menggunakan pertimbangan objektif rasional. Hal tersebut tentu sangat jauh berbeda dengan di negara-negara maju yang kesadaran demokrasinya relatif sangat tinggi.

Karena itu, keberadaan debat capres-cawapres antara penting dan tidak penting. Debat ini dikatakan penting, karena bagaimanapun ide-ide masing-masing paslon harus diketahui dan didengarkan oleh publik. Masyarakat hadir di ruang publik untuk mendengarkan ide para paslon tersebut. Masyarakat tidak boleh menjadi “pemilih buta” karena tidak memiliki informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pilihan. 

“Capres-cawapres yang hebat bukan karena unggul dalam perdebatan atau yang paling mampu membuat pemirsa tertawa.”

Perlu diketahui, informasi terkait biografi paslon masih belum menjadi isu penting bagi masyarakat dalam melabuhkan pilihan di Pemilu 2024 ini. Karena itu, masyarakat minimal memiliki bekal informasi terkait konsep, program dan langkah masing-masing capres. Sejauh mana tingkat kelogisan dan keterkaitan gagasan paslon capres-cawapres dengan kebutuhan fundamental masyarakat. Kelak capres-cawapres terpilih minimal selaras dengan aspirasi logis masyarakat, bukan karena faktor fanatik dan emosi buta.

Namun demikian, debat juga bisa menjadi hal yang sangat tidak berguna atau bahkan tidak penting. Yaitu manakala debat capres-cawapres tersebut hanya didominasi oleh show of force oleh pendukung-pendukung yang kurang beretika. 

Pendek kata, capres-cawapres yang hebat bukan karena unggul dalam perdebatan atau yang paling mampu membuat pemirsa tertawa. Capres-cawapres yang hebat adalah yang mampu menyerap aspirasi  dan membaca harapan masyarakat, dan kemudian menerjemahkan dalam menyusun ide, konsep dan program kerja. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version